MA Thailand Tetapkan Thaksin Shinawatra Bayar Pajak Hingga Rp9 Triliun

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Agung (MA) Thailand menetapkan mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra wajib membayar pajak 17,6 miliar baht atau sekitar Rp9 triliun, atas penjualan saham Shin Corporation pada 2006.
Putusan ini menghidupkan kembali salah satu perkara yang paling mengguncang politik Thailand dalam dua dekade terakhir.
Penjualan saham tersebut, yang kala itu dialihkan ke Temasek Holdings dari Singapura, memicu tuduhan konflik kepentingan serta penghindaran pajak, dan menjadi titik awal dari protes besar yang berujung pada kudeta militer 2006. Thaksin tetap bersikeras transaksi itu legal, namun gelombang penolakan publik saat itu tak terbendung.
Pemerintah Thailand menyebut keputusan MA membuka jalan bagi otoritas pajak untuk mulai memproses kembali kewajiban finansial tersebut. Menteri Keuangan Ekniti Nitithanprapas menegaskan pihaknya menunggu detail lanjutan sebelum memulai penagihan.
“Masalah ini harus diproses berdasarkan putusan pengadilan,” katanya, dikutip dari Channel News Asia, Rabu (19/11/2025).
Putusan ini menjadi babak baru bagi Thaksin, tokoh politik paling polarizing di Thailand, yang saat ini sedang menjalani hukuman penjara satu tahun dalam kasus berbeda.
1. Putusan pajak yang menghidupkan luka politik lama

Keputusan Mahkamah Agung kembali menyorot dinamika lama antara Thaksin dan institusi negara. Kasus penjualan Shin Corp telah lama menjadi simbol perdebatan soal kekuasaan, kepentingan bisnis, dan integritas pejabat publik.
Penjualan 2006 itu memicu kemarahan publik setelah terungkap transaksi dilakukan dengan nilai besar namun tanpa dibebani pajak, karena struktur kepemilikan keluarga Shinawatra. Kontroversi ini kemudian berkembang menjadi aksi protes berbulan-bulan di Bangkok.
Ketegangan politik tersebut menciptakan momentum bagi militer untuk mengambil alih kekuasaan, dan menggulingkan Thaksin dari jabatannya. Kudeta itu kemudian membuka era baru perpecahan politik yang masih membayangi Thailand hingga kini.
Kementerian Keuangan mengatakan tengah mempelajari langkah administratif terkait tagihan pajak. “Departemen Pajak sedang menelaah rinciannya,” ujar Ekniti Nitithanprapas tanpa menyebutkan tenggat waktu proses penagihan.
2. Tekanan hukum menghantui keluarga Shinawatra
Putusan MA terhadap Thaksin datang pada saat keluarga Shinawatra menghadapi tekanan hukum berlapis. Dalam beberapa bulan terakhir, dua anggota keluarga yang juga pernah menjabat perdana menteri menerima putusan pengadilan yang memberatkan.
Pada Agustus, putrinya Paetongtarn Shinawatra dicopot dari jabatannya sebagai perdana menteri, setelah pengadilan memutus ia melanggar etika. Kasus tersebut berawal dari kebocoran rekaman telepon yang melibatkan mantan pemimpin Kamboja, Hun Sen.
Sementara itu pada Mei, saudara perempuan Thaksin sekaligus mantan PM Yingluck Shinawatra diperintahkan membayar ganti rugi 305 juta dolar AS terkait kegagalan program subsidi beras. Yingluck sudah lebih dulu dijatuhi hukuman lima tahun penjara secara in absentia pada 2017.
Ia memilih tinggal di luar negeri untuk menghindari eksekusi hukuman, memperkuat persepsi bahwa keluarga Shinawatra sering menjadi target dalam konflik politik Thailand yang berkepanjangan.
3. Dampak politik Thaksin
Putusan pajak terbaru berpotensi mempersempit ruang gerak Thaksin di kancah politik, terutama karena ia baru kembali ke Thailand tahun lalu, setelah bertahun-tahun hidup di pengasingan. Situasi hukum yang terus berkembang dapat kembali memicu ketegangan politik domestik.
Para analis menilai tagihan pajak dalam jumlah besar ini dapat menjadi tekanan ekstra bagi Thaksin untuk menjaga jarak dari politik praktis, meski ia tetap memiliki pengaruh kuat di balik layar.
Namun, kubu pendukung Thaksin selama ini menganggap proses hukum yang membelitnya sarat dengan motif politik. Sementara, kubu penentang melihat putusan tersebut sebagai langkah untuk menegakkan akuntabilitas pejabat publik.
Meskipun situasi terkini menambah deretan tantangan hukum bagi keluarga Shinawatra, Thaksin tetap menjadi figur sentral dalam politik Thailand, dengan basis massa yang loyal sekaligus oposisi yang kuat.


















