Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Cuci Baju dan Masak adalah Basic Life Skill, Bukan Job Desk Perempuan

ilustrasi mencuci baju
ilustrasi mencuci baju (pexels.com/cottonbro studio)
Intinya sih...
  • Masyarakat menentukan peran berdasarkan gender sejak dini
  • Media sosial menguatkan narasi siapa yang “pantas” melakukan apa
  • Pendidikan keluarga bisa menjadi titik awal perubahan
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Banyak orang tumbuh dengan pandangan bahwa urusan rumah tangga seperti mencuci baju dan memasak adalah tanggung jawab perempuan. Padahal, pola pikir seperti ini muncul karena pengaruh patriarki yang sudah menempel lama di masyarakat. Tentu, konsep seperti ini kurang relevan di masa kini.

Kini, saat dunia semakin terbuka, kemampuan mengurus diri sendiri seharusnya dilihat sebagai bagian dari kemandirian, bukan merupakan kewajiban gender tertentu. Artikel ini akan membahas bagaimana kebiasaan dan ekspektasi sosial bisa membentuk cara kita melihat pekerjaan rumah tangga. Berikut penjelasan bahwa cuci baju dan masak adalah basic life skill.

1. Masyarakat menentukan peran berdasarkan gender sejak dini

budaya patriarki di rumah yang dianggap biasa
ilustrasi anak perempuan sedang mengantarkan makanan (pexels.com/Anna Shvets)

Sejak kecil, banyak anak diperkenalkan pada pembagian peran yang tidak seimbang. Anak perempuan diajarkan membantu ibu di dapur, sementara anak laki-laki dianggap cukup duduk santai sambil nonton tv atau bermain. Kebiasaan ini terlihat sepele, tapi perlahan membentuk keyakinan bahwa perempuan memang seharusnya mengerjakan pekerjaan rumah. Padahal, cara pandang seperti ini bukan naluri alami, melainkan hasil dari konstruksi sosial yang dibentuk oleh masyarakat secara turun temurun.

Ketika seseorang tumbuh dengan batasan seperti itu, kemampuan dasar untuk hidup mandiri jadi tidak terbentuk. Laki-laki sering kesulitan mengurus diri saat tinggal sendiri, bukan karena tak mampu, tapi karena kebanyakan memang tidak pernah diajarkan semenjak kecil. Sementara perempuan terbebani ekspektasi untuk bisa segalanya tanpa pernah diberikan pilihan. Situasi seperti ini bukan lagi relevan di masa kini yang menuntut kemandirian untuk semua orang tanpa memandang gender baik laki-laki maupun perempuan.

2. Media sosial menguatkan narasi siapa yang “pantas” melakukan apa

ilustrasi media sosial
ilustrasi media sosial (pexels.com/Magnus Mueller)

Di era digital, standar hidup sering dibentuk oleh banyak sekali unggahan dan opini warganet. Video tentang istri yang memasak untuk suami dipuji, sementara laki-laki yang melakukan hal sama sering dianggap membantu bukan bertanggung jawab. Bahasa yang digunakan saja sudah menunjukkan bias gender yang mengakar. Tanpa sadar, media sosial membuat banyak orang kembali menormalisasi peran gender secara tradisional.

Namun, ada sisi lain yang perlu disadari. Banyak generasi muda mulai menyuarakan pentingnya kesetaraan di ranah domestik. Mereka menolak gagasan bahwa perempuan otomatis harus pandai masak atau bersih-bersih. Tren ini jelas akan membuka ruang diskursus baru tentang kemandirian, bukan sekadar peran. Meski terbilang langkah kecil, tapi sangat berarti untuk menggeser cara pandang patriarki yang masih kuat di sekitar kita.

3. Pendidikan keluarga bisa menjadi titik awal perubahan

mencuci baju dan memasak basic life skill bukan job desk perempuan
ilustrasi ayah dan anak membersihkan lantai (pexels.com/Gustavo Fring)

Pendidikan soal peran gender sebenarnya dimulai dari rumah, iya benar dari rumah. Anak-anak lebih banyak belajar dari kebiasaan yang ditunjukkan oleh orangtua di rumah daripada dari buku pelajaran. Saat ayah dan ibu sama-sama terlibat dalam pekerjaan rumah, anak akan memahami bahwa mengurus diri bukan tanggung jawab satu pihak saja. Contoh sederhana ini jauh lebih efektif daripada memberi nasihat panjang yang bisa jadi tidak diindahkan oleh mereka.

Banyak keluarga modern mulai menerapkan pola tersebut. Mereka tidak lagi melihat “membantu” sebagai istilah yang tepat, karena setiap anggota rumah memang punya tanggung jawab yang sama dalam urusan domestik. Dengan menerapkan kebiasaan seperti ini, anak-anak tumbuh lebih siap menghadapi kehidupan nantinya, terutama saat mereka harus hidup mandiri, jauh dari rumah.

4. Kemandirian bukan sekadar image yang ditampilkan, tapi keharusan

ilustrasi memasak
ilustrasi memasak (pexels.com/cottonbro studio)

Kemandirian sering disalahartikan sebagai simbol kebebasan, padahal lebih dari itu. Bisa memasak, mencuci, atau membersihkan rumah bukan hal yang keren semata, tapi keharusan dasar agar hidup berjalan dengan baik. Orang yang tidak terbiasa melakukan kegiatan domestik rumah tangga seperti mencuci, memasak sampai mengepel biasanya lebih mudah stres dan bergantung pada orang lain.

Skill rumah tangga seharusnya dianggap bagian dari self-care, bukan beban. Sama seperti mengelola keuangan atau menjaga kesehatan mental, mengurus diri juga bagian dari keseimbangan hidup. Pandangan ini membuat basic life skill tidak lagi dikaitkan dengan gender, melainkan kemampuan untuk bertahan hidup dan berkembang.

5. Masyarakat perlu meninjau ulang nilai yang sudah dianggap normal

mencuci baju dan memasak basic life skill bukan job desk perempuan
ilustrasi mengajari anak mencuci baju (pexels.com/cottonbro studio)

Banyak nilai sosial yang dulu terasa benar, tapi kini perlu dipertanyakan ulang. Apakah wajar perempuan dianggap lebih bernilai hanya karena bisa mengurus rumah, sementara laki-laki dibebaskan dari semua tanggung jawab itu? Jawaban jujurnya jelas tidak. Perubahan cara berpikir butuh waktu, tapi langkah kecil seperti berhenti memberi label kepada gender tertentu bisa jadi awal yang baik. Karena setiap orang punya tanggung jawab yang sama terhadap kehidupannya sendiri termasuk urusan domestik.

Melihat ulang nilai yang sudah ada bukan berarti menolak budaya, melainkan menyesuaikannya dengan realitas yang ada pada zaman ini. Dunia terus bergerak, begitu juga bagaimana cara kita memaknai peran dalam kehidupan. Saat masyarakat mulai memahami bahwa basic life skill bukan soal gender, banyak ketimpangan kecil akan perlahan hilang. Dari situ, kehidupan bisa terasa lebih setara dan manusiawi.

Terlepas dari perdebatan mengenai cuci baju dan masak adalah basic life skill, pada akhirnya kemampuan mengurus diri bukan soal siapa yang seharusnya melakukannya, tapi soal bagaimana seseorang menghargai hidupnya sendiri. Mengaitkan urusan rumah tangga dengan jenis kelamin hanya memperpanjang rantai patriarki yang sudah terlalu lama dibiarkan. Jadi, sebelum menilai siapa yang layak atau tidak mengerjakan sesuatu, bukankah lebih bijak jika kita mulai dengan bertanya apakah kita sudah cukup mandiri untuk diri kita sendiri?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us

Latest in Opinion

See More

Cuci Baju dan Masak adalah Basic Life Skill, Bukan Job Desk Perempuan

13 Nov 2025, 15:58 WIBOpinion