Gelar Referendum, Rakyat Kazakhstan Setuju Pembangunan PLTN

- Kazakhstan mengadakan referendum pembangunan PLTN pertamanya untuk menggantikan pembangkit listrik batu bara yang polusi
- 64% pemilih mendukung rencana PLTN, meskipun sebelumnya menuai kritik dan kekhawatiran akan dampak nuklir Soviet dan campur tangan Rusia
- Penduduk Kazakhstan berharap proyek PLTN memberikan lapangan pekerjaan, namun ada kekhawatiran terhadap kualitas air danau serta masalah kesehatan
Jakarta, IDN Times - Kazakhstan memberikan suara dalam sebuah referendum pada Minggu (6/10/2024) mengenai pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pertamanya.
Hasil survei menunjukkan bahwa para pemilih mendukung ide yang diperkenalkan oleh kabinet Presiden Kassym-Jomart Tokayev, sebagai sebuah cara untuk menghapus pembangkit listrik tenaga batu bara yang berpolusi.
Pemerintah mengatakan bahwa pasokan energi yang dapat diandalkan diperlukan, guna melengkapi sumber-sumber terbarukan seperti tenaga surya dan angin. Hal ini mengingat Kazakhstan adalah salah satu produsen uranium terbesar di dunia, dan tenaga nuklir adalah pilihan yang tepat.
"Agar tidak tertinggal dari kemajuan global, kita harus menggunakan keunggulan kompetitif kita," kata Tokayev saat menjelang pemungutan suara, dikutip dari Reuters.
1. Alasan Kazakhstan menggelar referendum

Komisi Pemilihan Umum Pusat mengungkapkan, hampir 64 persen dari pemilih yang terdaftar telah memberikan suara mereka pada pukul 20:00 waktu setempat ketika tempat-tempat pemungutan suara ditutup. Sehingga, pemungutan suara tersebut sah.
Komisi akan mengumumkan hasil awal pada Senin, namun sebuah survei terhadap sekitar 284 ribu pemilih menunjukkan 69,8 persen dari mereka mendukung rencana itu, kata lembaga jajak pendapat lokal SOCIS-A beberapa jam setelah pemungutan suara berakhir.
Sebelumnya, rencana ini telah menghadapi kritik publik. Sebab, kekhawatiran akan bahaya terkait warisan uji coba nuklir Uni Soviet, di mana pengenalan negara itu terhadap nuklir dimulai dengan uji coba bom nuklir pertama Soviet pada 1949, dengan ratusan lainnya yang mengakibatkan korban jiwa dan lingkungan yang mengerikan di wilayah Semei di timur laut. Serta, kekhawatiran bahwa Rusia akan terlibat dalam proyek ini.
Hal tersebut yang menjadi alasan mengapa harus menggelar referendum terkait pembangunan PLTN di negara itu. Para pemimpin Kazakhstan tahu bahwa masalah tersebut kontroversial.
Di sisi lain, Tokayev berpendapat bahwa mengadakan pemungutan suara mengenai PLTN sejalan dengan konsepnya sebagai 'negara pendengar', yang berarti mendengarkan pendapat rakyat, RFE/RL melaporkan.
2. PLTN dianggap sebagai solusi pemenuhan kebutuhan listrik
Di desa Ulken di tepi Danau Balkhash, di bagian tenggara Kazakhstan, yang telah ditetapkan oleh kabinet sebagai lokasi pembangunan kilang, beberapa penduduk setempat berharap proyek tersebut akan memberikan lapangan pekerjaan. Sebagian lainnya mengungkapkan kekhawatiran mereka akan imbasnya terhadap kualitas air danau.
"Saya mendukung pembangkit listrik tersebut. Ini adalah masa depan kami," kata Dametken Shulgeyeva, penduduk yang tinggal di desa tersebut.
Kendati memiliki cadangan gas alam yang cukup besar, negara Asia Tengah berpenduduk 20 juta jiwa itu sebagian besar mengandalkan listrik bertenaga batu bara untuk memenuhi kebutuhan listriknya. Ini ditambah dengan beberapa pembangkit listrik tenaga air dan sektor energi terbarukan yang sedang berkembang.
Kazkahstan telah mengimpor listrik sebagian besar dari Rusia karena fasilitasnya yang sebagian besar sudah tua, sehingga kesulitan untuk memenuhi permintaan domestik. Batu bara pun dianggap sebagai sumber energi yang paling banyak menimbulkan polusi.
3. Pembangunan PLTN di Kazakhstan diperkirakan menelan biaya 10-12 miliar dolar AS

Kabinet Tokayev memperkirakan bahwa untuk pembangunan PLTN akan menelan biaya 10 miliar dolar AS hingga 12 miliar dolar AS (sekitar Rp156,8 triliun-Rp188,2 triliun) dan pihaknya mengharapkan para kontraktor untuk mendapatkan pendanaannya.
Sementara para kritikus mengatakan bahwa tujuan yang sama dapat dicapai dengan pembangkit listrik bertenaga gas, meski masih menggunakan bahan bakar fosil. Akan tetapi, hal ini dianggap memberikan polusi yang jauh lebih sedikit daripada pembangkit listrik baru bara dan memiliki risiko yang lebih kecil.
Kazakhstan pernah menjadi bagian dari Soviet, yang ketika bencana nuklir Chernobyl terjadi pada 1986, puluhan ribu warga Kazakhstan ikut ambil bagian dalam operasi pembersihan yang menyebabkan banyak orang mengalami gangguan kesehatan seumur hidup.