Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sebanyak 20.000 Bayi Lahir Saat Konflik di Gaza, Bak di Neraka

Seorang wanita membawa bendera putih bersama sekelompok warga Palestina yang melarikan diri dari Kota Gaza ke Jalur Gaza selatan di jalan Salah al-Din di Bureij, 7 November 2023. (AP Photo/Mohammed Dahman)

Jakarta, IDN Times - Sebanyak 20 ribu bayi lahir di tengah konflik perang antara Hamas dan Israel. Generasi baru lahir di jalur Gaza. Setiap 10 menit ada bayi yang lahir di tengah dentuman bom dan senjata.

Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yakni United Nations Children's Fund atau UNICEF melaporkan kondisi bayi yang lahir seperti di neraka.

"Dalam 105 hari eskalasi di Jalur Gaza, hampir 20.000 bayi telah lahir dalam perang. Itu adalah bayi yang lahir dalam perang yang mengerikan ini setiap 10 menit," tulis UNICEF seperti dalam konferensi pers Palais des Nations di Jenewa, dikutip Rabu (23/1/2024)

1. Ibu hamil bertahan di tengah serangan dan terkena penyakit

ilustrasi seseorang anak sedang tidur (pexels.com/Esma Karagoz)
ilustrasi seseorang anak sedang tidur (pexels.com/Esma Karagoz)

Spesialis Komunikasi UNICEF Tess Ingram mengungkapkan bagaimana dia menghabiskan waktu bersama para ibu di Rumah Sakit Emirat di Rafah, Jalur Gaza.

“Hari dimana terjadi pengingat akan kekuatan hidup di tengah kekacauan perang. Tapi itu juga merupakan hari yang paling memilukan dari tujuh hari yang saya habiskan di Gaza," katanya

Ibu di sana mengandung saat jalan-jalan Kota Gaza ketika diserang. Sekarang, 46 hari setelah operasi caesar, seorang dirawat di rumah sakit karena infeksi parah. Dia terlalu lemah untuk menggendong bayi barunya, Ali.

“Mashael, rumahnya di tengah dihantam, suaminya terkubur di bawah reruntuhan selama beberapa hari dan kemudian, bayinya berhenti bergerak di dalam dirinya. Dia bilang dia yakin sekarang, sekitar sebulan kemudian, bayinya sudah meninggal. Dia masih menunggu perawatan medis. Dia mengatakan kepada saya bahwa yang terbaik adalah “seorang bayi tidak dilahirkan dalam mimpi buruk ini”," kata Tess.

2. Operasi darurat caesar pada ibu hamil yang meninggal

Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza Utara, Palestina (Quds News Network, t.me/QudsNen)

Perawat di sana juga telah melakukan operasi caesar darurat pada enam wanita yang meninggal dalam delapan minggu terakhir. Terjadi lebih banyak keguguran karena udara dan asap yang tidak sehat akibat pemboman.

“Situasi perempuan hamil dan bayi baru lahir di Jalur Gaza tidak dapat dipercaya, dan hal ini memerlukan tindakan yang intensif dan segera," kata Tess

“Situasi kematian bayi dan ibu yang sudah genting telah memburuk seiring dengan runtuhnya sistem layanan kesehatan," ujarnya.

3. Risiko ibu alami kematian hingga trauma emosional

Jalur Gaza saat Perang Enam Hari (britanica.com)

Para ibu menghadapi tantangan yang tak terbayangkan dalam mengakses layanan medis, nutrisi, dan perlindungan yang memadai sebelum, selama, dan setelah melahirkan.

“Rumah Sakit Emirat di Rafah kini melayani sebagian besar perempuan hamil di Jalur Gaza,' ujar dia.

“Berjuang dengan kondisi yang penuh sesak dan sumber daya yang terbatas, staf terpaksa memulangkan ibu dalam waktu tiga jam setelah operasi caesar,"

Kondisi di Gaza membuat ibu berisiko mengalami keguguran, bayi lahir mati, persalinan prematur, kematian ibu, dan trauma emosional.

4. Bayi baru lahir alami dampak kekurangan gizi

Api dan asap membubung selama serangan udara Israel di tengah maraknya kekerasan Israel-Palestina, di Jalur Gaza selatan (11/5/2021). (ANTARA FOTO/REUTERS / Ibraheem Abu Mustafa/aww)

Belum lagi trauma perang juga berdampak langsung pada bayi baru lahir, yang mengakibatkan tingginya angka kekurangan gizi, masalah tumbuh kembang, dan komplikasi kesehatan lainnya.

“Wanita hamil dan menyusui serta bayi hidup dalam kondisi yang tidak manusiawi, tempat penampungan sementara, gizi buruk, dan air yang tidak aman. Hal ini menyebabkan sekitar 135.000 anak di bawah usia dua tahun berisiko mengalami malnutrisi parah," kata Tess.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us