Korut Minta AS Mengakui Statusnya Sebagai Negara Nuklir

Jakarta, IDN Times - Korea Utara (Korut) menolak gagasan dialog dengan Amerika Serikat (AS) yang bertujuan melucuti senjata nuklirnya. Pada Selasa (29/7/2025), Pyongyang menuntut Washington untuk mengakui statusnya sebagai negara pemilik senjata nuklir.
Pesan tersebut disampaikan oleh Kim Yo Jong, saudara perempuan pemimpin Korut, Kim Jong Un. Ia mengakui hubungan antara kakaknya dan Presiden AS Donald Trump tidak terlalu buruk. Namun, ia memperingatkan bahwa pemanfaatan hubungan itu untuk agenda denuklirisasi akan dianggap sebagai ejekan.
1. Status nuklir adalah harga mati
Melansir Al Jazeera, Kim Yo Jong menegaskan bahwa posisi Korut sebagai negara nuklir tidak dapat diubah dan tidak bisa ditawar. Status ini bahkan telah diabadikan dalam undang-undang tertinggi negara tersebut, yang diklaim mencerminkan kehendak seluruh rakyatnya.
Pyongyang beralasan bahwa situasi geopolitik global serta kapabilitas militer mereka telah berubah drastis. Menurutnya, kondisi sekarang tidak bisa lagi disamakan dengan situasi pada saat KTT tahun 2018 atau 2019.
“Pengakuan atas posisi DPRK (Korut) yang tidak dapat diubah sebagai negara pemilik senjata nuklir harus menjadi prasyarat untuk memprediksi dan memikirkan segala sesuatu di masa depan,” ujar Kim.
Sikap keras ini tidak hanya ditujukan kepada Washington. Sehari sebelumnya, Pyongyang juga telah menolak tawaran dialog yang diajukan oleh Presiden baru Korea Selatan, Lee Jae-myung.
2. Upaya Korut mengendalikan agenda diplomatik
Analis melihat rentetan pernyataan yang dirilis dalam dua hari berturut-turut ini sebagai sebuah langkah strategis yang tidak biasa. Korut dinilai sedang berupaya mengambil inisiatif dalam kemungkinan negosiasi.
“Ini menunjukkan niat Korut untuk memimpin, baik melalui dialog atau konfrontasi, dalam membentuk agenda Semenanjung Korea,” kata Yang Moo-jin dari University of North Korean Studies, dilansir dari South China Morning Post.
Menurut Yang, Korut tidak lagi tertarik pada pembicaraan pelucutan senjata secara total. Namun, mereka mungkin bersedia membuka negosiasi terkait pengurangan senjata nuklir jika dilakukan atas dasar pijakan yang setara dengan AS.
Negosiasi nuklir antara AS-Korut telah macet selama bertahun-tahun. Kegagalan KTT di Hanoi pada 2019, yang disebabkan oleh ketidaksepakatan soal pencabutan sanksi, membuat Korut justru mempercepat program senjatanya.
3. AS akan tetap upayakan denuklirisasi
Meskipun Korut menutup kemungkinan untuk denuklirisasi, sikap AS tidak berubah. Gedung Putih menyatakan bahwa AS akan tetap mengupayakan penghapusan seluruh senjata nuklir di Semenanjung Korea.
Sementara itu, Korsel menyatakan dukungan terhadap potensi dimulainya kembali dialog AS-Korut. Kantor kepresidenan di Seoul akan terus berkomunikasi dengan Washington terkait kebijakan terhadap Korut, dilansir NBC.
Kepercayaan diri Pyongyang saat ini juga ditopang oleh hubungan yang semakin erat dengan Rusia dan China. Kedua negara tersebut telah menggunakan hak veto mereka di PBB untuk melindungi Korut dari sanksi internasional tambahan, dilansir NYT.
“Jika AS gagal menerima kenyataan baru ini, dan bertahan dengan masa lalu, pertemuan Korut-AS hanya akan menjadi angan-angan bagi pihak AS,” kata Kim.