Apple Angkut 1,5 Juta iPhone dari India Imbas Perang Dagang

- Apple mengangkut 1,5 juta unit iPhone dari India sebagai imbas perang dagang AS-China.
- AS menetapkan tarif impor atas barang China sebesar 125 persen, lebih tinggi dibandingkan tarif 26 persen untuk barang impor dari India.
- Apple terus meningkatkan kapasitas produksi di India hingga 20 persen dan memproduksi iPhone di fasilitas Foxconn India.
Jakarta, IDN Times – Apple mengangkut 1,5 juta unit iPhone dari India sebagai imbas perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Setidaknya enam pesawat kargo disewa untuk mengangkut barang dengan total berat mencapai 500 ton.
Seorang sumber anonim menyebutkan bahwa pengangkutan besar-besaran ini mencerminkan pergeseran pusat produksi Apple dari China ke India. Pergeseran ini merupakan strategi baru perusahaan untuk menghindari dampak tarif tinggi yang diberlakukan Presiden Donald Trump.
“Apple ingin mengalahkan tarif,” kata sumber tersebut, dilansir Channel News Asia, Kamis (10/4/2025).
Saat ini, AS menetapkan tarif impor atas barang-barang dari China sebesar 125 persen. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan tarif 26 persen untuk barang impor dari India.
1. Pemeriksaan bea cukai India kini hanya enam jam

Apple juga dikabarkan telah melobi pihak bandara di India untuk memangkas waktu pemeriksaan bea cukai di Bandara Chennai, negara bagian Tamil Nadu. Pemeriksaan yang sebelumnya memakan waktu 30 jam kini hanya memerlukan enam jam saja.
“Pengaturan yang disebut ‘koridor hijau’ di bandara pusat manufaktur India meniru model yang digunakan Apple di beberapa bandara di China,” ungkap sumber tersebut.
Seorang pejabat India mengatakan bahwa sejak Maret, enam pesawat kargo masing-masing berkapasitas 90 ton telah diberangkatkan, salah satunya pada pekan ini ketika tarif impor baru mulai diberlakukan.
Menurut Counterpoint Research, sekitar seperlima dari total impor iPhone ke AS kini berasal dari India, sementara sisanya masih dipasok dari China. Apple sendiri menjual lebih dari 220 juta iPhone setiap tahun di seluruh dunia.
2. Pabrik Apple di India beroperasi maksimal

Di India, Apple terus meningkatkan kapasitas produksi untuk mencapai target kenaikan produksi sebesar 20 persen pada tahun ini.
Perusahaan bahkan menambah jumlah pekerja dan tetap mengoperasikan pabrik pada hari Minggu di fasilitas produksi terbesar milik Foxconn India. Tahun lalu, pabrik ini memproduksi 20 juta unit iPhone, termasuk model terbaru iPhone 15 dan 16.
Lonjakan produksi di India terjadi di tengah kekhawatiran akan kelangkaan iPhone akibat pembatasan impor dari China. Diperkirakan, harga iPhone bisa meningkat hingga 3.500 dolar AS.
Menurut Times of India, kekhawatiran ini berdampak pada perilaku konsumen. Banyak warga AS buru-buru membeli iPhone terbaru karena takut harga akan terus melonjak bahkan hingga dua kali lipat.
3. Trump ingin Apple pindahkan produksi ke AS, tapi diragukan

Pada Selasa, Sekretaris Pers Karoline Leavitt menyatakan bahwa Trump yakin meningkatnya biaya impor akan mendorong Apple untuk memindahkan produksinya kembali ke AS. Hal ini disampaikan setelah Apple mengumumkan rencana investasi senilai 500 miliar dolar AS.
"Ia yakin kita punya tenaga kerja dan sumber daya untuk melakukannya. Jika Apple tidak yakin AS mampu, mereka mungkin tidak akan menggelontorkan dana sebesar itu," ujarnya, dikutip dari The Guardian.
Donald Trump juga menyerukan agar perusahaan-perusahaan AS lainnya mengikuti langkah Apple.
"Ini saat yang tepat untuk memindahkan perusahaan Anda ke AS, seperti yang dilakukan Apple dan banyak perusahaan lain," tulis Trump di media sosial Truth Social.
Namun, para ahli meragukan kemampuan AS untuk mengelola produksi elektronik dalam skala besar. Sebab, AS dianggap tak memiliki tenaga kerja terampil seperti di China, India, dan Vietnam.
Pendiri Apple, mendiang Steve Jobs, pada 2010 juga sempat mengutarakan keraguan terhadap kapasitas tenaga kerja di AS dalam sektor manufaktur. Dalam biografi yang ditulis Walter Isaacson, ia mengatakan tak dapat menemukan banyak orang yang bisa dipekerjakan di AS.
CEO Apple Tim Cook pada 2017 juga mengatakan bahwa perusahaan mengandalkan negara seperti China bukan karena murahnya tenaga kerja, tetapi karena keterampilan dan kuantitas pekerja terlatih yang tersedia di satu lokasi.
“Alasannya adalah karena keterampilan, kuantitas keterampilan di satu lokasi, dan jenis keterampilannya,” ungkap Cook.