Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Eksekusi Mati Iran Melonjak Dua Kali Lipat di 2025

Bendera Iran (pexels.com/Engin Akyurt)
Bendera Iran (pexels.com/Engin Akyurt)
Intinya sih...
  • Kenaikan eksekusi terjadi sebelum gelombang demonstrasi besar pada 2022
  • Eksekusi dipercepat setelah konflik dengan Israel dan kekalahan di Timur Tengah
  • 99% eksekusi berkaitan dengan kasus pembunuhan dan pelanggaran narkoba
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – Pelaksanaan hukuman mati di Iran sepanjang 2025 melonjak signifikan hingga lebih dari dua kali lipat dibandingkan capaian setahun sebelumnya. Kelompok Hak Asasi Manusia Iran (IHR) yang berbasis di Norwegia mengungkapkan kepada BBC bahwa mereka telah memverifikasi sedikitnya 1.500 eksekusi hingga awal Desember.

Setelah periode tersebut, jumlah kasus yang tercatat masih terus bertambah. Sebagai perbandingan, pada tahun sebelumnya IHR hanya memastikan 975 eksekusi, sementara pemerintah Iran tak pernah mempublikasikan data resmi.

Kenaikan ini menunjukkan tren tahunan yang mencolok dan sejalan dengan laporan dari sejumlah pemantau independen lain. Di sisi lain, otoritas Iran tetap mempertahankan hukuman mati dengan menyatakan penerapannya hanya ditujukan bagi tindak kejahatan paling berat.

1. Peningkatan eksekusi terkait dinamika protes dan konflik

ilustrasi penjara
ilustrasi penjara (pexels.com/RDNE Stock project)

Pola kenaikan eksekusi sebenarnya sudah tampak sebelum gelombang demonstrasi besar pada 2022 yang dipicu kematian Mahsa Amini dalam tahanan. Perempuan Kurdi berusia 22 tahun itu ditangkap polisi moralitas di Teheran karena dinilai mengenakan jilbab tak sesuai ketentuan.

Unjuk rasa yang meluas kala itu menjadi salah satu tantangan paling serius bagi rezim teokrasi Iran dalam beberapa tahun terakhir. Merespons situasi tersebut, pemerintah mempercepat pelaksanaan hukuman mati dari sekitar 520 kasus pada 2022 menjadi 832 kasus pada 2023 menurut verifikasi IHR.

Meski terdapat sejumlah perkara yang menargetkan demonstran atau individu yang dicurigai sebagai mata-mata, sebanyak 99 persen eksekusi tetap berkaitan dengan kasus pembunuhan dan pelanggaran narkoba dengan komposisi yang relatif stabil.

Aktivis hak asasi manusia menilai angka eksekusi kerap meningkat saat pemerintah merasa berada di bawah tekanan. Lonjakan terbaru tercatat setelah konflik 12 hari dengan Israel pada Juni serta serangkaian kekalahan yang dialami kelompok proksi Iran di kawasan Timur Tengah.

2. Pemulangan paksa warga Afghanistan dari Iran

ilustrasi pesawat terbang (pexels.com/Pixabay)
ilustrasi pesawat terbang (pexels.com/Pixabay)

Dilansir dari Iran Internasional, sejumlah pengungsi Afghanistan yang dipulangkan secara paksa dari Iran dilaporkan mengalami penahanan tanpa proses hukum jelas, penyiksaan, hingga pembunuhan di luar proses peradilan setibanya kembali di Afghanistan, berdasarkan investigasi Afghanistan International.

Laporan itu mencatat sedikitnya enam kasus pembunuhan ekstrayudisial dan 11 kasus penahanan. Angka korban sebenarnya diperkirakan jauh lebih besar. Keluarga korban secara terbuka menuding Taliban berada di balik pola kekerasan yang berulang.

Skala pemulangan meningkat tajam setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan gencatan senjata dalam konflik 12 hari. Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) mencatat lebih dari 500 ribu warga Afghanistan diusir dalam rentang 24 Juni hingga 9 Juli 2025.

Menteri Dalam Negeri Iran Eskandar Momeni menyebut sekitar 1,5 juta warga Afghanistan telah dideportasi sepanjang tahun ini. Mayoritas dari mereka termasuk kelompok rentan seperti mantan pejabat pemerintah, jurnalis, dan aktivis masyarakat sipil yang melarikan diri setelah Taliban kembali berkuasa pada 2021.

3. Korban kekerasan pascadeportasi dan kekhawatiran internasional

ilustrasi kelompok bersenjata
ilustrasi kelompok bersenjata (pexels.com/Ivan Hassib)

Sejumlah individu yang dipulangkan dari Iran dilaporkan tewas dalam rentang waktu singkat setelah kembali ke Afghanistan. Kamin Jan, eks pegawai kementerian dalam negeri Afghanistan, ditembak mati di provinsi Takhar beberapa pekan setelah pemulangan.

Jenazah Gul Ahmad, juga eks pegawai kementerian dalam negeri, ditemukan di Farah usai lebih dari tiga bulan ditahan kelompok bersenjata yang membawa kartu identitas intelijen Taliban. Abdulwali Naimi, eks perwira pasukan khusus asal Panjshir, ditemukan meninggal di Kabul dua pekan setelah deportasi, sementara Ezzatullah, bekas komandan partai Junbish-e Milli di Sar-e Pol, dibunuh sehari setelah tiba karena masa berlaku visanya habis.

Ancaman juga menyasar tokoh oposisi Afghanistan di dalam wilayah Iran. Eks jenderal polisi Ikramuddin Sari tewas ditembak penyerang bertopeng di Teheran. Peristiwa ini menjadi pembunuhan kedua dalam kurun kurang dari empat bulan, setelah penembakan Maroof Ghulami di Mashhad.

Rangkaian insiden tersebut memicu kekhawatiran serius atas pelanggaran prinsip non-refoulement internasional yang melarang pemulangan seseorang ke wilayah yang mengancam nyawa atau kebebasannya. Meski telah menerima peringatan berulang dari berbagai organisasi hak asasi manusia, Iran tetap melanjutkan kebijakan deportasi.

Filippo Grandi, Komisaris Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pengungsi, menilai pemulangan paksa dari Iran maupun Pakistan sangat mengkhawatirkan karena memaksa orang kembali ke kondisi yang tak aman.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sonya Michaella
EditorSonya Michaella
Follow Us

Latest in News

See More

Profil DJ Donny, Selebgram Korban Teror Bom Molotov dan Bangkai Ayam

31 Des 2025, 17:46 WIBNews