80 Tahun Bom Hiroshima, Penyintas: Jangan Terulang Lagi!

- Penyintas tak lagi miliki waktu Para penyintas Hiroshima menyadari bahwa peringatan tahun ini mungkin menjadi yang terakhir bagi banyak dari mereka, dengan rata-rata usia lebih dari 86 tahun.
- Dunia semakin mendukung senjata nuklir Wali Kota Hiroshima memperingatkan tentang meningkatnya penerimaan global terhadap militerisasi dan penggunaan senjata nuklir, terutama di tengah konflik seperti perang Rusia-Ukraina dan krisis di Timur Tengah.
Jakarta, IDN Times - Warga Hiroshima memperingati 80 tahun tragedi bom atom yang dijatuhkan Amerika Serikat pada kota mereka di penghujung Perang Dunia II. Namun, peringatan tahun ini juga diselimuti keprihatinan dan kekecewaan, terutama dari para penyintas.
Mereka kecewa dengan meningkatnya dukungan global terhadap senjata nuklir sebagai alat pertahanan.
Sebanyak 55 ribu orang hadir dalam upacara peringatan di Peace Memorial Park, termasuk perwakilan dari 120 negara, di antaranya Rusia dan Belarus. Tepat pukul 08.15 pagi waktu setempat, waktu ketika bom dijatuhkan 80 tahun lalu, bunyi lonceng perdamaian mengiringi satu menit hening cipta untuk para korban.
1. Penyintas tak lagi miliki waktu

Dengan rata-rata usia lebih dari 86 tahun, para penyintas menyadari bahwa peringatan tahun ini mungkin menjadi yang terakhir bagi banyak dari mereka. Salah satunya, Minoru Suzuto (94) yang menyatakan kesedihannya setelah berdoa di tugu peringatan.
“Dalam 10 atau 20 tahun ke depan, mungkin tak ada lagi yang bisa menyampaikan pengalaman pahit ini. Itulah kenapa saya ingin berbagi sebanyak mungkin sekarang,” kata dia, dikutip dari Irish News, Rabu (6/8/2025).
Kelompok penyintas Nihon Hidankyo yang tahun lalu menerima Nobel Perdamaian atas perjuangan mereka untuk penghapusan senjata nuklir, menyatakan keprihatinan mendalam.
“Ancaman nuklir saat ini justru lebih besar dari sebelumnya. Tantangan terbesar kami sekarang adalah mengubah sikap negara-negara pemilik senjata nuklir, meski hanya sedikit,” lanjut dia.
2. Dunia semakin mendukung senjata nuklir

Wali Kota Hiroshima, Kazumi Matsui, memperingatkan tentang meningkatnya penerimaan global terhadap militerisasi dan penggunaan senjata nuklir. Terutama di tengah konflik seperti perang Rusia-Ukraina dan krisis di Timur Tengah.
“Perkembangan ini jelas mengabaikan pelajaran dari sejarah yang seharusnya menjadi dasar bagi perdamaian dunia. Ini mengancam runtuhnya kerangka perdamaian yang telah dibangun dengan susah payah,” ujar Matsui.
Ia menyerukan kepada generasi muda untuk memahami bahwa kebijakan yang keliru hari ini bisa menyebabkan penderitaan tak terbayangkan di masa depan.
Sekjen PBB, Antonio Guterres melalui pernyataan tertulis juga menegaskan, “Mengingat masa lalu adalah tentang menjaga dan membangun perdamaian untuk hari ini dan masa depan.”
3. Pernyataan Trump bikin emosi

Di tengah peringatan damai, sejumlah penyintas justru terluka secara emosional atas pernyataan Presiden AS Donald Trump yang membandingkan serangan terhadap Iran pada Juni lalu dengan pemboman Hiroshima dan Nagasaki, seolah-olah sebagai tindakan yang dibenarkan.
Pernyataan ini dinilai menyakitkan, apalagi tidak direspons tegas oleh pemerintah Jepang. Kosei Mito (79), seorang penyintas yang terkena radiasi sejak dalam kandungan ibunya, menyebut pernyataan Trump konyol.
“Selama penyerang bisa membenarkan bom atom, saya rasa dunia tak akan pernah bisa benar-benar bebas dari senjata nuklir,” kata dia.
Sementara upacara resmi berlangsung dalam keheningan dan doa, lebih dari 200 orang berkumpul di luar taman perdamaian, membawa poster bertuliskan No Nuke, Stop War dan Free Gaza! No More Genocide. Polisi menyebut dua orang ditangkap karena menyerang petugas keamanan di sekitar Atomic Bomb Dome.
Peringatan ke-80 ini bukan hanya tentang mengenang korban, tapi juga peringatan keras bagi dunia yang kini kembali bermain api dengan senjata pemusnah massal.
“Kita tidak butuh senjata nuklir,” kata Kazuo Miyoshi (74) yang datang untuk mengenang kakek dan dua sepupunya yang tewas dalam ledakan.
“Kesalahan ini tidak boleh terulang,” ucap dia.