Israel Perpanjang Larangan Siaran Media Asing, Anggap Berbahaya!

- Undang-undang larangan siaran asing Israel diperpanjang hingga 2027 tanpa status darurat
- Perdana Menteri berwenang melarang media asing tanpa persetujuan pengadilan
- Kebebasan pers Israel menurun di tengah perluasan kontrol terhadap media asing
Jakarta, IDN Times - Parlemen Israel, Knesset, pada Selasa (23/12/2025), menyetujui perpanjangan undang-undang yang memberi kewenangan kepada pemerintah untuk melarang siaran media asing yang dianggap membahayakan keamanan nasional. Aturan ini pertama kali diberlakukan pada April 2024, saat puncak konflik antara Israel dan Hamas.
Perpanjangan masa berlaku undang-undang tersebut ditetapkan hingga 31 Desember 2027 tanpa perlu adanya situasi darurat. Kebijakan ini terutama menyasar pada jaringan berita asal Qatar, Al Jazeera, yang oleh otoritas Israel dituduh menjadi alat propaganda kelompok militan Palestina.
1. Perpanjangan UU siaran asing Israel hingga 2027 tanpa status darurat
Undang-undang tersebut pertama kali diberlakukan di tengah konflik antara Israel dan Hamas yang meletus setelah serangan Hamas terhadap Israel pada Oktober 2023. Aturan ini membatasi siaran media asing selama masa keadaan darurat. Pemerintah Israel menuduh Al Jazeera berperan sebagai saluran propaganda bagi kelompok militan Palestina, sehingga pada Mei 2024 menutup kantor media itu di Israel dan menyita peralatannya.
Perpanjangan undang-undang ini disahkan melalui amandemen yang disetujui pada Senin malam (22/12/2025), beberapa minggu setelah Knesset mengakhiri status darurat nasional pada 1 Desember 2025. Dengan amandemen tersebut, ketentuan pembatasan terhadap siaran media asing tetap berlaku hingga 31 Desember 2027 tanpa syarat keadaan darurat.
“Amandemen ini memungkinkan hingga 31 Desember 2027, pemberlakuan pembatasan terhadap siaran media asing yang dianggap membahayakan keamanan negara," menurut pernyataan Knesset, di akun X, dilansir Al Jazeera.
Menteri Komunikasi Israel, Shlomo Karhi, mengatakan bahwa saluran yang mendukung terorisme tidak dapat diterima, baik dalam masa normal maupun saat darurat.
2. PM Israel berwenang larang media asing tanpa persetujuan pengadilan
Dalam undang-undang yang diperpanjang tersebut, Perdana Menteri Israel memiliki wewenang untuk menentukan apakah suatu media asing dianggap mengancam keamanan nasional setelah berkonsultasi dengan badan keamanan, termasuk kepolisian. Jika salah satu badan memberikan pendapat positif, Perdana Menteri dapat memerintahkan pelarangan siaran.
Setelah itu, Menteri Komunikasi akan menghentikan siaran, menutup kantor media terkait, menyita peralatan, serta memblokir situs web tanpa memerlukan persetujuan pengadilan.
“Setelah beberapa kali memilih untuk mengesahkan undang-undang ini selama perang guna menghentikan siaran Al Jazeera di Israel, semalam kami menuntaskannya secara permanen, terlepas dari status darurat," ujar Menteri Komunikasi Israel, Shlomo Karhi, dilansir The Sun.
3. Kebebasan pers Israel menurun di tengah perluasan kontrol terhadap media asing
Kebebasan pers di Israel dilaporkan menurun sejak pecahnya perang di Gaza. Menurut Indeks Kebebasan Pers 2025 yang dirilis RSF, Israel turun 11 peringkat ke posisi 112 dari total 180 negara. Perpanjangan undang-undang yang memungkinkan pelarangan media asing ini memicu kekhawatiran baru mengenai potensi sensor terhadap media internasional di tengah konflik yang masih berlanjut.
Meskipun pemerintah menyatakan kebijakan tersebut difokuskan untuk menghadapi ancaman terhadap keamanan nasional, para pengkritik menilai langkah itu dapat membatasi liputan independen tentang situasi di Gaza. Menteri Komunikasi Shlomo Karhi menegaskan bahwa aturan ini penting untuk melindungi Israel dari apa yang disebutnya sebagai saluran teroris, baik dalam masa perang maupun damai.


















