Meradangnya Negara Arab Gegara Visi Israel Raya Diungkit Netanyahu

- Yordania, Arab Saudi, dan Qatar mengecam visi Israel Raya sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara tetangga.
- Mesir dan Liga Arab menyatakan pernyataan Netanyahu merusak stabilitas regional dan menolak jalan perdamaian.
- Visi tersebut pertama kali muncul setelah perang 1967 untuk merujuk pada kendali Israel atas wilayah Palestina, Yordania, Mesir, Lebanon, dan Suriah yang diduduki.
Jakarta, IDN Times - Negara-negara Arab secara luas mengecam dukungan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu terhadap ‘Israel Raya’. Mereka menyebut visinya sebagai provokasi berbahaya.
Visi tersebut mencakup wilayah Palestina yang diduduki serta sebagian Yordania, Lebanon, Suriah, dan Mesir.
Dalam wawancara dengan saluran berita i24 Israel pada Selasa lalu, Netanyahu menggambarkan gagasan tersebut sebagai misi lintas generasi yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Ia mengatakan telah membingkainya sebagai misi spiritual sekaligus historis.
“Saya merasa seperti sedang menjalankan misi spiritual dan historis untuk orang-orang Yahudi," ujarnya, dikutip dari Times of Israel, Jumat (15/8/2025).
Dalam wawancara tersebut, pembawa acara sayap kanan dan mantan anggota Knesset, Sharon Gal, memberikan Netanyahu sebuah jimat berisi peta Israel Raya. Gal bercanda, "Saya tidak akan memberikannya kepada Anda—saya tidak ingin Anda mendapat masalah. Ini untuk istri Anda, Sara."
Ketika ditanya langsung apakah ia secara pribadi mengidentifikasi diri dengan visi Israel Raya, Netanyahu menjawab, “Tentu saja.”
1. Kecaman Negara Arab

Komentar Netanyahu langsung dikecam oleh negara-negara Arab. Yordania menyebutnya sebagai eskalasi provokatif yang mengancam kedaulatan negara-negara tetangga dan melanggar hukum internasional.
Arab Saudi juga mengecam pernyataan tersebut, menolak rencana ekspansionis yang diadopsi oleh otoritas pendudukan Israel.
Sementara Qatar mengecam pernyataan Netanyahu sebagai perpanjangan dari pendekatan pendudukan yang didasarkan pada arogansi, yang memicu krisis dan konflik, dan secara terang-terangan melanggar kedaulatan negara, hukum internasional, Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta resolusi legitimasi internasional.
2. Stabilitas Timur Tengah makin hancur

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Mesir mengeluarkan pernyataan yang menyerukan klarifikasi atas pernyataan Netanyahu. "Pernyataan semacam itu merusak stabilitas regional, menolak jalan perdamaian, dan bertentangan dengan aspirasi para aktor internasional dan regional yang berupaya mengamankan keamanan abadi," kata kementerian tersebut.
Liga Arab menggambarkan pernyataan Netanyahu sebagai pelanggaran berat hukum internasional dan ancaman serius bagi keamanan nasional kolektif Arab. Liga Arab mengatakan komentar tersebut merupakan upaya untuk membagi wilayah kedaulatan negara-negara tetangga guna menciptakan apa yang disebut Israel Raya.
"Pernyataan ini mencerminkan niat ekspansionis dan agresif yang tidak dapat diterima atau ditoleransi," kata Liga Arab dalam sebuah pernyataan. Liga Arab menuduh Netanyahu berpegang teguh pada pola pikir kolonial dan mendesak Dewan Keamanan PBB untuk campur tangan.
Lebih lanjut, Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) mengeluarkan pernyataan bersama yang mengecam komentar Netanyahu sebagai pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan serangan langsung terhadap stabilitas regional.
"Deklarasi berbahaya ini menyoroti arah sebenarnya dari pasukan pendudukan dan menimbulkan ancaman langsung bagi perdamaian regional dan global," bunyi pernyataan tersebut.
3. Apa itu Visi Israel Raya?

Visi Israel Raya sudah ada sejak lama, dengan istilah tersebut pertama kali mendapatkan daya tarik setelah perang 1967 untuk merujuk pada kendali Israel atas Yerusalem Timur, Tepi Barat, Gaza, Sinai, dan Dataran Tinggi Golan.
Awal tahun ini, Kementerian Luar Negeri Israel menerbitkan peta daring yang selaras dengan klaim historis atas ‘Israel Raya’. Peta tersebut menggambarkan wilayah yang membentang di Palestina, Yordania, Mesir, Lebanon, dan Suriah yang diduduki, dan menghubungkannya dengan kerajaan-kerajaan Yahudi kuno.
Pernyataan Netanyahu dapat diartikan sebagai kelanjutan dari kebijakan yang telah ditempuh Israel tahun ini. Baru-baru ini, tentara pendudukan mengumumkan niatnya untuk menduduki Gaza sepenuhnya, dengan alasan bahwa itulah satu-satunya cara untuk mengakhiri serangan selama 22 bulan.
Hal ini menyusul seruan bulan lalu dari 14 menteri Likud dan Ketua Knesset Amir Ohana agar Netanyahu segera mencaplok Tepi Barat. Seruan tersebut dirilis dalam sebuah pesan yang diunggah oleh Menteri Keuangan Bezalel Smotrich di X.
Pada bulan yang sama, Knesset mengesahkan RUU pendahuluan yang mendesak pemerintah untuk memaksakan kedaulatan Israel atas Tepi Barat dan Lembah Yordan. RUU tersebut disahkan dengan 71 suara mendukung dan hanya 13 suara menentang.
RUU tersebut menyatakan bahwa wilayah-wilayah ini merupakan bagian tak terpisahkan dari tanah air historis orang-orang Yahudi. RUU menyerukan langkah-langkah strategis untuk meresmikan kendali.
Februari lalu, anggota parlemen Partai Republik AS mengajukan rancangan undang-undang untuk menghapus istilah Tepi Barat dari dokumen resmi pemerintah dan menggantinya dengan Yudea dan Samaria — terminologi Alkitab yang sering digunakan oleh pemukim Israel dan politisi sayap kanan untuk menegaskan klaim historis.