Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Waduh! Guru Ngaji di Depok Diduga Cabuli Murid di Bawah Umur

Lokasi majelis taklim yang diduga menjadi tempat guru ngaji cabuli anak di bawah umur di Depok. (IDNTimes/Dicky)

Depok, IDN Times - Polres Metro Depok mengamankan seorang guru mengaji sebuah majelis taklim berinisial MMS (52). Guru tersebut diduga melakukan pencabulan terhadap muridnya yang masih di bawah umur.

Kasat Reskrim Polres Metro Depok, AKBP Yogen Heroes Baruno, mengatakan MMS diseragkan warga pada Minggu (12/12/2021) malam.

"Tadi malam kami menerima penyerahan yang diduga ada kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur, mereka merupakan murid pengajian di sebuah pondok," ujar Yogen, Senin (13/12/2021).

1. Polisi belum ungkap jumlah korban

Lokasi pencabulan guru ngaji terhadap murid di Depok. (IDN Times/Dicky)

Yogen mengaku pelaku masih menjalani pemeriksaan intensif. Terdapat sejumlah anak menjadi korban pencabulan yang dilakukan pelaku, namun ia belum merinci jumlahnya.

"Ada sejumlah korban tapi ini nasih kami dalami karena baru tadi malam kami terima," ucap Yogen.

Sementara itu, dari pantauan di lokasi majelis taklim, tampak tempat tersebut terlihat sepi tanpa ada aktivitas layaknya sebuah majelis taklim. Hanya ada sejumlah aktivitas bongkar muat barang bekas, dikarenakan lokasi tersebut berdekatan dengan pengepulan barang bekas.

Sejumlah orang yang berada di lokasi tersebut enggan untuk dimintai konfirmasi terkait pencabulan yang dilakukan guru ngaji terhadap anak muridnya. Pintu yang diduga sebagai lokasi tempat pengajian tampak tertutup.

2. Kasus pemerkosaan terhadap santri terjadi di Bandung

Ilustrasi (IDN Times/Mardya Shakti)

Sebelumnya, kasus pemerkosaan seorang guru agama yang juga pendiri pesantren berinisial HW (36) di Bandung, Jawa Barat, menggegerkan publik. Pelaku dengan tega memerkosa terhadap 12 santrinya hingga hamil. Bahkan, sebagian sudah melahirkan.

Berdasarkan catatan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, tindak pidana sudah dilakukan pelaku sejak 2016. Namun, baru masuk ke ranah hukum pada Mei 2021. Sekarang, kasusnya sedang berjalan di persidangan Pengadilan Negeri (PN) Bandung untuk menanti vonis terdakwa.

Polda Jawa Barat (Jabar) membeberkan alasan mengapa kasus terdakwa HW pemilik pondok pesantren yang memperkosa 12 muridnya tidak diungkap ke publik. Polisi memiliki beberapa alasan atas hal tersebut.

"Kemarin itu kami tidak merilis ke media dan mengekspos ke media karena menyangkut dampak psikologis dan sosial yang menjadi korban. Kasihan kan mereka itu," ujar Kabid Humas Polda Jabar Kombes Erdi A. Chaniago, Kamis (9/12/2021).

Dia menuturkan, kasus ini sudah ditangani Polda Jabar sejak mendapat laporan pada Mei 2021. Setelah itu, berkas dilimpahkan ke kejaksaan Tinggi Negeri (Kejati) Jabar.

"Berawal di bulan Mei hanya menerima laporan terkait dengan pencabulan terhadap anak di bawah umur, nah kemudian di situ kami lakukan penyelidikan dan penyidikan kemudian setelah lengkap berkas perkara dengan adanya P21 kami limpahkan ke kejaksaan," ujar Erdi.

3. Memanfaatkan anak yang dilahirkan korban sebagai alat meminta-minta

Ilustrasi pelecehan terhadap perempuan (IDN Times/Sukma Shakti)

Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Indonesia meminta Polda Jabar mengusut aliran dana dari terdakwa HW. Wakil Ketua LPSK Livia Istana DF Iskandar mengatakan, berdasarkan fakta persidangan di PN Bandung, HW mengeksploitasi anak dari korban sebagai alat untuk meminta dana.

Dalam persidangan terdakwa juga diketahui memanfaatkan anak-anak yang dilahirkan korban sebagai anak yatim piatu, dan dijadikan alat meminta bantuan dari pemerintah.

"Anak dilahirkan, dimanfaatkan untuk meminta dana kepada sejumlah pihak. Dana Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku," ujar Livia.

Pada saat memberikan keterangan di persidangan, para saksi dan/atau korban yang masih belum cukup umur didampingi orang tua atau walinya. LPSK juga memberikan bantuan rehabilitasi psikologis bagi korban serta fasilitasi penghitungan restitusi.

"Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa Ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas, serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jihad Akbar
EditorJihad Akbar
Follow Us