Orang Kulit Hitam di Amerika Serikat Lebih Rutin ke Gereja dan Berdoa

Generasi Z dan millennial banyak agnostik dan ateis

Jakarta, IDN Times - Survei yang dilakukan Pew Research Center mengungkap, ternyata orang kulit hitam di Amerika Serikat (AS) lebih rutin berkunjung ke gereja dan lebih sering berdoa, jika dibandingkan dengan keseluruhan orang AS. Sebagian dari mereka juga menghadiri kebaktian di gereja yang didominasi orang kulit hitam.
 
Orang-orang kulit hitam menjadikan agama sebagai sumber inspirasi dan harapan. Sehingga mereka sering memanjatkan doa ketika berhadapan dengan keputusan-keputusan sulit. Tempat ibadah yang didominasi orang kulit hitam juga memiliki tingkat kehadiran tinggi.
 
“(Sebanyak) 60 persen orang kulit hitam AS menggunakan layanan keagamaan di gereja yang didominasi oleh orang kulit hitam, apakah itu berarti setiap minggu atau hanya beberapa kali dalam setahun. Sedangkan, 25 persen sisanya pergi ke gereja yang dihuni beragam etnis dan 13 persen pergi ke gereja yang mayoritas etnis hispanik dan asia,” demikian tertulis dalam laporan Pew Research.

Baca Juga: Tembak Pria Kulit Hitam, Seorang Polisi Ohio Dipecat

1. Orang dewasa kulit hitam lebih religius daripada millennial dan generasi Z

Orang Kulit Hitam di Amerika Serikat Lebih Rutin ke Gereja dan BerdoaIlustrasi (Unsplash.com/anaya_katlego)

Survei yang melibatkan lebih dari 8.660 responden ini menemukan 66 persen orang kulit hitam di AS beragama Protestan, 6 persen Katolik, dan 3 persen menganut Kristen lainnya, yang kebanyakan Saksi-Saksi Yehuwa. Adapun 3 persen lainnya kebanyakan memeluk Islam.
 
Hal yang menarik adalah sekitar 21 persen responden yang semuanya berusia di atas 18 tahun mengaku tidak berafiliasi dengan agama apapun. Sebagian mengidentifikasikan diri sebagai ateis atau agnostik. Pola inilah yang mendasari argumen Pew Research bila tingkat religiusitas orang kulit hitam di AS, dalam beberapa tahun ke depan, akan mengalami penurunan.  
 
Fenomena tidak beragama meningkat dari generasi ke generasi. Sekitar tiga dari sepuluh (28 persen) generasi Z dan generasi millennial (33 persen) mengaku tidak terafiliasi secara religius.

2. Orang kulit hitam lebih nyaman beribadah di Gereja Protestan

Orang Kulit Hitam di Amerika Serikat Lebih Rutin ke Gereja dan BerdoaPersiapan jelang ibadah Natal, di Gereja Katedral, Jakarta, Rabu (23/12/2020). Gereja Katedral Jakarta akan menggelar misa malam Natal dan misa Natal 2020 dengan membatasi umat yang hadir untuk beribadah sebanyak 20 persen dari kapasitas gereja (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Survei ini juga mengungkap keinginan orang-orang kulit hitam agar lingkaran peribadatan mereka tidak bercampur dengan etnis atau ras lain. Kendati, 61 persen responden juga berpandangan bahwa jemaah gereja harusnya multietnis.
 
Ada dua alasan yang menjelaskan mengapa orang-orang kulit hitam relatif lebih nyaman beribadah di Gereja Protestan yang didominasi orang dengan warna kulit sama. Pertama, materi-materi khotbah yang berkenaan dengan kehidupan sehari-hari. Sekitar 77 persen responden menuturkan bila gereja memainkan andil penting dalam advokasi isu-isu kesetaraan dan kemanusiaan.  
 
“Gereja Protestan misalnya memberikan khotbah dengan tema yang mengaitkan antara ras dan reformasi pidana,” demikian tertuang dalam laporan Pew.
 
Alasan lainnya adalah suasana berdoa. Orang-orang kulit hitam cenderung lebih ekspresif ketika berdoa, mulai dari mengucapkan kata “amin” dengan lantang, menari serta melompat, hingga mengucapkan kalimat-kalimat ritual dengan bahasa kebatinan tertentu, sebuah praktik yang kental dengan ajaran Pantekostalisme.

3. Berikut tanggapan para tokoh agama

Orang Kulit Hitam di Amerika Serikat Lebih Rutin ke Gereja dan BerdoaPersiapan jelang ibadah Natal, di Gereja Katedral, Jakarta, Rabu (23/12/2020). Gereja Katedral Jakarta akan menggelar misa malam Natal dan misa Natal 2020 dengan membatasi umat yang hadir untuk beribadah sebanyak 20 persen dari kapasitas gereja (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Survei yang dilakukan sepanjang 19 November 2019 hingga 3 Januari 2020 ini turut mewawancarai 30 pendeta kulit hitam. Clyde Posley Jr. dari Gereja Baptis Antiokhia di Indianapolis mengatakan, praktik ibadah seharusnya tidak memandang warna kulit.
 
“Saya tidak berpikir harus ada Gereja Hitam (sebutan untuk gereja yang didominasi oleh orang kulit hitam). Tidak ada surga Hitam dan surga putih. Gereja, tepat suatu hari nanti, akan menghindari pelabelan Gereja Hitam dan akan menjadi gereja universal," kata dia.
 
Tanggapan lain diutarakan Harvey L. Vaughn III yang merupakan pendeta senior di Gereja Bethel AME di San Diego. Meski dikatakan gereja ikut memperjuangkan kesetaraan, kata dia, tetapi gereja saat ini cenderung absen dalam sejumlah isu-isu krusial.
 
“Ketika Anda menyaksikan (demonstrasi) Black Lives Matter, itu adalah pertama kalinya gereja tidak menjadi ujung tombak dari suatu pemberontakan politik,” ungkap Harvey.
 
Ungkapan senada disampaikan Pendeta Sandra Reed dari Gereja St. Mark Ame Zion di Newtown, Pennsylvania. “Kami tidak seberani dulu. Saya harus mengatakan, saya agak malu akan hal itu, karena Gereja AME Zion dikenal sebagai Gereja Kebebasan yang berada di garis depan dalam menangani semua penyakit Amerika, dan kami seperti kehilangan itu."
 
Dilansir dari AP, perlawanan yang dilakukan Gereja Protestan terkait rasisme telah menginspirasi Gereja Katolik untuk melakukan aksi serupa. Bahkan, beberapa dari pihak gereja telah meminta Konferensi Uskup Katolik AS ikut mempromosikan pengajaran sejarah Katolik Hitam di sekolah-sekolah Katolik.
 
“(Survei) ini berarti mengakui supremasi kulit putih yang ada di gereja dan para pemimpin gereja kulit putih serta anggota setianya memperoleh manfaat,” kata Pendeta Mario Powell, pendeta kulit hitam yang mengepalai sekolah menengah Jesuit di Brooklyn,

Dia mendesak pendeta Katolik agar lebih sering berkhotbah tentang perlawanan terhadap rasisme.

Baca Juga: 7 Fakta tentang 'Holocaust' Kulit Hitam yang Dilakukan oleh Nazi

Topik:

  • Vanny El Rahman
  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya