Deklarasi NCD Gagal, Menkes Budi Jelaskan Dampaknya untuk Indonesia

- Menkes Budi jelaskan program reformasi kesehatan di era Presiden Prabowo Subianto, termasuk skrining kesehatan gratis untuk 280 juta orang.
- Deklarasi NCD penting karena memasukkan penyakit yang selama ini diabaikan termasuk soal pendanaan, seperti kesehatan mental dan penyakit usia lanjut.
- Dukungan AS ke PBB dan lembaga donor kesehatan turun, berdampak pada kesulitan dana bagi negara berkembang dan lembaga donor kesehatan global.
New York, IDN Times – “Krisis kesehatan terbesar generasi kita tidaklah tiba-tiba atau menggemparkan. Krisis ini senyap, namun menghancurkan—penyakit tidak menular. Dalam beberapa dekade terakhir, jumlah nyawa yang hilang akibat Penyakit Tidak Menular (NonCommunicable Diseases, NCD), telah melampaui jumlah nyawa yang hilang akibat penyakit menular,” kata Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin.
Dia menyampaikan hal itu dalam pidato intervensi per negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dalam sesi pertemuan tingkat tinggi untuk pencegahan dan pengawasan penyakit tidak menular dan promosi kesehatan mental dan kesejahteraan warga. Dalam pertemuan yang diadakan di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB (UNGA) ke-80, di kantor PBB, New York, Amerika Serikat, Kamis (25/9/2025), Budi mendapat giliran pidato ke-24 menyampaikan Indonesia mendukung posisi yang disampaikan perwakilan negara anggota G77 dan China sebagaimana disampaikan Irak, serta sikap negara Asia Tenggara (ASEAN) seperti diwakili oleh Filipina.
“Yang kita butuhkan bukanlah tindakan yang terisolasi, melainkan tindakan global dan kolektif,” kata Budi, yang menyebut dirinya tidak memiliki latar-belakang sebagai praktisi kesehatan.
Sebelum diangkat sebagai Menteri kesehatan, Budi yang menempuh pendidikan tinggi di bidang teknik fisika, menjalani karier yang panjang sebagai bankir.
“Indonesia dengan bangga bergabung dalam konsensus Deklarasi Politik Pertemuan Tingkat Tinggi Keempat tentang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular serta Peningkatan Kesehatan Mental dan Kesejahteraan. Kami terlibat aktif dalam pembahasannya, berkoordinasi erat di tingkat global dan nasional. Akan sangat disayangkan jika kita tidak dapat menjadikan pembahasan ini sebagai komitmen politik. Namun, kita tahu kebijakan dan pembahasan tanpa implementasi tidak dapat menyelamatkan nyawa. Oleh karena itu, Indonesia telah melangkah maju untuk mewujudkan kebijakan tersebut menjadi tindakan nyata,” papar Budi.
Pertemuan digelar di tengah gagalnya upaya negara anggota mencetuskan deklarasi soal NCD. Pihak AS dan Argentina tidak setuju adanya deklarasi tersebut.
1. Menkes Budi paparkan program reformasi kesehatan di era Presiden Prabowo Subianto

“Pada bulan Februari, kami meluncurkan program paling ambisius kami: skrining kesehatan gratis tahunan untuk 280 juta orang. Dengan kecepatan 500 ribu skrining per hari, kami menargetkan menjangkau 50 juta orang pada akhir tahun. Program ini mengintegrasikan 20 skrining untuk NCD dan kesehatan mental di tingkat layanan kesehatan primer. Untuk mewujudkannya, kami merevitalisasi 10 ribu fasilitas pelayanan kesehatan primer di lebih dari 7 ribu pulau berpenghuni—menstandardisasi, melengkapi, dan mendigitalkannya,” jelas Budi.
Pemerintah RI juga melengkapi fasilitas kesehatan sekunder dan tersier dengan kapasitas perawatan canggih—terutama untuk PTM seperti penyakit kardiovaskular, stroke, kanker, dan penyakit ginjal.
“Kami memastikan seluruh masyarakat Indonesia mendapatkan akses layanan kesehatan yang mereka butuhkan, tanpa meninggalkan siapa pun, sejalan dengan tema penting tahun ini: kesetaraan dan integrasi,” kata Budi.
Indonesia, kata dia, menyesalkan gagalnya forum di PBB menyepakati deklarasi NCD. Seluruh menteri kesehatan yang hadir di forum ini pun menyesalkan.
“Yang Mulia, kita tidak bisa tinggal diam. Deklarasi ini harus menjadi alat transformasi nyata—agar janji-janji yang dibuat di New York dapat dirasakan di desa-desa dan kota-kota di seluruh Indonesia, dan bahkan di seluruh dunia.”
2. Deklarasi NCD penting karena memasukkan penyakit yang selama ini diabaikan termasuk soal pendanaan

Dalam wawancara khusus dengan IDN Times di sela-sela acara di Gedung PBB itu, Budi mengatakan betapa pentingnya deklarasi dicapai. Salah satunya adalah masuknya kesehatan mental dan penyakit usia lanjut seperti demensia, alzheimer, dan parkinson, ke dalam kelompok NCD. Karena penyakit-penyakit itu sebelumnya dianggap di luar NCD.
“Akibatnya perhatian dari dunia, pembiayaan dari lembaga internasional kemudian pembiayaan asuransi agak terhambat. Padahal banyak sekali pasien-pasien, masyarakat yang mengalami gangguan jiwa dan terutama di negara yang sudah menua populasinya, jumlah penderita demensia tinggi,” ujar Budi.
Di Indonesia NCD yang menyebabkan kematian paling tinggi adalah stroke, jantung dan kanker. “Semua penyakit NCD ini cara paling murah dan paling baik adalah dideteksi dini, diobati dini. Jauh lebih murah, jauh lebih efektif dan kualitas hidup juga jauh lebih baik. Nah, Bapak Presiden di awal tahun ini, meluncurkan program cek kesehatan gratis yang intinya deteksi dini dari semua penyakit,” kata Budi.
3. Dukungan AS ke PBB dan lembaga donor kesehatan turun. Apa dampaknya?

“Sangat besar dampaknya, karena selain bantuan yang sifatnya bilateral, dulu sering diberikan USAID ke banyak negara berkembang, AS juga merupakan donor paling besar ke beberapa organisasi multilatral global kesehatan. Seperti misalnya Global Fund, GAVI, WHO juga didukung pemerintah AS. Dengan adanya penurunan atau penghentian bantuan AS ini akibatnya banyak negara-negaraberkembang dan juga banyak lembaga donor kesehatan global alami kesulitan dana,” jelas Budi.
Begitupun, dia berharap ada perbaikan kesadaran pentingnya meningkatkan anggaran Kesehatan secara global.
“Pagi ini saya ada pertemuan tentang tuberkulosis bertemu dengan kepala biro kerjasama kesehatan luar negeri AS. Biasanya pembiayaan kesehatan luar negeri disentralisasi di USAID, sekarang dipindahkan ke biro keamanan kesehatan dan diplomasi global di Bawah kementerian luar negeri AS. Nah dia menyampaikan semua pendanaan tidak berhenti, akan dialihkan ke biro ini. Tapi mereka akan gunakan aturan-aturan baru, kondisi baru untuk memberikan pendanaan. Intinya mereka tetap ingin tetap memberikan bantuan pendanaan, baik itu kepada negara berkembang maupun donor internasional, tapi mereka ingin lebih transparan dan ada hasilnya,” kata Budi.
4. Menkes Budi ingatkan bahaya keamanan dari penyakit yang datang diam-diam

Pagi harinya Budi menghadiri pertemuan membahas Tuberkulosis (TB), dan menjadi pembicara bersama dengan Menteri Kesehatan Filipina, Wakil Perintah AS dan Jepang. Ia mengingatkan di dunia ini ada beberapa jenis perang, yang paling kita ingat adalah perang dengan sesama manusia. Memakan korban paling besar itu Perang Dunia II sekitar 70-80 juta nyawa.
Sebenarnya ada perang yang kurang diingat oleh umat manusia, yaitu perang dengan kuman atau perang dengan patogen. Dengan penyakit. Contohnya TB, sudah membunuh 1 miliar orang selama 200 tahun. Setiap tahun 1 juta. Itu jauh lebih besar jumlahnya dari perang melawan manusia.
“Jadi, yang saya sampaikan yuk kalau untuk perang melawan manusia kita menyiapkan pendanaan yang luar biasa, mengapa kita tidak siapkan dana yang lebih besar lagi untuk menyiapkan seluruh bangsa atas perang melawan patogen atau pandemik atau virus yang terbukti membunuh lebih banyak manusia. Dan saya sampaikan bahwa perang melawan virus itu tidak kelihatan musuhnya, ada di mana? Kedua, tidak bisa satu negara bertarung sendirian. Karena virus itu bisa pindah antar negara dengan cepat sekali, tanpa harus lewat imigrasi dan pakai visa. Jadi semua negara harus bekerja sama dan saling membantu di bidang kesehatan, pendanaannya sebenarnya harusnya lebih besar dari pendanaan perang konvensional, untuk menyelamatkan anak cucu kita,” ujarnya.
5. Menkes Budi jelaskan mengapa Bill Gates layak mendapatkan Bintang Jasa Utama dari Pemerintah RI

“Bill Gates sudah banyak membantu Indonesia dan 194 negara anggota WHO di bidang kesehatan. Mulai dari obat-obatan HIV, malaria, obat dan perlakuan untuk TB. Dia juga banyak membantu penelitian teknologi baru, contohnya metoda wolbachia bakteri untuk bisa mengatasi dengue atau demam berdarah. Dan yang terkini Bill Gates membantu Indonesia sebagai lokasi uji klinis vaksin TB,” jawab Budi.
Di Indonesia TB masih membunuh 134 ribu rakyat setiap tahun atau setiap lima menit ada dua orang yang meninggal dunia.
“Dan kita belajar dari COVID-19, semua penyakit menular akan bisa kita kendalikan penularannya kalau kita temukan vaksinnya. Dan ini adalah penyakit menular yang paling banyak mematikan bukan hanya di Indonesia tapi juga di seluruh dunia. Dan tidak ada orang yang mau membantu karena ini terjadi di negara berkembang. Hanya Bill Gates yang mau membantu. Oleh karena itu Bapak Presiden melihat bahwa kontribusi Bill Gates yang luar biasa ke Indonesia dan dunia, maka diberi bintang jasa utama,” ucap Budi.