Komunitas LGBT Turki Dilanda Ketakutan di Bawah Kepemimpinan Erdogan

Jakarta, IDN Times - Pidato Presiden Recep Tayyip Erdogan, yang menargetkan komunitas LGBT di Turki selama pemilihan bulan lalu, telah membuat banyak orang hidup dalam ketakutan. Bahkan, beberapa dari mereka berencana untuk meninggalkan negara tersebut.
Kelompok LGBT khawatir bahwa homofobia akan semakin meningkat selama masa jabatan baru Erdogan, termasuk kemungkinan adanya tindakan hukum.
Bekir, seorang mahasiswa hukum yang berusia 21 tahun, mengatakan bahwa tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, dia dan pasangan gay-nya kini hidup dalam ketakutan terhadap penggerebekan polisi.
"Oposisi kalah dan ketakutan kami menjadi kenyataan. Melarikan diri sepertinya satu-satunya solusi, yang sangat mengecewakan," kata Bekir, yang menolak menyebutkan nama lengkapnya, dikutip dari Reuters.
1. LGBT disebut sesat dan mengancam nilai-nilai keluarga tradisional
Menjelang pemungutan suara pada putaran pertama dan kedua, yang dimenangkan oleh Erdogan, pemimpin konservatif Turki itu berulang kali menyerang kelompok LGBT dengan menyebutnya sesat dan berjanji untuk memperkuat serta melindungi nilai-nilai keluarga tradisional.
Dia juga menyerang saingan oposisi Kemal Kilicdaroglu karena berjanji untuk menghormati keyakinan, gaya hidup, dan identitas semua orang, termasuk komunitas LGBTQ.
"Apakah CHP LGBT? Apakah HDP LGBT?" tanya Erdogan, mengacu pada partai sekuler Kilicdaroglu dan kelompok utama pro-Kurdi yang mendukung aliansi oposisi, dikutip dari RFI.
"Ya!" jawab kerumunan.
Dia kemudian bertanya lagi kepada para pendukungnya yang bersemangat apakah partai AKP yang berkuasa ramah terhadap LGBTQ.
"TIDAK!"
Ameda Murat Karaguzu, seorang asisten proyek di asosiasi LGBTQ, mengaku bahwa dia kini telah mengalami lebih banyak ujaran dan tindakan kebencian. Dia mengatakan retorika jahat pemerintah merupakan penyebab utama meningkatnya homofobia belakangan ini.
"Para pelaku sadar bahwa tidak akan ada konsekuensi (hukum) untuk membunuh atau menyakiti kami," katanya.
2. Banyak LGBT meninggalkan Turki karena merasa tidak aman
Sementara itu, anggota parlemen Rumeysa Kadak dari partai AKP mengatakan bahwa orang-orang LGBT dilindungi di negara itu.
"Terkait LGBTQ yang tinggal di Turki, kami tidak pernah ikut campur dalam gaya hidup atau pilihan pribadi siapa pun, yang juga dijamin oleh konstitusi," katanya setelah pemungutan suara putaran kedua.
Namun, beberapa pembela HAM mengatakan bahwa kebencian terhadap komunitas LGBT Turki telah berkembang sejak 2015, ketika pihak berwenang melarang parade Istanbul Pride dengan alasan keamanan dan kekhawatiran publik.
Mahmut Seren, seorang pengacara dan pembela hak LGBT, kini lebih banyak orang yang pergi meninggalkan Turki akibat meningkatnya tekanan pemerintah terhadap kelompok tersebut.
"Turki tidak pernah menjadi negara yang sempurna untuk komunitas LGBT, tapi sekarang orang-orang (LGBT) merasa tidak aman," kata Seren.
3. Tekanan pemerintah terhadap gerakan LGBT meningkat
Melansir Reuters, anggota komunitas dan aktivis LGBT mengatakan, diskriminasi terhadap mereka tidak pernah begitu intens dan terbuka seperti sekarang.
Pada 7 Juni, polisi menutup pemutaran film "Pride" yang berkisah tentang solidaritas antara aktivis gay dan penambang yang melakukan mogok kerja di Inggris tahun 1980-an. Gubernur distrik mengatakan bahwa pemutaran film tersebut bertentangan dengan nilai-nilai kebangsaan dan moral serta dapat merusak ketentraman masyarakat.
Bulan ini, gubernur Istanbul Davut Gul juga mengatakan di akun Twitter-nya bahwa aktivitas apa pun yang mengancam struktur keluarga tradisional tidak akan diizinkan.
Beberapa media pro-pemerintah bahkan menyebut organisasi LGBT sebagai kelompok teroris dan mengkritik Uni Eropa karena mendanai mereka.
Pendukung HAM mengungkapkan bahwa pidato yang disampaikan pemerintah sama dengan ujaran kebencian. Mereka juga khawatir tentang kemungkinan perubahan hukum yang dapat mengkriminalkan aktivitas LGBT, meskipun selama ini belum ada upaya untuk mengubah undang-undang sejak kemenangan Erdogan.
"Kami takut tapi kami tidak akan meninggalkan jalanan," kata Cuneyt Yilmaz, advokat hak LGBT.