6 Warga AS Ditahan Korsel karena Coba Kirim Beras ke Korea Utara

- Kronologi penangkapan warga ASEnam warga AS ditangkap karena dugaan pelanggaran Undang-Undang Kerangka Pengelolaan Bencana dan Keselamatan. Mereka tidak terafiliasi dengan kelompok sipil atau keagamaan di Korea Selatan.
- Latar belakang aksiAktivis sering menggunakan balon atau botol untuk menyampaikan pesan anti-rezim atau bantuan kemanusiaan, tetapi tindakan tersebut memicu respons keras dari Pyongyang.
- Implikasi dan responsPenahanan ini menimbulkan perdebatan soal kebebasan berekspresi di wilayah perbatasan. Pemerintahan Lee menggunakan undang-undang keselamatan untuk menekan aksi serupa demi stabilitas.
Jakarta, IDN Times - Enam warga Amerika Serikat (AS) ditahan di Pulau Ganghwa, Korea Selatan, saat berupaya mengirim sekitar 1.300 botol plastik berisi beras, uang dolar, Alkitab, dan USB ke Korea Utara melalui laut. Wilayah ini terletak beberapa kilometer dari perbatasan maritim dengan Korut.
Aksi tersebut terdeteksi patroli militer pada Jumat (26/6/2025) dan segera dilaporkan ke pihak berwenang. Insiden ini menambah daftar panjang ketegangan antar-Korea, terutama terkait pengiriman barang ke Korea Utara oleh pihak sipil.
1. Kronologi penangkapan warga AS
Keenam warga AS yang berusia 20-an hingga 50-an ditangkap sekitar pukul 01.03 waktu setempat. Menurut Kepala Tim Investigasi Kantor Polisi Ganghwa, para pelaku ditahan atas dugaan pelanggaran Undang-Undang Kerangka Pengelolaan Bencana dan Keselamatan.
“Kami sedang memeriksa mereka dengan bantuan penerjemah dan akan memutuskan dalam 48 jam apakah mereka akan dibebaskan atau tetap ditahan,” ujar seorang pejabat polisi, dikutip dari AFP.
Polisi menyebut mereka tidak terafiliasi dengan kelompok sipil atau keagamaan di Korea Selatan. Penyelidikan mencakup kemungkinan keterkaitan dengan organisasi luar negeri serta pemeriksaan konten dalam USB.
2. Latar belakang aksi
Pengiriman botol berisi bantuan atau materi propaganda ke Korea Utara bukan hal baru. Aktivis dan pembelot kerap menggunakan balon atau botol untuk menyampaikan pesan anti-rezim atau bantuan kemanusiaan.
Namun, tindakan tersebut sering memicu respons keras dari Pyongyang. Tahun lalu, Korea Utara membalas kampanye balon dengan mengirimkan balon berisi sampah, bahkan dua di antaranya mendarat di kompleks kepresidenan Seoul.
“Tindakan seperti ini telah lama menjadi pemicu ketegangan di Semenanjung Korea,” kata seorang analis politik, dilansir First Post.
Presiden Korea Selatan Lee Jae-myung, yang menjabat sejak Juni 2025, berupaya meredakan ketegangan dengan menghentikan siaran propaganda dan meminta aktivis menahan diri dari peluncuran balon. Insiden ini menjadi ujian awal bagi kebijakan lunaknya terhadap Pyongyang.
3. Implikasi dan respons
Penahanan ini menimbulkan perdebatan soal kebebasan berekspresi di wilayah perbatasan. Pada 2023, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan membatalkan larangan pengiriman selebaran ke Korea Utara karena dianggap membatasi kebebasan berbicara secara berlebihan. Namun, pemerintahan Lee kini menggunakan undang-undang keselamatan untuk menekan aksi serupa demi stabilitas, dilansir Hindustan Times.
“Kami tidak menemukan alasan untuk mengajukan surat perintah penahanan saat ini, dan penyelidikan akan dilanjutkan tanpa penahanan fisik,” ujar seorang pejabat polisi, dikutip dari Yonhap.
Sementara itu, Menteri Unifikasi yang baru dinominasikan, Chung Dong-young, menilai aksi seperti ini hanya memperburuk hubungan dua Korea.
“Peluncuran balon atau botol merupakan katalis konfrontasi dan permusuhan,” ujarnya, dilansir Perthnow.
Ia pun berharap bisa membangun kembali komunikasi dengan Korea Utara, meski belum ada respons resmi dari Pyongyang.