Prancis: Putin Harus Sadar Bahwa Perang Butuh Biaya Besar

Jakarta, IDN Times – Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noel Barrot, mengatakan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin kini seharusnya mulai menyadari bahwa perang terhadap Ukraina membawa konsekuensi yang sangat berat. Menurutnya, melanjutkan agresi itu akan membutuhkan biaya besar, baik secara militer maupun diplomatik.
Pernyataan tersebut disampaikan Barrot wartawan pada Senin (2/6/2025) usai putaran kedua perundingan Rusia dan Ukraina di Istanbul, Turki.
Ia menekankan pentingnya upaya negosiasi antara kedua pihak, yang tidak boleh gagal. Barrot menyatakan bahwa mitra Barat Ukraina berkomitmen untuk mendorong Putin ke meja perundingan, baik secara sukarela maupun dengan tekanan.
“Ukraina, yang berjuang demi kebebasan, kedaulatan, dan integritas teritorialnya, tidak akan menyerah jika Putin terus melanjutkan agresinya,” kata Barrot, dikutip dari Anadolu Agency.
1. Prancis pastikan Ukraina dapat dukungan kuat dari Eropa

Menanggapi peluncuran negosiasi perdamaian Moskow-Kiev yang berlangsung di Istanbul pada Senin, Barrot menyebut bahwa Prancis masih menunggu "tanda awal" dari Putin yang menunjukkan niat tulus untuk berkomitmen pada gencatan senjata dan perdamaian yang adil serta berkelanjutan.
“Sejauh ini, yang kami lihat hanyalah manuver mengulur waktu untuk melanjutkan perang,” ujar Barrot.
Ia memastikan bahwa Prancis akan terus mendukung Ukraina dan bekerja sama dengan mitra internasional untuk meningkatkan tekanan terhadap Moskow agar menghentikan perang dan mencari solusi damai.
Barrot juga menyebut bahwa sanksi besar-besaran sedang dipersiapkan oleh Komisi Eropa bersama Kongres Amerika Serikat (AS). Barrot bertemu dengan senator AS Lindsey Graham dan Richard Durbin pada akhir pekan untuk mendiskusikan paket sanksi di pihak AS.
2. Negosiasi di Istanbul sepakati pertukaran tawanan

Putaran kedua negosiasi antara Rusia dan Ukraina berlangsung di Istanbul pada Senin. Dalam pertemuan tersebut, kedua pihak sepakat mempersiapkan pertukaran besar-besaran tawanan perang.
“Kami sepakat menukar semua tawanan perang yang terluka parah dan sakit. Kami juga akan menukar para prajurit muda berusia 18–25 tahun, serta 6 ribu jenazah prajurit yang telah gugur,” kata Menteri Pertahanan Ukraina, Rustem Umerov, dikutip dari Politico.
Ukraina juga menyerahkan daftar ratusan nama anak-anak yang dideportasi secara ilegal dari wilayahnya kepada delegasi Rusia. Kepulangan anak-anak itu akan menjadi indikator keseriusan Moskow dalam proses perdamaian.
“Kiev juga mengusulkan agar pertemuan antara para pemimpin kedua negara digelar pada akhir Juni,” ujar Umerov.
3. Rusia masih tolak gencatan senjata

Wakil Menteri Luar Negeri Ukraina, Sergiy Kyslytsya, menyampaikan bahwa Rusia hingga kini masih menolak menerima usulan gencatan senjata penuh.
Kepala delegasi Rusia, Vladimir Medinsky, mengatakan bahwa Moskow hanya menawarkan gencatan senjata terbatas selama dua hingga tiga hari di sejumlah titik garis depan untuk memungkinkan pengumpulan jenazah.
Sebelum pertemuan tersebut, delegasi Ukraina menyampaikan dokumen yang memuat visi perdamaian mereka. Isi dokumen itu mencakup seruan untuk segera memberlakukan gencatan senjata tanpa syarat, melaksanakan pertukaran tahanan secara menyeluruh, memulangkan semua anak-anak Ukraina yang dideportasi secara ilegal ke Rusia, serta membebaskan seluruh sandera sipil yang masih ditahan.
Sementara itu, Kremlin sebelumnya telah menegaskan bahwa mereka tidak akan menyampaikan visi perdamaian versi Rusia kepada Kiev. Seusai perundingan, Kantor Berita TASS hanya menerbitkan sebuah memorandum berisi syarat-syarat lama Moskow.
Di dalamnya, Rusia kembali menuntut agar Ukraina menarik diri dari empat wilayah yang telah dianeksasi secara ilegal, melucuti senjata, menghentikan mobilisasi pasukan baru, serta menyatakan diri sebagai negara netral dan non-nuklir.
Selain itu, Moskow juga mendesak agar gereja Rusia dikembalikan, dan Ukraina menyelenggarakan pemilihan presiden dalam waktu 100 hari setelah status darurat militer dicabut.
Lebih jauh, Rusia menginginkan pengakuan internasional atas semua wilayah Ukraina yang telah didudukinya sejak 2014, pencabutan semua sanksi, dan komitmen bahwa sanksi baru tidak akan diberlakukan di masa mendatang.