Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jusuf Kalla: Solusi Konflik di Negara Muslim Harus Atasi Ketimpangan

Wakil Presiden ke-10 dan 12, Jusuf "JK" Kalla ketika berbicara di Malaysia pada 29 Juli 2024. (Dokumentasi Humas JK)
Wakil Presiden ke-10 dan 12, Jusuf "JK" Kalla ketika berbicara di Malaysia pada 29 Juli 2024. (Dokumentasi Humas JK)

Jakarta, IDN Times - Wakil Presiden ke-10 dan 12, Jusuf "JK" Kalla mengatakan saat ini 60 persen konflik di dunia terjadi di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim. Menurutnya, akar persoalan konflik dan kekerasan yang terjadi di negara-negara muslim ada tiga hal, yaitu ketimpangan, ideologi, dan kemelaratan. Ketiganya terjadi pada waktu bersamaan. 

Hal itu disampaikan JK ketika berbicara dalam konferensi internasional mengenai pemikiran dan peradaban Islam di Universitas Ashlan Shah, Ipoh, Malaysia, Senin (29/7/2024). Acara tersebut juga dihadiri Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim, dan Sultan Perak, Sultan Nazrin Muizuddin Shah. 

"Karena akar persoalannya tidak diatasi, maka konflik dan kekerasan mudah sekali disulut," ujar JK, seperti dikutip dari keterangan tertulis. 

Bila menyangkut konflik agama, menurut JK, pihak-pihak yang terlibat dalam konflik selalu tersulut dan terprovokasi. Hal itu dipicu cara pandang yang salah, yaitu membunuh lawan yang berbeda agama. 

"Dengan begitu maka jalan menuju ke surga akan semakin mulus. Dalam konteks ini, surga dijadikan barang dagangan untuk saling membunuh," imbuhnya. 

1. JK jelaskan saling bunuh tak membawa surga dalam konflik Poso dan Maluku

Wakil Presiden ke-10 dan 12, Jusuf "JK" Kalla ketika berbicara di Malaysia pada 29 Juli 2024. (Dokumentasi Humas JK)
Wakil Presiden ke-10 dan 12, Jusuf "JK" Kalla ketika berbicara di Malaysia pada 29 Juli 2024. (Dokumentasi Humas JK)

Lebih lanjut, JK membagikan pengalaman empiriknya menjadi pihak yang terlibat proses mediasi di Poso, Sulawesi Tengah dan Maluku. Tokoh senior di Partai Golkar itu mengatakan kepada pihak Kristen dan Islam yang bertikai, keduanya tidak akan masuk surga bila tetap saling membunuh. 

"Kalian semua tidak bakal masuk surga, tapi masuk neraka. Tidak ada agama yang menganjurkan saling bunuh," ujarnya menirukan kalimatnya kepada pihak yang bertikai ketika itu. 

Konflik di Poso berlangsung pada periode 1998 hingga 2001. Peristiwa itu bermula dari sebuah bentrokan kecil antarkelompok pemuda sebelum akhirnya menjalar menjadi kerusuhan bernuansa agama. 

Akibat peristiwa itu 577 orang tewas, 7.932 rumah hancur, dan 510 fasilitas umum terbakar. Konflik baru berakhir ketika ditanda tangani Perjanjian Malino I di antara kedua pihak. 

Sementara, peristiwa kerusuhan Maluku kali pertama meletus pada 19 Januari 1999. Mulanya, kerusuhan berada di pusat Kota Ambon, tetapi kemudian menyebar ke pinggiran lalu di pulau-pulau sekitar Ambon. Imbasnya, umat beragama di Maluku terbelah. 

Konflik tersebut akhirnya tuntas dengan ditekennya Perjanjian Malino II pada 2002 di Malino, Sulawesi Selatan. Akibat peristiwa itu, sebanyak 8 ribu hingga 9 ribu orang meninggal dunia. 

2. JK yakini konflik di Poso dan Maluku bukan karena perbedaan agama

JK bertolak ke Afghanistan (Istimewa)
JK bertolak ke Afghanistan (Istimewa)

JK juga berpandangan dalam penyelesaian konflik harus mengutamakan pelurusan cara berpikir, agar tidak terjadi kegagalan dalam memahami pangkal konflik. Ia menilai apa yang terjadi di Poso dan Maluku bukan disebabkan karena adanya perbedaan agama. Kerusuhan yang terjadi di dua daerah itu, kata dia, disebabkan karena persoalan politik. 

Sementara, Guru Besar Sosiologi dan Teologi Universitas Kristen Indonesia (UKI) Maluku, Jhon Ruhulessin, mengatakan faktor agama dan meluasnya konflik Ambon tidak bisa dihindarkan. Maka, kata dia, penyelesaian konflik juga harus dilakukan dengan membangun kesadaran kemajemukan dalam beragama.

Jhon menilai penyelesaian masalah antarumat beragama tidak boleh ditempuh dengan jalan kekerasan juga. Sebab, hal itu malah akan menimbulkan kekerasan lainnya. 

3. Konflik di Aceh bisa diselesaikan dengan menghapus ketimpangan

Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (IDN Times/Aryodamar)
Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (IDN Times/Aryodamar)

Sementara, JK melanjutkan, pangkal konflik di Aceh terjadi lantaran adanya ketidakadilan. Aceh, kata dia, kaya akan sumber daya alam minyak bumi dan gas alam, tetapi yang diterima masyarakat sebagai pemasukan daerah sangat sedikit. 

Maka, solusi yang ditawarkan JK untuk mendamaikan konflik saat itu antara lain dengan mengembalikan 70 persen pendapatan minyak bumi dan gas alam ke Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Rochmanudin Wijaya
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us