JPPR Usul 2 Opsi Ambang Batas Perlemen: Naik 7 Persen atau Dihapus Jadi Nol

- JPPR mengusulkan dua opsi ambang batas perlemen untuk Pemilu 2029
- Alternatifnya adalah menaikkan ambang batas menjadi 5-7 persen atau menghapusnya
- Putusan MK meminta perubahan parliamentary threshold karena tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat dan keadilan pemilu
Jakarta, IDN Times - Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) mengusulkan agar ambang batas parlemen (parliamentary threshold) diubah pada Pemilu 2029 mendatang.
Ada dua opsi yang disodorkan. Pertama, ambang batas parlemen dinaikan, jadi yang semula empat persen jadi lima hingga tujuh persen. Opsi kedua, ambang batas parlemen dinolkan atau dihapus.
1. Jika hanya diturunkan tidak relevan dengan Putusan MK

Koordinator Nasional JPPR, Rendy Umboh menjelaskan, alternatif ambang batas perlemen diturunkan tidak relevan dengan putusan Mahkamah Konstiusi (MK) yang menghendaki adanya penyederhanaan partai Politik.
"Termasuk dengan argumentasi suara terbuang, tidak relevan jika hanya diturunkan. Yang relevan adalah di-nol-kan. Jadi pilihan kebijakan hanya dua, dinaikan atau di-nol-kan," kata dia dalam keterangannya dikutip Selasa (25/11/2025).
2. Sejumlah parpol nonparlemen usul ambang batas parlemen diturunkan jadi satu persen

Sebanyak delapan partai politik (parpol) nonparlemen mengusulkan agar ambang batas perlemen pada Pemilu 2029 diubah menjadi satu persen.
Desakan itu disampaikan bersamaan dengan sikap delapan parpol yang membentuk Sekretariat Bersama Gerakan Kedaulatan Suara Rakyat (Sekber GKSR) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, pada Sabtu (22/11/2025).
Adapun delapan parpol yang bergabung itu yakni Partai Hanura, Perindo, PPP, PKN, Partai Ummat, PBB, Partai Buruh, dan Partai Berkarya.
Presiden Partai Buruh Said Iqbal menjelaskan, alasan utama dibentuknya Sekber GKSR adalah untuk mencegah suara rakyat terbuang sia-sia pada Pemilu 2029. Pasalnya, sebanyak lebih dari 17 juta suara pada Pemilu 2024 lalu tidak bisa dikonversikan jadi kursi di DPR. Jumlah itu merupakan perolehan suara nasional parpol nonparlemen secara keseluruhan yang terbuang begitu saja akibat tidak lolos ambang batas parlemen sebesar empat persen.
"Materi yang akan diperjuangkan selama empat tahun ke depan oleh GKSR demi menyelamatkan suara rakyat yang selama ini terbuang dengan sistem pemilu yang tidak berpihak kepada kedaulatan. Tapi lebih berpihak pada kepentingan sekelompok partai politik yang ingin pertahankan hegemoninya di DPR RI, yang sampai sekarang ini mereka ingin bertahan dengan menciptakan syarat ini," ungkapnya.
3. Putusan MK minta parliamentary threshold diubah

Sebelumnya, MK menyatakan, ketentuan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold sebesar empat persen suara sah nasional yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) tidak sejalan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan melanggar kepastian hukum yang dijamin oleh konstitusi.
Oleh sebab itu, ambang batas parlemen tersebut konstitusional sepanjang tetap berlaku dalam Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya.
Demikian tercantum dalam Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023. Putusan dari perkara yang diajukan oleh Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) tersebut dibacakan dalam Sidang Pengucapan Putusan yang digelar pada Kamis (29/2/2024) di Ruang Sidang Pleno MK.
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Menyatakan norma Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum adalah konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk Pemilu DPR 2024 dan konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan terhadap norma ambang batas parlemen serta besaran angka atau persentase ambang batas parlemen dengan berpedoman pada persyaratan yang telah ditentukan,” ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan Amar Putusan.
















