Trump Berlakukan Pemeriksaan Medsos bagi Turis yang Pernah ke Gaza

Jakarta, IDN Times - Pemerintahan Donald Trump mengeluarkan perintah baru yang mewajibkan pemeriksaan media sosial bagi semua pemohon visa Amerika Serikat (AS) yang pernah berada di Jalur Gaza sejak 1 Januari 2007. Kebijakan yang diumumkan pada Kamis (17/4/2025) ini menjadi bagian dari upaya memperketat pengawasan terhadap pelancong asing.
Perintah ini mencakup pekerja organisasi non-pemerintah (NGO) dan individu yang berada di Gaza dalam kapasitas resmi atau diplomatik, menandakan langkah signifikan dalam kebijakan imigrasi AS.
Langkah ini memicu perdebatan tentang keseimbangan antara keamanan nasional dan kebebasan berpendapat, terutama di kalangan kelompok advokasi hak asasi manusia.
1. Latar belakang kebijakan baru
Informasi yang diperoleh Reuters mengungkapkan bahwa kebijakan ini bertujuan memperkuat prosedur pemeriksaan visa dengan fokus pada aktivitas media sosial. Pemeriksaan berlaku untuk semua jenis visa, baik imigran maupun non-imigran, dan mencakup mereka yang pernah berada di Gaza setelah Hamas mengambil alih wilayah tersebut pada 2007.
“Kebijakan ini dirancang untuk memastikan bahwa setiap pelancong ke AS tidak menimbulkan ancaman terhadap keamanan nasional,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri, menambahkan bahwa pemeriksaan keamanan dilakukan secara terus-menerus selama masa berlaku visa.
Namun, kebijakan ini menuai kritik karena dianggap dapat membatasi kebebasan berpendapat, terutama bagi mereka yang menyuarakan pandangan kritis terhadap kebijakan AS atau Israel.
2. Dampak pada pemohon visa
Kebijakan ini berpotensi memengaruhi ribuan pemohon visa, termasuk pelajar, pekerja NGO, dan diplomat yang pernah mengunjungi Gaza.
Jika ditemukan informasi yang dianggap merugikan selama pemeriksaan media sosial, pemohon harus menghadapi proses penilaian keamanan lebih lanjut untuk asesmen.
“Kami khawatir kebijakan ini digunakan untuk menargetkan individu berdasarkan pandangan politik mereka,” ujar seorang advokat hak imigran, yang meminta namanya dirahasiakan.
Menurut laporan, pemerintahan Trump juga telah mencabut ratusan visa, termasuk status penduduk tetap legal, dengan alasan kebijakan ini.
3. Reaksi dan kontroversi
Kebijakan ini memicu kritik dari kelompok advokasi kebebasan berpendapat dan hak imigran, yang menilai langkah ini sebagai upaya untuk membungkam suara kritis terhadap perang Israel di Gaza.
Mereka berpendapat bahwa pemeriksaan media sosial dapat menargetkan individu berdasarkan keyakinan politik, meskipun Konstitusi AS menjamin kebebasan berpendapat bagi semua orang, termasuk non-warga negara.
“Pemerintahan ini menukar komitmen Amerika terhadap wacana terbuka dengan ketakutan dan keheningan,” kata perwakilan dari Foundation for Individual Rights and Expression, dilansir dari Axios.
Sementara itu, pemerintahan Trump bersikeras bahwa kebijakan ini penting untuk menjaga keamanan nasional, dengan fokus pada mereka yang dianggap mendukung kelompok seperti Hamas, yang diklasifikasikan AS sebagai organisasi teroris.