Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Anak Gaza Makan Kurang dari Sekali Sehari Akibat Blokade Israel  

anak-anak di Gaza mengantre untuk makanan. (UNRWA, CC BY 4.0 , via Wikimedia Commons)
anak-anak di Gaza mengantre untuk makanan. (UNRWA, CC BY 4.0 , via Wikimedia Commons)

Jakarta, IDN Times - Anak-anak di Gaza saat ini bertahan hidup dengan kurang dari satu kali makan sehari akibat pengepungan dan serangan Israel. Sistem bantuan kemanusiaan di wilayah tersebut berada di ambang kehancuran total setelah 18 bulan operasi militer dan blokade bantuan sejak 2 Maret 2025.

Sebanyak 12 organisasi bantuan besar mengeluarkan pernyataan bersama memperingatkan situasi kritis ini pada Kamis (18/4/2025). Sekitar 95 persen dari 43 organisasi bantuan di Gaza terpaksa menghentikan atau mengurangi layanan mereka.

Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, setidaknya 60 ribu anak menderita malnutrisi parah di wilayah tersebut. Kelaparan tidak lagi sekadar ancaman tetapi sudah terjadi di hampir seluruh wilayah. 

1. Sistem bantuan pangan di Gaza hampir lumpuh

Hampir seluruh penduduk Gaza yang berjumlah lebih dari 2 juta orang kini bergantung pada dapur umum. Sayangnya, dapur ini hanya mampu menyediakan 1 juta porsi makanan sehari yang hanya berisi nasi atau pasta tanpa sayuran segar atau daging, dilansir PSB.

Harga pangan di pasar lokal melonjak tajam dan kelangkaan merajalela. Akibatnya, 80 persen penduduk Gaza kini mengandalkan bantuan kemanusiaan sebagai sumber makanan utama.

"Anak-anak di Gaza makan kurang dari sekali sehari dan kesulitan menemukan makanan berikutnya. Semua orang hanya bertahan dengan makanan kalengan, sementara malnutrisi dan kelaparan jelas sudah terjadi di berbagai wilayah," ujar Bushra Khalil, kepala kebijakan Oxfam, dilansir Al Jazeera. 

Air bersih juga semakin langka di Gaza. Warga harus mengantre panjang untuk mengisi jeriken dari truk bantuan. Setiap orang hanya kebagian enam hingga tujuh liter per hari, jauh dari standar PBB.

2. Ribuan anak Gaza alami malnutrisi

Kasus malnutrisi akut pada anak-anak Gaza meningkat drastis. Per Maret 2025, lebih dari 3.600 anak baru dirawat karena kondisi ini, naik dari sekitar 2 ribu anak pada bulan sebelumnya.

Jumlah balita yang mendapat suplemen gizi merosot 70 persen dibanding Februari. Hanya 22.300 anak yang terjangkau dari target 29 ribu anak. Sementara itu, hanya 100 dari 173 pusat pengobatan yang masih beroperasi di Gaza. Di rumah sakit Al-Aqsa di Deir el-Balah, beberapa orang tua mengaku kehilangan anak mereka akibat malnutrisi.

"Kami terpaksa menyaksikan penderitaan dan kematian warga Gaza, sementara kami berusaha memberikan bantuan dengan persediaan terbatas. Kami juga menghadapi bahaya yang sama seperti mereka yang kami tolong," kata Amande Bazerolle, koordinator darurat organisasi Dokter Tanpa Batas (MSF) di Gaza.

3. Serangan Israel membuat bantuan sulit disalurkan

pemandangan reruntuhan di Gaza. (pixabay.com/hosnysalah)
pemandangan reruntuhan di Gaza. (pixabay.com/hosnysalah)

Gaza kini menjadi tempat paling berbahaya di dunia bagi pekerja kemanusiaan. Sejak Oktober 2023, lebih dari 400 pekerja bantuan dan 1.300 petugas kesehatan tewas di wilayah tersebut. Padahal, hukum internasional mewajibkan perlindungan terhadap pekerja kemanusiaan.

Israel berhenti berkoordinasi dengan organisasi bantuan sejak pertengahan Maret lalu. Hal ini membuat pekerja kemanusiaan bergerak tanpa jaminan keamanan di Gaza. Akibatnya, serangan Israel telah menimpa pekerja dan fasilitas dari 14 organisasi bantuan.

"Krisis ini bukan sekadar kegagalan bantuan kemanusiaan, tapi merupakan keputusan politik dan serangan sengaja yang menghalangi rakyat Gaza untuk bertahan hidup, dilakukan dengan impunitas," kata para pemimpin organisasi bantuan dalam pernyataan bersama.

Mereka juga meminta semua pihak menjamin keselamatan petugas bantuan dan membuka akses penuh bantuan ke Gaza.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rama
EditorRama
Follow Us