Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Uji Coba Vaksin Ebola di Afrika Barat Hasilkan Antibodi yang Kuat

ilustrasi(unsplash.com/Mufid Majnun)
ilustrasi(unsplash.com/Mufid Majnun)

Jakarta, IDN Times- Vaksin Ebola yang telah dikembangkan oleh Johnson & Johnson dan Merck & Co, menghasilkan antibodi penangkal virus. Vaksin ini tampaknya aman untuk diberikan kepada anak-anak dan orang dewasa, menurut data dari dua penelitian yang dilakukan di Afrika Barat.

Vaksin kedua ini mampu menghasilkan antibodi selama 14 hari setelah suntikan pertama dari dua dosis suntikan. Ini dapat dideteksi pada tingkat yang berbeda pada anak-anak dan orang dewasa selama setahun, menurut data penelitian yang diterbitkan pada Rabu (14/12/2022), dan hasilnya telah dipublikasikan di The New England Journal of Medicine .

Vaksin tersebut memfokuskan pada jenis virus Zaire, bukan jenis Ebola Sudan yang pada baru-baru ini dikabarkan menyebabkan wabah. Virus Ebola Sudan menyebabkan sedikitnya 56 korban meninggal di Uganda karena virus tersebut.

1. Kedua vaksin yang di uji coba menghasilkan respons antibodi yang baik

ilustrasi(unsplash.com/ Pawel Czerwinski)
ilustrasi(unsplash.com/ Pawel Czerwinski)

Satu rejimen menguji satu dosis vaksin Johnson & Johnson, dengan diikuti suntikan penguat vaksin dari pembuat obat Denmark, Bavarian Nordic Sementara rejimen yang lainnya menguji dua dosis vaksin Merck dengan jarak 8 minggu. Pilihan ketiga dengan mengikuti dosis Merch pertama dengan plasebo.

“Saya pikir penelitian ini menunjukkan bahwa kedua vaksin menghasilkan respons antibodi yang baik,” kata Dr H Clifford Lane, salah satu peneliti dan direktur klinis di Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular Amerika Serikat, bagian dari National Institutes of Health ( NIH), kutip Al Jazeera.

Hanya suntikan Merck yang memiliki potensi diberikan sebagai dosis tunggal. Sementara vaksin Johnson & Johnson, masih memerlukan tindak lanjut sebagai rejimen dua dosis, tambah Lane.

2. Uji coba vaksin di Afrika Barat diikuti kurang lebih 2.801 peserta

ilustrasi(unsplash.com/Seth Doyle)
ilustrasi(unsplash.com/Seth Doyle)

Para peneliti NIH mencatat bahwa mereka tidak bisa menilai tingkat perlindungan yang sebenarnya terhadap penyakit dari vaksin karena tidak ada peserta vaksinasi yang tertular Ebola selama uji coba itu berlangsung. Pendaftaran peserta uji coba itu mulai sejak 2017. Namun, mereka mengatakan bahwa vaksin tersebut aman untuk digunakan pada anak-anak dan orang dewasa.

“Tindak lanjut jangka panjang dari peserta dalam uji coba ini dilakukan untuk menentukan apakah dan kapan dosis penguat mungkin diperlukan,” kata Brian Greenwood, rekan penulis studi dari London School of Hygiene & Tropical Medicine, kutip Al Jazeera.

Sebanyak 1.400 orang dewasa dan 1.401 anak berusia satu hingga 17 tahun telah ikut berpartisipasi dalam rangka uji coba. Ini adalah kerja sama Kementerian Kesehatan Liberia dan dengan Pusat Penelitian Klinis Universitas dan Pusat Pengembangan Vaksin-Mali.

3. Semua vaksin untuk uji coba di Afrika Barat telah disetujui regulator Eropa dan WHO

ilustrasi(unsplash.com/agreement)
ilustrasi(unsplash.com/agreement)

Vaksin Merck Ervebo, telah mendapat persetujuan dari regulator Eropa dan diprakualifikasi oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2019. Sedangkan Johnson & Johnson`s Zabdeno, mendapatkan izin Eropa dan WHO, masing-masing pada 2020 dan 2021.

Mvabea dari Bavarian Nordic, yang digunakan dalam rejimen Johnson & Johnson, juga mendapatkan persetujuan Eropa pada 2020 dan prakualifikasi WHO pada 2021.

Strain Ziare, memiliki tingkat kematian hingga 90 persen dan merupakan yang paling mematikan dari lima jenis strain Ebola. Itu merupakan penyebab epidemi Ebola pada 2014-2016 di Afrika Barat yang menewaskan korban jiwa lebih dari 11 ribu orang.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Follow Us