Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Fakta Baldwin IV, Si Raja Penderita Kusta dari Yerusalem 

Pertempuran Montgisard, pertempuran antara Baldwin IV dan pasukan Mesir pimpinan Salahuddin Ayyubi, 18 November 1177. (commons.wikimedia.org/Charles-Philippe Larivière)
Pertempuran Montgisard, pertempuran antara Baldwin IV dan pasukan Mesir pimpinan Salahuddin Ayyubi, 18 November 1177. (commons.wikimedia.org/Charles-Philippe Larivière)

Raja Baldwin IV atau Baudouin IV dari Yerusalem terkenal karena menderita penyakit kusta. Penyakit peradaban kuno ini sudah ada sejak 4.000 tahun lalu di anak benua India. Penyakit ini menyebar ke Eropa lewat ekspedisi Alexander Agung.

Kusta sendiri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri yang tumbuh secara perlahan di saraf, kulit, mata, dan hidung, yang nantinya bisa menggerogoti tubuh. Meskipun dulunya penyakit kusta sangat fatal, sekarang ini, kusta bisa diobati. Pada masa pemerintahan Raja Baldwin IV, sekitar 1200 Masehi, terdapat lebih dari 19.000 rumah sakit di seluruh Eropa yang dikhususkan untuk menangani penyakit tersebut.

Raja Baldwin IV sendiri dinobatkan sebagai raja saat ia masih remaja. Namun, Baldwin IV menjadi musuh Salahuddin Ayyubi, sultan muslim yang memerintah Mesir dan memerangi tentara salib Kristen Eropa selama bertahun-tahun, sebagaimana yang dilansir Britannica. Selama pertempuran, Raja Baldwin IV selalu berada di garis depan dan mempertahankan kekuasaannya hanya dengan satu tangannya, karena tangan yang satunya sakit akibat kusta. Dijuluki si Raja Penderita Kusta, siapakah Raja Baldwin IV itu?

1. Perang Salib Rakyat dan berdirinya Kerajaan Yerusalem

Paus Urbanus II menyampaikan khotbah perang salib pertama di alun-alun Clermont, Prancis. (commons.wikimedia.org/Francesco Hayez)
Paus Urbanus II menyampaikan khotbah perang salib pertama di alun-alun Clermont, Prancis. (commons.wikimedia.org/Francesco Hayez)

Bertahun-tahun sebelum Baldwin IV memerintah, dunia sedang mengalami pergolakan, salah satu rangkaian peristiwa paling berdarah di abad pertengahan adalah Perang Salib. Perang Salib dimulai pada 1095, dengan adanya Konsili Clermont di Clermont, Prancis. Ketika itu, Paus Urbanus II menyerukan semua orang Kristen untuk pergi ke Tanah Suci (Yerusalem) dan mengambil alih Yerusalem dari Turki Seljuk. Pasalnya, bangsa Turki yang beragama Islam, melarang para peziarah Kristen untuk memasuki kota suci mereka. 

Di sisi lain, Kaisar Bizantium Alexius I Komnenus meminta bantuan Paus Urbanus II untuk melawan Turki. Alexius I Komnenus takut jika bangsa Turki memasuki ibu kota Bizantium, Konstantinopel.

Pidato Paus Urbanus II yang sangat membara, tentu saja menyalakan semangat bagi para pengikutnya. Adapun, sekitar 60.000 hingga 100.000 orang, yang sebagian besar adalah petani Prancis dan Jerman, bersatu dengan para bangsawan dan pedagang kelas menengah untuk ikut berperang. Gerakan ini pun dijuluki "Perang Salib Rakyat."

Namun, tidak semua orang yang ikut Perang Salib ini murni karena mereka beriman, tetapi karena mereka menginginkan tanah dan kekayaan jika mereka berhasil memenangkan pertempuran. Para pejuang yang sebagian besar tidak terlatih ini berhasil menuju ke Yerusalem, dengan 1.200 kavaleri dan 12.000 prajurit infanteri, pasukan tersebut mengepung Yerusalem dan berhasil memenangkan pertempuran pada 1099, perang ini disebut sebagai Perang Salib Pertama, seperti yang dilansir History. Pada tahun yang sama, Kerajaan Yerusalem pun didirikan.

Sejak saat itu, hingga 1291, umat Kristen dan Islam masih terus bertempur memperebutkan Yerusalem, seperti yang pernah terjadi pada abad ke-6. Seperti yang dicatat oleh sejarawan Andrew Holt, 1 juta hingga 9 juta orang tewas selama 8 perang salib yang terjadi pada masa itu.

2. Baldwin IV dinobatkan menjadi raja di usia 15 tahun

pengurapan Baldwin IV dari Yerusalem (commons.wikimedia.org/Sébastien Mamerot dan Jean Colombe)
pengurapan Baldwin IV dari Yerusalem (commons.wikimedia.org/Sébastien Mamerot dan Jean Colombe)

Baldwin IV menjadi raja Yerusalem lewat serangkaian peristiwa yang tidak terduga. Hal ini dimulai dengan meninggalnya paman dan ayahnya. Pamannya yang merupakan Raja Baldwin III, meninggal saat Baldwin IV baru lahir.

Ayah Baldwin IV yang bernama Pangeran Amalric adalah pewaris takhta berikutnya. Namun, ia harus menceraikan istrinya dan kemudian menikahi Putri Bizantium bernama Maria Comnena. Hal ini dilakukannya pada 1167 ketika Baldwin IV berusia 6 tahun.

Tujuh tahun kemudian, pada 1174, ketika Baldwin IV berusia 13 tahun, Amalric meninggal dunia karena disentri. Baldwin IV pun mewarisi takhta ayahnya. Namun, karena Baldwin IV dianggap masih di bawah umur, seorang bupati bernama Raymond dari Tripoli, menggantikannya untuk memerintah selama beberapa tahun.

Bahkan saat itu, sudah terlihat jelas kalau Baldwin IV memiliki kelainan fisik. Meski demikian, dokter ragu-ragu untuk mendiagnosis bahwa ia menderita kusta. Ketika Baldwin berusia 9 tahun, mentornya, William dari Tyre, sudah menyadari hal ini ketika Baldwin IV tidak bisa merasakan rasa sakit. William menulis, "Setengah lengan dan tangan kanannya mati. Dia (Baldwin IV) tidak bisa merasakan sakit jika dicubit atau bahkan digigit."

Penderita kusta memiliki ordo kesatrianya sendiri, yaitu Ordo St. Lazarus yang diciptakan pada 1119. Itu artinya, Baldwin IV harus bergabung dengan ordo tersebut dan tidak boleh bergabung dengan pasukan pada umumnya. Namun, Baldwin IV adalah penunggang kuda yang sangat cakap dan sangat cerdas. Jadinya, saat ia dinobatkan menjadi raja pada 1176 di usia 15 tahun, tidak ada seorang pun yang berani menentangnya.

3. Baldwin IV adalah musuh Salahuddin Ayyubi

potret lukisan Salahuddin Ayyubi, Sultan Mesir dan Suriah (commons.wikimedia.org/© The Trustees of the British Museum/Andre Thevet)
potret lukisan Salahuddin Ayyubi, Sultan Mesir dan Suriah (commons.wikimedia.org/© The Trustees of the British Museum/Andre Thevet)

Baldwin IV menjadi raja pada saat meningkatnya faksionalisme dan pertikaian di antara kaum bangsawan. Tak sekadar itu, situasi semakin memburuk karena meningkatnya kekuatan Salāh al-Dīn Yūsuf ibn Ayyūb, alias Salahuddin Ayyubi. Salahuddin Ayyubi, seperti yang dikatakan Britannica, lahir di Damaskus pada 1137 atau 1138. Salahuddin Ayyubi sangat mencintai agama ketimbang peperangan.

Dimulai pada 1174, tahun yang tepat ketika Baldwin IV menjadi raja, Salahuddin Ayyubi bertekad untuk menyatukan semua negara muslim yang berbeda di Timur Tengah, termasuk Suriah, Irak, dan Palestina. Di samping itu, Salahuddin Ayyubi dikenal dengan kebijaksanaan dan kejujurannya. Jadi, untuk menyatukan umat Islam di bawah kekuasaannya sangat mudah baginya.

Baldwin IV dan Salahuddin Ayyubi sendiri bertemu untuk pertama kalinya dalam pertempuran pada 1174, ketika Baldwin IV masih berusia 13 tahun, sedangkan Salahuddin Ayyubi berusia pertengahan 30-an. Raja Baldwin IV akhirnya memimpin serangan ke Damaskus agar Salahuddin Ayyubi dan pasukannya menjauh dari Aleppo, seperti yang diceritakan dalam History of Yesteryear. Manuver tersebut membuat Salahuddin Ayyubi kewalahan. Pertikaian antara mereka pun berlangsung selama bertahun-tahun.

Ironisnya, penyakit kusta yang diderita Raja Baldwin IV membuatnya rela mati di medan perang. Seperti yang mungkin kamu tahu, kusta adalah penyakit yang mengerikan. Namun, dalam Alkitab, tertulis bahwa Nabi Ayub atau Lazarus menderita kusta, tetapi menjadi pilihan Tuhan. Kisah inilah yang mengilhami Baldwin IV dan pasukannya.

4. Kemenangan luar biasa Baldwin IV

Pertempuran Montgisard, pertempuran antara Baldwin IV dan pasukan Mesir pimpinan Salahuddin Ayyubi, 18 November 1177. (commons.wikimedia.org/Charles-Philippe Larivière)
Pertempuran Montgisard, pertempuran antara Baldwin IV dan pasukan Mesir pimpinan Salahuddin Ayyubi, 18 November 1177. (commons.wikimedia.org/Charles-Philippe Larivière)

Pada 1177, di usia 16 tahun, penyakit kusta Raja Baldwin IV semakin parah. Ia hanya bisa menggunakan satu tangan untuk menunggang kudanya. Namun, dalam kondisi yang lemah ini, ia memimpin kemenangan terbesarnya melawan Salahuddin Ayyubi.

Salahuddin Ayyubi berangkat untuk merebut kota Ascalon di Israel modern, dan Baldwin IV yang menunggangi kudanya menemui Salahuddin Ayyubi di Montgisard. Baldwin IV hanya membawa 3.000 hingga 4.500 pasukan. Namun, Salahuddin Ayyubi sendiri membawa 20.000 hingga 26.000 pasukan.

Dalam pertempuran tersebut, Baldwin IV berhasil mengalahkan pasukan Salahuddin Ayyubi. Ia bahkan mengejar sisa pasukan Salahuddin Ayyubi yang mencoba melarikan diri, yang hanya sepersepuluh dari jumlahnya, sejauh 19 kilometer. Salahuddin Ayyubi sendiri nyaris lolos. Ia melarikan diri ke Kairo, Mesir, dan butuh waktu bertahun-tahun untuk pulih dari pertempuran tersebut. Sejarah ini pun membuat nama Baldwin IV melegenda di mata orang Kristen dan Kerajaan Yerusalem, terutama ketika memperhitungkan penyakit kusta yang dideritanya.

5. Meninggalnya Raja Baldwin IV

ilustrasi mahkota raja (pixabay.com/Ruth Archer)
ilustrasi mahkota raja (pixabay.com/Ruth Archer)

Menjelang akhir hidupnya yang singkat, kesehatan Baldwin IV menurun drastis. Penyakit kusta membuatnya buta, dan hampir seluruh tubuhnya borok. Pada 1177, tahun kemenangan Baldwin IV atas Salahuddin Ayyubi di Pertempuran Montgisard, adik perempuan Baldwin IV yang bernama Sibylla, mengandung anak dari suami keduanya, yaitu William Longsword dari Montferrat.

Sibylla pun melahirkan bayinya yang diberi nama Baldwin V, pada 1177. Pada 1183, Baldwin IV mengangkat Baldwin V sebagai pendampingnya (pendamping seorang raja). Ini dilakukan untuk memastikan suksesinya. Baldwin IV juga mengangkat mantan bupatinya sendiri, yakni Raymond dari Tripoli, sebagai wali Baldwin V. 

Baldwin IV meninggal dunia pada 16 Maret 1185 di usia 23 tahun. Kendati begitu, tidak ada seorang pun yang menyangka kalau Baldwin IV akan hidup selama itu, apalagi memerintah dengan cukup baik. Pada 1187, Salahuddin Ayyubi mengalahkan pasukan tentara salib di Pertempuran Ḥaṭṭīn di Palestina modern, yang membuka jalan bagi Salahuddin Ayyubi untuk merebut kembali Yerusalem. Tidak seperti ketika tentara salib merebut Yerusalem pada 1099 dan membantai setiap muslim di dalamnya, Salahuddin Ayyubi justru membiarkan orang-orang Kristen di kota itu pergi tanpa dibunuh.

Perang Salib kembali diserukan untuk melawan Salahuddin Ayyubi, tetapi pasukan Salib terbukti tidak berhasil merebut kembali Yerusalem. Pada 1191, ibu kota Kerajaan Yerusalem dipindahkan ke Acre di Israel modern. Perang Salib belum berakhir sampai 100 tahun kemudian, pada 1291.

Meskipun sangat terkenal, beberapa sejarawan percaya bahwa Baldwin IV hanyalah boneka kaum bangsawan di Yerusalem. Seperti yang dibahas Hektoen International, hal ini dapat menjelaskan perpecahan dan faksionalisme di antara para bangsawan Yerusalem saat itu, yang mungkin bersaing untuk mendapatkan kekuasaan dari seorang raja remaja yang mudah dikendalikan. Kendati begitu, Baldwin IV memang maju berperang melawan kekuatan yang sangat besar, dan ia melakukannya ketika penyakit kusta menggerogoti tubuhnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Amelia Solekha
EditorAmelia Solekha
Follow Us