Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Israel Berencana Putus Listrik dan Air Gaza untuk Tekan Hamas 

potret krisis air di Gaza. (Sharon Azran, B’Tselem, CC BY 4.0 , via Wikimedia Commons)
Intinya sih...
  • Israel berencana memadamkan listrik dan air di Gaza sebagai bagian dari "Rencana Neraka" setelah Hamas menolak perpanjangan gencatan senjata.
  • Rencana juga mencakup pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza utara ke selatan, serta penggunaan bom-bom berat yang sebelumnya ditahan oleh AS.
  • Pemblokiran bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza menyebabkan lonjakan harga bahan pokok, dengan Qatar dan Mesir mengutuk tindakan Israel sebagai pelanggaran kesepakatan.

Jakarta, IDN Times - Israel berencana memadamkan listrik dan air di wilayah Gaza sebagai bagian dari strategi yang disebut "Rencana Neraka". Rencana tersebut muncul setelah Hamas menolak perpanjangan fase pertama gencatan senjata, dilansir dari The Guardian, Selasa (4/3/2025).

Rencana ini juga mencakup pemindahan paksa warga Palestina dari Gaza utara ke selatan. Stasiun radio Israel, Kan, melaporkan bahwa rencana tersebut bisa mulai dilaksanakan dalam waktu seminggu ke depan.

Israel telah memblokir semua bantuan kemanusiaan masuk ke Gaza sejak Minggu (2/3/2025). Mereka juga bersiap menggunakan bom-bom berat yang sebelumnya ditahan oleh mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden.

1. Israel-Hamas siaga tempur

Israel telah menginstruksikan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) untuk bersiap kembali bertempur. Mulai Rabu (5/3/2025), mereka akan beroperasi di bawah kepemimpinan kepala staf baru, Mayor Jenderal Eyal Zamir. Ia dikenal mendukung penggunaan kekuatan militer maksimal untuk mengalahkan Hamas di Gaza secara cepat.

Menanggapi kritik pemblokiran bantuan, juru bicara pemerintah Israel, David Mencer, mengklaim masih ada banyak persediaan makanan dan pasokan di Gaza.

"Ada banyak makanan dan persediaan di Gaza, 4.200 truk per minggu telah masuk selama gencatan senjata ini, cukup untuk berbulan-bulan. Suplai telah tersedia, namun Hamas tidak membagikannya" ujarnya.

Media Qatar melaporkan Hamas dan kelompok bersenjata lainnya juga kembali ke posisi siaga perang. Kelompok-kelompok tersebut meningkatkan pengamanan terhadap para sandera Israel yang masih mereka tahan.

Hamas dilaporkan mengekstrak bahan peledak dari bom-bom Israel yang belum meledak selama perang. Bahan peledak tersebut akan digunakan sebagai ranjau apabila pertempuran kembali pecah.

2. Gencatan senjata Israel-Hamas macet

Perundingan gencatan senjata terhenti sejak Jumat (28/2/2025) pekan lalu. Pemerintah Israel bersikeras agar fase pertama gencatan senjata diperpanjang selama bulan Ramadan dan Paskah Yahudi pada 20 April 2025.

Proposal tersebut mencakup pembebasan setengah dari sisa sandera yang masih ditahan Hamas. Sebagai gantinya, Israel akan membebaskan sejumlah tahanan Palestina. Otoritas Israel mencatat masih ada 59 sandera mereka di Gaza, namun 34 di antaranya diyakini telah meninggal.

Hamas menolak usulan tersebut. Mereka menuntut implementasi fase kedua sesuai kesepakatan gencatan senjata awal pada Januari lalu. Fase kedua seharusnya mencakup pelepasan seluruh sandera yang tersisa dan penarikan pasukan Israel dari Gaza.

Sementara itu, Liga Arab dijadwalkan bertemu di Kairo pada Selasa. Pertemuan tersebut akan membahas rancangan rencana Mesir untuk rekonstruksi Gaza. Rencana ini menawarkan alternatif dari proposal kontroversial Presiden Donald Trump bulan lalu yang ingin AS bisa mengambil alih Gaza.

3. Dampak pemblokiran bantuan terhadap warga Gaza

reruntuhan di Kota Gaza. (unsplash.com/mhmedbardawil)

Pemblokiran bantuan langsung berdampak pada harga bahan pokok di Gaza. Harga tepung melonjak dari 50 shekel (sekitar Rp228 ribu) menjadi 100 shekel (sekitar Rp456 ribu) dalam hitungan jam. Harga gula naik dari 6 shekel (sekitar Rp27 ribu) menjadi 10 shekel (sekitar Rp45 ribu).

Hassan Musa, seorang ayah delapan anak dari Gaza Utara yang mengungsi ke Khan Younis mengeluhkan situasi tersebut.

"Menahan bantuan dan mengancam memutus air serta makanan merupakan ketidakadilan dan kejahatan paling tinggi. Harga-harga naik tak terkendali, membuat perencanaan keuangan keluarga hampir mustahil," tuturnya.

Qatar dan Mesir mengutuk pemblokiran bantuan tersebut. Mesir menyebut tindakan Israel sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap kesepakatan dan menggunakan kelaparan sebagai senjata melawan rakyat Palestina.

The New Arab melansir, organisasi bantuan internasional memperingatkan warga Gaza berada dalam risiko ekstrem tanpa akses bantuan. Mereka khawatir kemajuan yang dicapai selama enam minggu gencatan senjata akan hilang. Norwegian Refugee Council meminta Israel segera membatalkan keputusan tersebut.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Leo Manik
EditorLeo Manik
Follow Us