Dari Tiongkok, Retno dan Erick Bawa 5 Oleh-oleh Ini untuk Indonesia

Jakarta, IDN Times - Menteri Luar Negeri (Menlu) Republik Indonesia, Retno Marsudi, bersama Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, pergi melawat ke Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada Rabu hingga Kamis (19-20/8/2020).
Dalam kunjungan tersebut, kedua bawahan Jokowi-Ma’ruf itu bertemu dengan State Councillor sekaligus Menlu RRT, Wang Yi. Secara garis besar, lawatan selama dua hari itu bertujuan untuk memperkuat hubungan diplomatik Indonesia-Tiongkok.
“Tahun ini, Indonesia-RRT akan memperingati hubungan diplomatik ke-70. Kita ingin maknai 70 tahun hubungan ini dengan cara memperkokoh kerja sama yang saling menguntungkan,” kata Retno saat konferensi pers virtual, Kamis (20/8/2020).
Selain bertemu dengan pihak pemerintah Tiongkok, Retno dan Erick juga bertemu dengan pihak-pihak swasta juga terjadi, di antaranya Sinovac, Sinopharm, CanSino, dan China Railway.
Lantas, apa saja oleh-oleh yang berhasil dibawa pulang Retno ke Indonesia?
1. Komitmen untuk memperkuat kerja sama Indonesia-Tiongkok

Sekembalinya ke Indonesia, Retno telah mengantongi komitmen Tiongkok untuk meningkatkan kerja sama di bidang perdagangan. Hal ini dinilai penting karena Tiongkok merupakan mitra strategis Indonesia sekaligus investor terbesar kedua setelah Singapura.
Alumni Universitas Gadjah Mada (UGM) itu juga memaparkan, angka ekspor Indonesia ke Tiongkok meningkat 11,74 persen (dari US$12,32 miliar menjadi US$13,77 miliar) pada semester 1 2020 jika dibandingkan dengan semester 1 2019. Persentase impor dari Tiongkok juga turun sebesar 11,86 persen.
Salah satu cara Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke Tiongkok yaitu dengan mengusulkan kelompok kerja gabungan.
“Terkait perdagangan, Indonesia mengusulkan pembentukan Join Working Group for Trade guna memfasilitasi berbagai hambatan perdagangan dan semakin dibukannya pasar Tiongkok bagi produk untuk Indonesia,” papar dia.
2. Komitmen menjaga stabilitas kawasan dan keamanan global

Pada kesempatan yang sama, Retno juga mengapresiasi Tiongkok yang tetap berkomitmen untuk menjaga stabilitas kawasan serta mendukung presidensi Indonesia di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sepanjang Agustus 2020.
Untuk merayakan 30 tahun hubungan dialog Tiongkok-ASEAN, Retno juga berharap Tiongkok mengedepankan pendekatan sesuai norma-norma internasional di tengah sengketa Laut China Selatan (LCS).
“Indonesia memiliki keyakinan bahwa kemitraan akan dapat terus kokoh selama kemitraan itu selalu menghormati hukum internasional, termasuk saat membahas Laut China Selatan,” ujar dia.
3. Kerja sama di bidang pengembangan vaksin COVID-19

Pada kujungan tersebut, Retno dan Erick menyaksikan kesepakatan antara Bio Farma dengan Sinovac terkait pengembangan vaksin COVID-19. Retno mengatakan ada dua dokumen yang ditandatangani. Pertama, dokumen yang menjamin ketersediaan dan keterjangkauan harga vaksin yang disepakati hingga 40 juta dosis vaksin untuk periode November 2020-Maret 2021.
Dokumen kedua adalah MoU untuk komitmen kapasitas vaksin setelah Maret 2021 hingga akhir 2021. “Ini adalah kerja sama yang cukup panjang antara Bio Farma dengan Sinovac,” ungkap Retno.
“Indonesia menyampaikan pentingnya jumlah vaksin yang memadai, tepat waktu, aman, dan harga terjangkau. Indonesia melihat adanya komitmen kuat dari sejumlah industri farmasi RRT untuk kerja sama vaksin, kami juga melihat komitmen RRT untuk mendukung kerja sama tersebut,” terangnya.
4. Menyepakati essential business travel corridor arrangement

Kemudian, pertemuan itu juga menghasilkan essential business travel corridor arrangement, yang secara khusus mengatur perjalanan bisnis dan kedinasan yang esensial serta mendesak secara aman.
“Ini adalah essential travel koridor ketiga yang sudah kita buat dengan negara lain. Pertama dengan Uni Emirate Arab pada 29 Juli 2020, kemudian dengan Korea Selatan berlaku mulai 17 Agustus 2020, dan dengan RRT yang kita luncurkan pada hari ini dan berlaku segera,” kata dia.
5. Pencegahan perdagangan manusia

Terakhir, Retno berharap penyelundupan manusia tidak lagi terjadi di kapal-kapal ikan Tiongkok. Untuk mencegah hal itu, dia meminta otoritas Tiongkok untuk mengambil peran lebih dalam pencegahan sekaligus penindakan.
“Masih terjadi kasus-kasus yang menimpa ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan RRT. Saya menekankan bahwa isu ini sudah bukan isu antara swasta, namun pemerintah sudah harus terlibat untuk memastikan bahwa pelanggaran-pelanggaran kemanusiaan tidak terjadi di masa mendatang,” tutup dia.