AS Kirim 1,1 Juta Peluru Sitaan Iran untuk Ukraina

Jakarta, IDN Times - Ukraina akan menggunakan peluru Iran yang disita Amerika Serikat (AS) untuk melawan Moskow.
Tahun lalu, kapal Angkatan Laut AS telah menyita 1,1 juta peluru dari kapal yang digunakan oleh Korps Garda Revolusi Islam Iran untuk mempersenjatai pemberontak Houthi. Kelompok tersebut terlibat perang saudara di Yaman dan telah melanggar resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Komando Pusat AS, pada Rabu (4/10/2023), mengatakan bahwa peluru kaliber 7.62 milimeter yang disita AS kini ditransfer ke Ukraina. Amunisi tersebut dikirim ke Kiev, saat dukungan berkelanjutan AS untuk Ukraina masih dipertanyakan.
“Pemerintah AS mentransfer sekitar 1,1 juta peluru 7,62 mm ke angkatan bersenjata Ukraina pada hari Senin," kata Komando Pusat militer (CENTCOM) dalam sebuah pernyataan, menambahkan bahwa mereka telah mendapat kepemilikan amunisi ini pada 20 Juli 2023.
1. Ukraina mengandalkan senjata berpeluru kaliber 7,62 mm melawan Rusia
Dilansir Al Jazeera, keputusan mengirim peluru terjadi di tengah ketegangan Washington dan Teheran, atas dukungan Iran terhadap upaya invasi Rusia di Ukraina dan kelompok pemberontak Houthi di Yaman, yang sejauh ini masih menjadi pokok perdebatan.
Peluru kaliber 7,62 mm merupakan peluru standar untuk senapan serbu jenis Kalashnikov dan turunannya. Ukraina masih mengandalkan senjata jenis itu, yang senjatanya sudah digunakan sejak era Uni Soviet.
Pengiriman peluru diduga tidak akan berpengaruh besar terhadap langkah Ukraina di medan perang. Sejauh ini, senjata jarak jauh dan sistem pertahanan udara masih menjadi prioritas bagi Ukraina untuk melawan invasi Rusia.
2. AS cari bantuan alternatif
Dilansir BBC, pengiriman peluru dilakukan ketika pemerintahan Presiden AS, Joe Biden, mencari alternatif untuk memberikan bantuan kepada Kiev di tengah penentangan yang terjadi dari Kongres AS.
Selama berminggu-minggu, para pejabat AS telah memperingatkan bahwa dana yang saat ini dialokasikan untuk Ukraina hampir habis. Namun, tekanan dari anggota sayap kanan Partai Republik telah menghalangi Dewan Perwakilan Rakyat untuk menyetujui dana bantuan tambahan ke Ukraina.
Pada Selasa, anggota dari partai yang sama telah memenangkan pemungatan suara untuk menggeser Ketua DPR, Kevin McCarthy. Hasil itu akan berimbas pada pemungutan suara mengenai bantuan lebih lanjut untuk Ukraina, hingga penganti McCarthy ditetapkan.
3. Persediaan senjata yang mulai habis
Dalam diskusi yang dilakukan pada Senin oleh Forum Kemananan Warasawa mengenai pasokan amunisi barat ke Ukraina, NATO mengatakan bahwa stok amunisi sudah hampir habis.
Kurangnya investasi dalam beberapa dekade menyebabkan persediaan amunisi negara-negara NATO hanya tinggal setengah dari kapasitas penuh, bahkan lebih sedikit dari perhitungan tersebut.
“Perekonomian yang tepat pada waktunya dan cukup yang kita bangun bersama dalam 30 tahun dalam perekonomian liberal kita baik-baik saja dalam banyak hal, namun tidak untuk angkatan bersenjata ketika perang sedang berlangsung,” kata Ketua Komite Militer NATO, Rob Bauer.
Pemerintah dan produsen senjata harus meningkatkan produksi dalam jangka waktu sesingkat mungkin, tambah Bauer.