Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Presiden Serbia Pro-Rusia, Aleksander Vucic, Amankan Periode Keduanya

Aleksandar Vucic (Twitter.com/Александар Вучић)
Aleksandar Vucic (Twitter.com/Александар Вучић)

Jakarta, IDN Times - Serbia, salah satu negara di Balkan, pada Minggu (3/4/22) melaksanakan pemilu pemilihan presiden. Dalam pesta demokrasi tersebut, petahana yang mencalonkan diri, Aleksandar Vucic menang telak sehingga tidak membutuhkan putaran kedua. 

Selain itu, Partai Progresif Serbia (SNS) yang mengusung Vucic juga mendapatkan suara cukup dominan di parlemen.

Aleksandar Vucic adalah salah satu pemimpin Eropa yang disebut pro-Rusia. Kemenangannya dalam pemilu kali ini juga mendapatkan sambutan positif dari Kremlin. Presiden Rusia Vladimir Putin memberikan selamat atas kemenangan yang ia raih.

1. Kemenangan telak dengan hampir 60 persen pemilih memberi dukungan

Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)
Ilustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Jumlah total penduduk Serbia sekitar 6,8 juta orang. Dalam pemilu kali ini, mereka yang ikut berpartisipasi ada sekitar 60 persen dari total pemilih. Berdasarkan jumlah tersebut, Vucic disebut mendapatkan sekitar 59,8 persen suara.

Dikutip The Guardian, kemenangan Vucic itu berarti dia tidak memerlukan pemilu putaran kedua dan akan dapat membentuk pemerintahan berikutnya dengan kelompok koalisi.

Vucic sebelumnya telah mendapatkan jabatan strategis di Serbia. Dia pernah menjadi Menteri Pertahanan, Perdana Menteri, dan terakhir Presiden. Kemenangannya kali ini membuatnya mendapatkan posisi presiden selama dua periode.

"Saya sangat berterima kasih kepada warga Serbia. Saya bangga tanpa henti dan bahagia tanpa henti," kata Vucic.

Partai oposisi utama di Serbia, United Serbia, tidak mampu menjegal kemenangan SNS. United Serbia hanya mendapatkan 13 persen suara. Kandidat presiden dari kelompok tersebut, Zdravko Ponos, mendapatkan sekitar 17,1 persen suara pemilih.

Sekutu Vucic, partai Sosialis Serbia, mendapatkan 11,6 persen suara, persis membuntuti United Serbia yang oposisi. Partai-partai lain berbagi sisa suara pemilih yang masing-masing mengumpukan tak lebih dari 10 persen suara.

2. Vucic menjanjikan perdamaian dan stabilitas negara

Serbia telah lama mengajukan diri untuk bergabung dengan Uni Eropa (UE). Meski begitu, Vucic lebih condong terhadap Rusia. Pesaing Vucic, Zdravko Ponos, adalah pensiunan jenderal angkatan darat yang pro-UE, tak bisa menumbangkan popularitas petahana.

Menurut Reuters, dalam mencari masa jabatan keduanya, Vucic menjanjikan perdamaian dan stabilitas Serbia. Negaranya sendiri akhir-akhir ini mendapatkan tekanan dari Barat untuk memilih antara Moskow dan upayanya bergabung dengan UE.

Dalam pengakuannya, Vucic mengatakan perang di Ukraina saat ini berdampak pada kampanye pemilu dirinya. Tapi dia mengatakan Serbia tidak memiliki rencana menyimpang dari permainan keseimbangan, antara menjadi anggota UE dan menjalin hubungan dekat dengan Rusia dan China, investor utama Serbia.

3. Vucic dinilai pro-Rusia dan mendapat kritik keras karena dugaan korupsi

Aleksandar Vucic (Twitter.com/Александар Вучић)
Aleksandar Vucic (Twitter.com/Александар Вучић)

Serbia memiliki hubungan yang dekat dengan Rusia secara historis. Negara pecahan Yugoslavia itu hampir seluruh pasokan gasnya berasal dari Rusia. Tentara Serbia juga mempertahankan hubungan dekat dengan militer Rusia.

Dilansir Al Jazeera, Kosovo yang juga memisahkan dari Yugoslavia kesulitan untuk mendapatkan keanggotaan di PBB. Ini karena Moskow yang dekat dengan Beograd memblokir upaya keanggotaan tersebut.

Dalam perang Rusia di Ukraina, Serbia menolak untuk menjatuhkan sanksi terhadap Rusia seperti yang telah dilakukan negara-negara Eropa lainnya. Tapi Serbia mendukung dua resolusi PBB yang mengutuk invasi Rusia ke Ukraina.

Lawan politik Vucic telah menyerang presiden karena dugaan korupsi. Kelompok hak asasi manusia juga menuding bahwa pemerintahan Vucic terlalu banyak menekan dan mengendalikan media, kutip Deutsche Welle.

Gaya pemerintahan Vucic dinilai oleh kelompok oposisi sebagai pemerintahan otokratis, korupsi, nepotisme, pengendalian media, serangan terhadap lawan politik, dan hubungan dengan kejahatan terorganisir. Vucic dan pemerintahannya berulang kali menolak tuduhan tersebut.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Vanny El Rahman
EditorVanny El Rahman
Follow Us