Trump Happy DK PBB Sahkan Resolusi Gaza Usulan AS

- China dan Rusia masih mempertanyakan kejelasan mandat ISF di Gaza.
- Hamas menolak resolusi ini.
- Indonesia sambut baik resolusi tersebut.
Jakarta, IDN Times - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyambut pengesahan resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai pembentukan Board of Peace (BoP) dan International Stabilization Force (ISF) di Jalur Gaza. Melalui unggahan di platform Truth Social, Trump menyebut hasil pemungutan suara tersebut sebagai pencapaian bersejarah bagi diplomasi internasional.
“Selamat kepada dunia atas voting luar biasa Dewan Keamanan PBB beberapa saat yang lalu, yang mengakui dan mendukung board of peace, yang akan saya pimpin,” tulis Trump dalam unggahan di Truth Social, Selasa (18/11/2025). Ia menggambarkan keputusan tersebut sebagai salah satu persetujuan paling signifikan dalam sejarah PBB.
Trump juga mengklaim bahwa implementasi resolusi ini dapat membuka jalan menuju stabilitas yang lebih luas, baik di Gaza maupun kawasan lain. “Ini akan tercatat sebagai salah satu persetujuan terbesar dalam sejarah PBB dan akan membawa lebih banyak perdamaian di seluruh dunia,” ujarnya.
Ia turut menyampaikan terima kasih kepada negara-negara yang mendukung resolusi tersebut, termasuk Qatar, Mesir, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, Indonesia, Turki, dan Yordania. Trump mengatakan bahwa daftar anggota BoP akan diumumkan dalam beberapa minggu mendatang.
1. China dan Rusia masih mempertanyakan kejelasan mandat ISF di Gaza

Dilansir Anadolu, resolusi yang disahkan dengan 13 suara setuju, sementara China dan Rusia abstain, memberikan mandat baru kepada BoP untuk mengawasi tata kelola transisi, rekonstruksi, dan penyaluran bantuan kemanusiaan di Gaza. Badan tersebut juga akan menjadi tempat koordinasi politik antara pihak-pihak yang terlibat dalam proses stabilisasi.
ISF, yang juga dibentuk melalui resolusi itu, ditugaskan menjaga keamanan dasar, mendukung demiliterisasi, dan memastikan area publik serta jalur bantuan tetap aman. Dalam teks resmi, kehadiran BoP dan ISF akan berlaku hingga 31 Desember 2027 dan dapat diperpanjang melalui keputusan Dewan Keamanan.
PBB menekankan bahwa ISF bukan pasukan ofensif, melainkan pasukan stabilisasi yang berfungsi untuk menciptakan kondisi aman bagi rekonstruksi dan proses politik. Penerapannya harus dilakukan dalam koordinasi penuh dengan Mesir, Israel, dan negara-negara yang berkomitmen pada kerja sama dengan ISF.
Resolusi ini muncul setelah Israel dan Hamas menerima tahap awal 20 poin Gaza Plan yang dirancang Trump, mencakup gencatan senjata dan skema pertukaran sandera sebagai dasar normalisasi keamanan.
2. Hamas menolak resolusi ini

Dukungan terhadap resolusi itu datang dari sejumlah negara yang sebelumnya terlibat dalam proses diplomasi yang panjang. AS menyebut konsensus 13 suara setuju sebagai bukti meningkatnya dukungan internasional terhadap kerangka stabilisasi baru di Gaza.
Namun, respons tidak sepenuhnya positif. Hamas menolak resolusi tersebut dan menyebutnya sebagai upaya penerapan mekanisme ‘perwalian’ internasional di Gaza. Kelompok itu menilai mandat ISF yang mencakup dukungan terhadap demiliterisasi menjadikan pasukan tersebut pihak dalam konflik.
Sementara itu, sejumlah negara anggota Dewan yang abstain, China dan Rusia, mengemukakan kekhawatiran tentang mandat pasukan dan struktur kepemimpinan BoP. Beijing menilai beberapa bagian resolusi masih memerlukan kejelasan operasional.
Meski demikian, AS menilai resolusi ini sebagai momentum penting untuk mengalihkan konflik Gaza menuju jalur diplomasi yang terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara internasional.
3. Indonesia sambut baik resolusi tersebut
Indonesia termasuk negara yang disebut Trump sebagai pendukung utama proses penyusunan resolusi ini. Pemerintah Indonesia sebelumnya menyatakan menyambut baik pengesahan resolusi tersebut dan menilai langkah itu penting untuk memastikan keberlanjutan gencatan senjata.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Yvonne Mewengkang menegaskan, resolusi ini memberi landasan kuat bagi penyaluran bantuan kemanusiaan, rekonstruksi, serta penguatan kapasitas Otoritas Palestina. Menurutnya, kejelasan mandat ISF sangat penting agar pelaksanaannya tetap berada dalam koridor hukum internasional.
Indonesia juga menekankan bahwa penyelesaian konflik dan proses politik di Gaza harus melibatkan Otoritas Palestina sebagai pemilik legitimasi politik. Pemerintah kembali menegaskan komitmennya terhadap solusi dua negara dan dukungan bagi kemerdekaan Palestina.
Jakarta menyerukan kepada komunitas internasional untuk mendukung proses perdamaian yang diatur resolusi ini “atas nama kemanusiaan,” agar jalur diplomasi dapat menggantikan siklus kekerasan yang telah berlangsung bertahun-tahun.

















