CIFP 2025: Kupas Peran Indonesia di Tatanan Dunia Baru

- Konferensi hubungan internasional terbesar kembali digelar CIFP
- Fokus pada transformasi tatanan dunia
- Isu Gaza hingga diplomasi ekonomi jadi pembahasan
Jakarta, IDN Times - Konferensi hubungan internasional terbesar di Indonesia, Conference on Indonesian Foreign Policy (CIFP 2025), kembali digelar pada 29 November 2025. Tahun ini, FPCI mengangkat tema besar ‘Preparing for the Next World Order: Indonesia, the Global South, and the West.’
Tema tersebut dipilih untuk menggambarkan cepatnya perubahan geopolitik global yang kini memasuki masa transisi. FPCI menilai dunia sedang bergerak menjauhi struktur internasional yang didominasi negara-negara Barat menuju tatanan baru yang belum pasti. Perubahan ini ditandai dengan kompetisi kekuatan besar, meningkatnya ketegangan di berbagai kawasan, dan ruang manuver lebih besar bagi negara middle power seperti Indonesia.
Dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (25/11/2025), Founder FPCI, Dino Patti Djalal, memberikan gambaran awal soal isu-isu yang akan menjadi sorotan. Mulai dari dinamika KTT G20, perkembangan terbaru di Gaza, hingga bagaimana Indonesia membangun posisinya di tengah gejolak global melalui diplomasi yang semakin aktif di era pemerintahan sekarang.
"Ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan tentang kebijakan luar negeri di bawah Presiden Prabowo. Presiden Prabowo siap untuk pergi dan melakukan semua kunjungan luar negeri ini dengan cara yang sangat berbeda dari para pendahulunya," kata Dino.
Prabowo, menurut Dino, hiperaktif karena mengunjungi 25 negara dalam kurun waktu satu tahun.
"Dan itu sangat tidak biasa," kata Dino di Jakarta.
Dijelaskannya, Prabowo ingin menunjukkan pesan, merupakan presiden kebijakan luar negeri dan ingin mengambil tempat di antara para pemimpin dunia.
Karena itu, CIFP kembali diharapkan menjadi ruang untuk merangkum arah kebijakan luar negeri Indonesia. Selain itu, konferensi ini memberi kesempatan bagi publik dan media untuk berinteraksi langsung dengan para tokoh diplomasi, akademisi, hingga pembuat kebijakan.
1. Konferensi hubungan internasional terbesar kembali digelar

CIFP dikenal sebagai konferensi hubungan internasional terbesar di dunia menurut Museum Rekor Indonesia. Setiap tahun, acara ini menarik lebih dari 10 ribu peserta dari berbagai kalangan, seperti mahasiswa, diplomat, akademisi, pegiat isu global, hingga publik umum yang tertarik pada kebijakan luar negeri.
Sejak dimulai pada 2015, CIFP konsisten menjadi barometer wacana politik luar negeri di Indonesia. Forum ini mempertemukan lebih dari 100 panelis dalam puluhan sesi diskusi yang mengulas isu global dari berbagai perspektif.
Format yang inklusif membuatnya mudah diakses dan dekat dengan publik, sesuatu yang jarang ditemui dalam forum-forum kebijakan luar negeri konvensional.
FPCI menempatkan CIFP sebagai ruang untuk menguji ide-ide baru, menantang pandangan lama, dan memperluas pemahaman publik terhadap dinamika global. Setiap tahun, diskusi yang hadir menjadi indikator perkembangan posisi Indonesia dalam isu-isu internasional.
2. Fokus pada transformasi tatanan dunia

Tema besar tahun ini menyoroti perubahan mendalam pada sistem internasional. Transisi dari tatanan dunia yang didominasi Barat menuju struktur baru membawa tantangan sekaligus peluang bagi negara-negara berkembang. FPCI menilai Indonesia perlu menyiapkan strategi komprehensif untuk menghadapi perubahan ini.
Dalam konteks itu, CIFP akan menghadirkan sesi khusus mengenai geopolitik global, kompetisi kekuatan besar, dan peran middle power. Forum juga akan membahas bagaimana negara-negara Global South meningkatkan pengaruhnya melalui diplomasi kolektif dan kerja sama strategis lintas kawasan.
Nantinya, CIFP juga menyinggung peran aktif Indonesia dalam beberapa forum multilateral belakangan ini. Dengan presiden yang semakin vokal dalam isu global, Indonesia dinilai memiliki peluang lebih besar membentuk narasi dan strategi menghadapi perubahan tatanan dunia.
3. Isu Gaza hingga diplomasi ekonomi jadi pembahasan

Director CIFP 2025, Calvin Khoe, menuturkan akan ada 90 pembicara sepanjang hari yang memberikan pencerahan dalam setiap sesi di CIFP. Agenda CIFP 2025 mencakup berbagai isu yang mencerminkan kompleksitas dunia saat ini.
Beberapa tema yang akan dibahas meliputi respons ASEAN terhadap gejolak global, posisi Indonesia dalam diplomasi Iklim, hingga pembaruan atas komitmen transisi energi bersih pemerintahan Presiden Prabowo.
Diskusi soal Palestina kembali menjadi salah satu sorotan utama. FPCI menyiapkan sesi mengenai prospek gencatan senjata jangka panjang di Gaza, rekonstruksi, dan peluang Indonesia dalam peran penjaga perdamaian.
Selain itu, diplomasi ekonomi juga akan menjadi pembahasan penting melalui evaluasi tahun pertama kebijakan ekonomi luar negeri Indonesia.
CIFP 2025 juga akan memuat sesi tentang pertahanan, geopolitik Indo-Pasifik, dan karier di dunia hubungan internasional. Kehadiran berbagai panelis nasional dan internasional membuat konferensi ini tetap menjadi forum strategis bagi publik untuk memahami arah kebijakan luar negeri Indonesia.

















