Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

WHO: 840 Juta Perempuan Dunia Alami Kekerasan dari Pasangan

ilustrasi kekerasan domestik
ilustrasi kekerasan domestik (unsplash.com/@nadineshaabana)
Intinya sih...
  • WHO memperkirakan 840 juta perempuan alami kekerasan fisik atau seksual oleh pasangan atau non-pasangan, dengan laju penurunan kasus hanya sekitar 0,2 persen per tahun.
  • Kekerasan berdampak pada kesehatan fisik dan mental, terutama pada remaja perempuan; pendanaan pencegahan rendah, hanya 0,2 persen dari bantuan pembangunan dialokasikan untuk pencegahan.
  • Data SPHPN 2024 menunjukkan penurunan prevalensi kekerasan fisik dan seksual pada perempuan usia 15–64 tahun di Indonesia, namun tantangan pelaporan dan kelemahan sistem data masih besar.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Laporan terbaru WHO menunjukkan bahwa skala kekerasan terhadap perempuan masih berada pada level krisis global, dengan ratusan juta perempuan mengalami kekerasan dari pasangan maupun non-pasangan sepanjang hidupnya.

Hampir 1 dari 3 perempuan (diperkirakan 840 juta di seluruh dunia) pernah mengalami kekerasan pasangan atau kekerasan seksual selama hidup mereka, angka yang hampir tidak berubah sejak tahun 2000. Dalam 12 bulan terakhir saja, 316 juta perempuan, 11 persen dari mereka yang berusia 15 tahun ke atas, menjadi korban kekerasan fisik atau seksual oleh pasangannya.

Situasi di Indonesia juga mencerminkan pola serupa: meski beberapa indikator menunjukkan penurunan, jumlah kasus dan beban sosialnya tetap besar.

1. Gambaran global dari laporan WHO

ilustrasi kekerasan domestik
ilustrasi kekerasan domestik (unsplash.com/@sasun1990)

WHO memperkirakan sekitar 840 juta perempuan pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual oleh pasangan atau non-pasangan. Dalam setahun terakhir saja, 316 juta perempuan berusia 15 tahun ke atas mengalami kekerasan dari pasangan, sementara 263 juta lainnya pernah mengalami kekerasan seksual dari orang selain pasangan.

Laju penurunan kasus hanya sekitar 0,2 persen per tahun, sehingga perubahan nyata berjalan sangat lambat. Rendahnya pendanaan global, hanya 0,2 persen dari bantuan pembangunan dialokasikan untuk pencegahan, menjadi salah satu sumber stagnasi.

2. Bentuk kekerasan dan dampaknya

ilustrasi kekerasan domestik
ilustrasi kekerasan domestik (unsplash.com/@dani_franco)

Kekerasan berdampak langsung pada kesehatan fisik dan mental: risiko infeksi menular seksual meningkat, kehamilan tidak diinginkan lebih umum terjadi, dan depresi menjadi salah satu konsekuensi paling sering.

Remaja perempuan juga sangat terdampak; belasan juta anak usia 15–19 tahun mengalami kekerasan dari pasangan dalam periode satu tahun. WHO menegaskan bahwa kejadian sebenarnya mungkin jauh lebih tinggi dari laporan resmi yang tercatat, terutama untuk kekerasan seksual dari non-pasangan.

3. Tren dan data kekerasan terhadap perempuan di Indonesia

ilustrasi kekerasan domestik
ilustrasi kekerasan domestik (pixabay.com/tumisu-148124/)

Data SPHPN 2024 menunjukkan penurunan prevalensi kekerasan fisik dan seksual pada perempuan usia 15–64 tahun, masing-masing menjadi 7,2 persen dan 5,3 persen. Namun, survei nasional juga mengungkap bahwa sekitar satu dari empat perempuan di Indonesia pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual sepanjang hidupnya. Komnas Perempuan mencatat hampir 290 ribu laporan kasus pada 2023, dengan kekerasan psikis dan kekerasan di ranah personal menjadi kategori terbesar.

4. Tantangan pelaporan dan kelemahan sistem data

ilustrasi kekerasan domestik
ilustrasi kekerasan domestik (dok. IDN Times/Novaya)

Indonesia menghadapi fragmentasi data karena setiap lembaga memiliki metode pencatatan berbeda. Kondisi ini mempersulit penyusunan kebijakan berbasis bukti dan memperlebar jarak antara angka resmi dan realitas lapangan. Budaya menyalahkan korban, minimnya layanan ramah penyintas, serta hambatan sosial-ekonomi juga menciptakan fenomena gunung es yang membuat kasus tak terlapor jauh melebihi data resmi.

5. Kerangka pencegahan dan upaya perbaikan

ilustrasi kekerasan domestik
ilustrasi kekerasan domestik (dok. IDN Times/Novaya)

WHO dan UN Women bekerja sama dengan pemerintah Indonesia melalui kerangka RESPECT:

  • Relationship skills strengthened
  • Empowerment of women
  • Services ensured
  • Poverty reduced
  • Environments made safe
  • Child and adolescent abuse prevented,
  • Transformed attitudes, beliefs, and norm

RESEPCT adalah panduan internasional yang berfokus pada pemberdayaan perempuan, layanan pendukung, lingkungan aman, pengurangan kemiskinan, penguatan keterampilan relasional, dan perubahan norma sosial. Pendekatan ini digunakan untuk menyusun strategi jangka panjang yang dapat meningkatkan perlindungan dan menurunkan angka kekerasan secara konsisten.

Kondisi global dan nasional menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan masih menjadi krisis kemanusiaan yang belum tertangani secara menyeluruh. Indonesia mencatat beberapa kemajuan melalui survei dan inisiatif pencegahan, namun tantangan pendataan, pelaporan, dan pemulihan penyintas masih besar. Upaya kolektif lintas sektor dibutuhkan agar perubahan tidak lagi berjalan lambat, melainkan memberi perlindungan yang kuat dan berkelanjutan bagi perempuan di seluruh wilayah.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ernia Karina
EditorErnia Karina
Follow Us

Latest in News

See More

Apa Saja Prioritas Dewan Perdamaian Setelah Resolusi DK PBB Disahkan?

20 Nov 2025, 17:16 WIBNews