5 Fakta Bibliotheca Alexandria, Perpustakaan Legendaris yang Hilang

- Perpustakaan Alexandria didirikan pada era Dinasti Ptolemeus dan menjadi pusat pengetahuan serta inovasi di dunia kuno.
- Koleksi gulungan perpustakaan ini mencakup berbagai bidang ilmu, menjadikannya pusat pengetahuan tak tertandingi pada masanya.
- Perpustakaan ini menarik banyak ilmuwan terkemuka seperti Euclid, Eratosthenes, dan Hypatia untuk berkontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Bibliotheca Alexandria adalah salah satu perpustakaan paling terkenal dalam sejarah manusia, yang menjadi pusat pengetahuan dan inovasi di dunia kuno. Terletak di kota Alexandria, Mesir, perpustakaan ini didirikan pada era Dinasti Ptolemeus dan menjadi tempat berkumpulnya para cendekiawan dari berbagai wilayah.
Keberadaannya menandai era keemasan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, dengan koleksi gulungan yang mencakup filsafat, astronomi, matematika, dan banyak lagi. Namun, meskipun kemegahannya begitu besar, Perpustakaan Alexandria mengalami kehancuran yang tragis dan misterius.
Hilangnya perpustakaan ini meninggalkan banyak pertanyaan tentang seberapa besar pengetahuan yang sebenarnya lenyap bersamanya. Berikut lima fakta menarik tentang Bibliotheca Alexandria yang menjadikannya salah satu tempat paling legendaris dalam sejarah peradaban manusia.
1. Didirikan pada masa pemerintahan Ptolemeus I soter

Pembangunan perpustakaan Alexandria didirikan pada masa Dinasti Ptolemeus yang memerintah Mesir setelah kematian Alexander Agung. Meskipun banyak yang percaya bahwa Ptolemeus I Soter adalah pencetus ide pendiriannya, beberapa sumber menunjukkan bahwa perpustakaan ini baru benar-benar berkembang di bawah pemerintahan putranya, Ptolemeus II Philadelphus.
Ptolemeus I kemungkinan merancang konsepnya sebagai pusat ilmu pengetahuan, sementara Ptolemeus II yang membangun dan memperluas institusi tersebut. Menurut Surat Ariteas yang ditulis antara 180 dan 145 SM, ide pembangunan perpustakaan ini diduga berasal dari penasihat kerajaan, Demetrius dari Phalerum, seorang orator Yunani.
2. Menyimpan puluhan hingga ratusan ribu gulungan

Bibliotheca Alexandria diyakini sebagai perpustakaan terbesar di dunia kuno, dengan koleksi gulungan yang jumlahnya luar biasa. Berbagai sumber menyebutkan angka yang berbeda, mulai dari 40.000 hingga 700.000 gulungan, meskipun tidak ada catatan pasti yang dapat mengonfirmasi jumlah tersebut.
Koleksi ini mencakup berbagai bidang ilmu, menjadikannya pusat pengetahuan yang tak tertandingi pada masanya. Para penguasa Ptolemeus sangat ambisius dalam mengumpulkan gulungan dari berbagai peradaban, bahkan sampai menginstruksikan kapal-kapal dagang yang berlabuh di Alexandria untuk menyerahkan naskah mereka guna disalin sebelum dikembalikan.
3. Berhasil menarik para cendekiawan terkenal

Sebagai pusat ilmu pengetahuan, Perpustakaan Alexandria menarik banyak ilmuwan dan filsuf terkemuka. Beberapa tokoh besar yang pernah berkontribusi di sini antara lain Euclid, yang mengembangkan geometri dasar; Eratosthenes, yang menghitung keliling bumi dengan akurasi luar biasa; dan Hypatia, seorang filsuf perempuan yang ahli dalam matematika dan astronomi.
Perpustakaan ini bukan hanya tempat penyimpanan teks, tetapi juga pusat riset yang memberikan lingkungan akademik bagi para cendekiawan untuk berdiskusi dan mengembangkan pemikirannya. Para ilmuwan yang bekerja di Alexandria sering kali menerima dukungan dari kerajaan, termasuk akses ke fasilitas dan dana untuk penelitian.
4. Kehancurannya dikaitkan dengan berbagai peristiwa

Tidak ada satu peristiwa tunggal yang secara pasti menyebabkan kehancuran Perpustakaan Alexandria, melainkan serangkaian kejadian yang terjadi selama beberapa abad. Salah satu insiden paling terkenal adalah kebakaran yang terjadi pada tahun 48 SM ketika Julius Caesar mengepung Alexandria dan membakar kapal-kapal di pelabuhan.
Pada tahun 391 M, penghancuran lebih lanjut terjadi ketika Patriark Kristen Theophilus menghancurkan Serapeum, kuil yang juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan naskah. Perpustakaan juga kemungkinan mengalami kerusakan akibat konflik militer lainnya.
Meskipun ada klaim bahwa Khalifah Umar membakar sisa koleksi pada tahun 641 M, banyak sejarawan modern yang meragukan kebenaran cerita tersebut. Yang jelas, kehancuran perpustakaan ini terjadi secara bertahap akibat peperangan, kebijakan politik, dan perubahan budaya yang mengurangi dukungan terhadap ilmu pengetahuan.
5. Merupakan pusat budaya pada masanya

Bibliotheca Alexandria menjadi pusat yang memainkan peran besar dalam perkembangan peradaban kuno. Kota Alexandria sendiri dikenal sebagai melting pot peradaban, tempat berbagai budaya dari Yunani, Mesir, Persia, dan India bertemu. Perpustakaan ini menjadi rumah bagi banyak ilmuwan, memberikan lingkungan yang subur bagi inovasi dan penelitian.
Selain menyimpan literatur dan dokumen ilmiah, perpustakaan ini juga mendukung pembuatan terjemahan teks dari berbagai bahasa, termasuk terjemahan Septuaginta dari Alkitab Ibrani ke dalam bahasa Yunani. Selama masa kejayaannya, Alexandria diakui sebagai pusat intelektual dunia, dan perpustakaannya menjadi simbol dari kehebatan dalam mencari ilmu.
Meskipun Perpustakaan Alexandria telah lama hilang, warisan intelektualnya tetap hidup dalam sejarah manusia. Keberadaannya menjadi bukti betapa berharganya pengetahuan bagi peradaban, dan bagaimana kehancurannya merupakan salah satu kehilangan terbesar dalam dunia akademik.