Junta Myanmar Sebut Pemilu Bakal Digelar Desember 2025

- Pemimpin junta militer Myanmar Min Aung Hlaing akan mengadakan pemilihan umum pada Desember 2025.
- Meskipun terjebak dalam perang saudara dan ekonomi terpuruk, militer bertekad untuk melanjutkan pemilu.
- Para kritikus menilai pemilu ini hanya sebagai tipu daya untuk mempertahankan kekuasaan para jenderal melalui perwakilan.
Jakarta, IDN Times – Pemimpin junta militer Myanmar Min Aung Hlaing mengatakan akan mengadakan pemilihan umum Myanmar pada Desember 2025. Melalui pidatonya di parade tahunan hari angkatan bersenjata, Kamis (27/3/2025), ia berjanji akan menyerahkan kekuasaan kepada partai pemenang pemilu.
"Persiapan yang diperlukan sedang dilakukan untuk pemilu. Kami bekerja untuk menyelenggarakan pemilu yang diinginkan rakyat, yaitu pemilu yang bebas, adil, dan demokratis dengan multipartai," katanya, dilansir Channel News Asia.
Meskipun terjebak dalam perang saudara, ekonomi terpuruk, dan puluhan partai politik dilarang atau menolak ikut serta, militer bertekad untuk terus maju melalui pemilu.
"Kami akan menyerahkan kekuasaan kepada partai pemenang," imbuhnya di hadapan 7 ribu personel militer.
Sebelumnya, junta Myanmar selalu menjanjikan bakal digelar pemilu untuk memperbaiki kondisi politik negara tersebut. Namun, sampai sekarang, pemilu tak kunjung dilaksanakan.
1. Mengokohkan legitimasi kekuasaan lewat pemilu

Belum ada jadwal pasti yang ditentukan. Aung Hlaing hanya mengatakan bahwa pemilu kemungkinan akan digelar pada Desember atau Januari 2026.
Junta militer melakukan sensus tahun lalu sebagai bagian dari persiapan untuk membuat daftar pemilih. Namun survei hanya dilakukan di 145 dari 330 kotamadya di Myanmar.
Dikatakan bahwa 53 partai telah mendaftar untuk mengikuti pemilu. Sementara itu, pihak anti-junta mengatakan mereka akan mengganggu pemungutan suara dan telah meminta negara-negara lain untuk tidak mengakui hasilnya.
Para kritikus menganggap pemilu ini hanya sebagai tipu daya untuk mempertahankan kekuasaan para jenderal melalui perwakilan.
2. Pemilu tak jamin kebebasan

Dilansir Euronews, para kritikus mengatakan bahwa pemungutan suara yang direncanakan militer tidak akan bebas maupun adil karena tidak ada media yang bebas. Selain itu, sebagian besar pemimpin partai Liga Nasional untuk Demokrasi milik Aung San Suu Kyi juga telah ditangkap.
Suu Kyi menjalani hukuman penjara selama 27 tahun setelah dinyatakan bersalah dalam serangkaian penuntutan yang secara luas dianggap bermotif politik.
Sejak penggulingannya, junta militer telah berjanji untuk mengadakan pemilu. Namun, upaya itu terus ditunda hingga saat ini.
3. Utamakan perdamaian daripada pemilu

Beberapa analis mengatakan penyelenggaraan pemungutan suara dapat memicu lebih banyak kekerasan di negara tersebut. Negara-negara ASEAN juga telah meminta junta untuk memprioritaskan perdamaian daripada pemilu.
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, konflik telah menyebabkan lebih dari tiga juta orang mengungsi di Myanmar. Akibatnya, kerawanan pangan meluas dan lebih dari sepertiga penduduk membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Sementara itu, upaya perlawanan juga terus muncul dari kalangan masyarakat sipil. Pertengahan bulan ini, Tentara Pembebasan Nasional Karen (KNLA) berhasil menguasai pos militer di Pulu Tu, wilayah perbatasan dengan Thailand.
Akibat serangan itu, militer Myanmar melarikan diri hingga ke wilayah Thailand. Sementara ribuan pekerja asing yang diduga terlibat dalam sindikat penipuan daring juga dideportasi dari wilayah tersebut.