Israel Siapkan 60 Ribu Pasukan Cadangan untuk Operasi di Gaza

- Militer Israel panggil 60 ribu pasukan cadangan untuk perkuat operasi militer di Gaza.
- Konflik meluas ke Lebanon, Tepi Barat, dan Gaza, sementara blokade bantuan kemanusiaan masih berlangsung hingga awal Mei.
- Partisipasi pasukan cadangan menurun, memicu kekhawatiran soal dampak sosial dan ekonomi di dalam negeri Israel.
Jakarta, IDN Times - Militer Israel memanggil puluhan ribu pasukan cadangan untuk mendukung operasi militer yang diperluas di Gaza. Keputusan ini diambil setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menunda kunjungan luar negerinya ke Azerbaijan, menandakan fokus penuh pemerintah pada situasi keamanan yang memburuk.
Langkah ini diambil di tengah meningkatnya konflik dan kegagalan gencatan senjata yang sempat berlaku pada Maret 2025. Ketegangan di berbagai front, termasuk Lebanon, Tepi Barat, dan Gaza, mendorong Israel memperkuat posisinya secara menyeluruh.
Situasi di Gaza sendiri semakin mengkhawatirkan, dengan laporan korban sipil yang terus bertambah dan blokade bantuan kemanusiaan yang belum dicabut hingga awal Mei.
1. Israel mobilisasi 60 ribu pasukan cadangan
Israel Defense Forces (IDF) resmi memanggil sekitar 60 ribu pasukan cadangan pada Sabtu (3/5/2025). Mereka akan menggantikan pasukan aktif di wilayah perbatasan, sementara pasukan utama bersiap melakukan serangan darat lanjutan ke Gaza.
"Mobilisasi ini penting agar kami tetap punya kekuatan di semua front," kata seorang pejabat militer Israel, dikutip dari CTV News. Mobilisasi ini disebut sebagai salah satu yang terbesar sejak serangan Hamas pada Oktober 2023 lalu.
Namun, kebijakan ini tidak tanpa konsekuensi. Banyak pasukan cadangan yang harus meninggalkan pekerjaan dan keluarga dalam waktu mendadak, memicu kekhawatiran soal dampak sosial dan ekonomi di dalam negeri.
2. Konflik meluas, tekanan regional meningkat
Keputusan ini muncul setelah Kabinet Keamanan Israel menyetujui ekspansi operasi militer di Gaza pada Kamis (1/5/2025). Netanyahu membatalkan kunjungan kenegaraan demi memprioritaskan agenda keamanan nasional, dilansir The Times of Israel.
Krisis kemanusiaan di Gaza semakin parah. Lebih dari 1.600 warga Palestina dilaporkan tewas sejak gencatan senjata runtuh.
"Kami hidup dalam ketakutan dan kelaparan. Tidak ada bantuan yang masuk," ujar Amal, seorang warga Gaza, dikutip dari NPR.
Selain Gaza, Israel juga bersiap menghadapi ancaman regional lainnya. Pada Jumat (2/5/2025), kelompok Houthi di Yaman menembakkan rudal ke wilayah Israel. IDF mengklaim telah berhasil mencegat serangan tersebut tanpa menimbulkan korban.
3. Tantangan serius di militer Israel
Di balik mobilisasi besar, militer Israel menghadapi tantangan internal. Partisipasi pasukan cadangan terus menurun. Dilansir 972 Magazine, lebih dari 100 ribu pasukan cadangan dilaporkan menolak panggilan tugas sejak awal 2025.
“Semangat solidaritas yang dulu kuat mulai hilang,” kata Tom Mehager, aktivis yang menolak wajib militer. Banyak pasukan cadangan kini mempertanyakan arah operasi militer dan merasa lelah dengan konflik yang tak kunjung usai.
Tingkat kehadiran pasukan cadangan kini hanya sekitar 60 persen, menurut laporan stasiun nasional Kan. Jika tren ini berlanjut, kemampuan Israel untuk mempertahankan operasi jangka panjang di Gaza bisa terganggu, terutama di tengah desakan publik untuk mengakhiri perang.