Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Fakta Cuaca Panas yang Bisa Bikin Heartstroke Digital, Waspada!

Ilustrasi wanita yang terserang heatstroke digital (pexels.com/energepic.com)
Ilustrasi wanita yang terserang heatstroke digital (pexels.com/energepic.com)
Intinya sih...
  • Suhu panas berdampak pada regulasi emosi dan daya tahan mental, meningkatkan gangguan suasana hati dan kelelahan digital.
  • Panas tinggi menurunkan motivasi untuk bergerak, meningkatkan screen time, mengacaukan ritme sirkadian, dan menciptakan siklus buruk.
  • Panas ekstrem memperburuk burnout digital, memicu doomscrolling, dan menyatu dengan gangguan kesehatan mental serta teknologi.

Musim panas makin jadi mimpi buruk. Bukan cuma bikin ketiak basah dan mood ambyar, tapi juga diam-diam mengguncang kesehatan mental dan kognitif kita. Sering mager, makin betah di kamar, nempel terus sama layar gadget, dan tanpa sadar malah makin gampang stres. Ini bukan sekadar masalah AC rusak, tapi fenomena baru yang disebut heatstroke digital.

Ketika panas ekstrem bertemu gaya hidup digital yang tak pernah rehat, tubuh dan pikiran kita bisa kolaps secara perlahan. Bukan cuma dehidrasi fisik, tapi juga kelelahan digital—alias burnout, karena terlalu banyak konsumsi informasi di tengah suhu yang bikin otak seperti meleleh. Yuk, cek lima fakta mengejutkan soal heatstroke digital yang belum banyak dibahas!

1. Cuaca panas ternyata bikin otak kita juga cepat panas plus gampang emosi

Ilustrasi pria di kala cuaca panas yang takbisa mengontrol emosinya dengan baik (pexels.com/Nicola Barts)
Ilustrasi pria di kala cuaca panas yang takbisa mengontrol emosinya dengan baik (pexels.com/Nicola Barts)

Suhu udara tinggi terbukti berdampak pada regulasi emosi dan daya tahan mental. Sebuah studi dari Lancet Planetary Health (2023) menyatakan bahwa peningkatan suhu berbanding lurus dengan meningkatnya angka gangguan suasana hati dan agresivitas, terutama di area urban. Artinya, cuaca panas bisa bikin kita lebih gampang marah, sensitif, atau bahkan cemas tanpa sebab.

Apalagi ketika tubuh terus-menerus terpapar suhu tinggi tanpa pendinginan yang memadai. Proses termoregulasi otak jadi terganggu, yang pada akhirnya memengaruhi produksi hormon seperti serotonin dan dopamin. Akibatnya? Kita jadi lebih murung, gampang stres, dan sulit fokus dalam bekerja atau belajar, seperti dijelaskan dalam Jurnal Physiological Reviews (2022).

Ketika emosi sudah nggak stabil, kemudian ditambah notifikasi tak henti dari WhatsApp, kerjaan numpuk, dan scroll TikTok yang kebablasan, efeknya bisa seperti “micin digital” yang meledakkan kepala. Kombinasi ini memicu kelelahan emosional yang tidak disadari banyak orang.

2. Panas juga bikin mager maksimal dan overdigital, kamu gitu juga nggak?

Ilustrasi cuaca panas yang bikin mager dan overdigital (freepik.com/freepik)
Ilustrasi cuaca panas yang bikin mager dan overdigital (freepik.com/freepik)

Saat suhu di luar seperti neraka bocor, banyak orang akhirnya memilih untuk stay indoor. Kedengarannya sehat, tapi ternyata tidak selalu begitu. Penelitian dari Journal of Applied Physiology (2023) justru menunjukkan bahwa suhu panas bisa menurunkan motivasi untuk bergerak hingga 25%. Efek dominonya adalah peningkatan screen time yang drastis karena kita cuma rebahan sambil main handphone.

Aktivitas digital yang meningkat saat cuaca panas justru membuat tubuh makin kelelahan. Duduk terlalu lama, kurang minum air, dan cahaya biru dari layar bisa mengacaukan ritme sirkadian, sebagaimana dilaporkan oleh Sleep Medicine (2021). Alih-alih refreshing, banyak yang malah susah tidur dan bangun dengan rasa lelah yang menggumpal.

Kondisi ini menciptakan siklus buruk, yaitu makin panas, makin rebahan, makin screen time, makin stres, makin susah tidur—dan siklusnya berulang. Ini seperti digital dehydration yang mengeringkan energi tubuh dan pikiran kita dari dalam.

3. Patut kita waspadai, suhu tinggi mampu turunkan daya ingat dan konsentrasi!

Ilustrasi pria yang kepanasan sampai susah fokus dan menurunkan kemampuan kognitif (pexels.com/stockking)
Ilustrasi pria yang kepanasan sampai susah fokus dan menurunkan kemampuan kognitif (pexels.com/stockking)

Bukan mitos lagi rupanya cuaca panas bisa menurunkan fungsi otak. Seiras dengan hal tersebut, studi dari The Harvard Gazette (2018) telah menunjukkan bahwa mahasiswa yang tinggal di kamar tanpa AC menunjukkan performa kognitif yang jauh lebih buruk dibanding mereka yang tinggal di kamar berpendingin. Tes memori, matematika dasar, dan kecepatan respons mereka semua menurun drastis.

Panas berlebih membuat tubuh bekerja lebih keras untuk mendinginkan diri. Ini menyebabkan pengalihan aliran darah dari otak ke permukaan kulit, yang berdampak pada kapasitas berpikir. Saat itu terjadi, kemampuan kita untuk mengambil keputusan, mengingat informasi, bahkan menyelesaikan tugas-tugas kecil pun jadi terganggu.

Kalau sudah begini, kerja sambil maraton Zoom Meeting dan ngerjain presentasi bisa jadi bencana. Otak sudah lelah, mata kering, dan lingkungan panas menciptakan efek mirip overheat seperti laptop tua yang mendadak nge-hang.

4. Tanpa disadari, panas buat burnout digital jadi lebih mudah menghampiri

Ilustrasi burnout digital di tengah cuaca panas plus padatnya tugas kantor (pexels.com/Anna Tarazevich)
Ilustrasi burnout digital di tengah cuaca panas plus padatnya tugas kantor (pexels.com/Anna Tarazevich)

Burnout digital makin umum di era kerja remote, tapi cuaca panas mempercepat datangnya. World Health Organization (WHO) telah mengklasifikasikan burnout sebagai fenomena pekerjaan yang berkaitan dengan stres kronis. Cuaca ekstrem mempercepat jalurnya dengan menurunkan kenyamanan dan meningkatkan ketegangan.

Saat udara gerah, kita jadi lebih reaktif terhadap beban kerja. Notifikasi yang biasanya biasa-biasa aja bisa terasa sangat menjengkelkan. Ditambah tekanan visual dari layar yang panas, respons stres pun meningkat, hal tersebut telah diteliti dan dipublikasi oleh Journal Applied Research in Quality of Life (2022). Selain itu, hal cuaca panas juga mempercepat timbulnya kelelahan meski secara jam kerja belum banyak.

Yang paling bahaya adalah ternyata burnout digital sering tidak disadari. Kita kira cuma lelah biasa, padahal tubuh dan otak kita sebenarnya sudah minta shutdown. Tapi kita tetap paksa nyalakan “mode produktif” gara-gara budaya hustle yang toksik.

5. Doomscrolling panas-panasan, buat informasi negatif kian menumpuk di kepala

Ilustrasi doomscrolling yang kerap terjadi kala cuaca panas mendera (freepik.com/freepik)
Ilustrasi doomscrolling yang kerap terjadi kala cuaca panas mendera (freepik.com/freepik)

Panas bikin kita malas gerak, tapi jempol tetap aktif scrolling. Fenomena doomscrolling—kebiasaan konsumsi berita negatif tanpa henti—jadi makin parah di cuaca ekstrem. Dalam laporan Nature Human Behaviour (2023), konsumsi konten negatif saat tubuh tidak nyaman bisa memperburuk efek psikologisnya hingga dua kali lipat.

Cuaca panas memperkuat efek ini, karena membuat kita lebih rentan terhadap informasi yang menimbulkan kecemasan atau kemarahan. Layar HP yang terus menyala jadi jendela taksadar ke dalam badai emosional. Kita tahu harus berhenti, tapi tetap lanjut—karena otak sudah kecanduan stimulasi.

Tanpa sadar, panas luar dan panas dalam menyatu jadi ledakan stres yang membuat kita kehilangan kendali atas diri sendiri. Doomscrolling bukan hanya perkara berita buruk, tapi tentang tubuh yang sudah tidak mampu memproses beban informasi di tengah suhu yang tidak bersahabat.

Cuaca panas pun bukan cuma urusan keringat dan kipas angin. Di balik suhu ekstrem, ada gangguan senyap terhadap kesehatan mental dan digital kita. Fenomena heatstroke digital bukan isapan jempol—tubuh, pikiran, dan teknologi kini saling berkelindan dalam cara yang belum pernah kita bayangkan sebelumnya.

Maka, penting untuk tidak hanya mendinginkan tubuh dengan air dingin, tapi juga mendinginkan pikiran dengan jeda digital. Batasi screen time, tetap aktif bergerak, dan berikan waktu istirahat bagi otak yang terus bekerja. Karena di tengah suhu ekstrem, menjaga waras dan sadar diri adalah kunci bertahan paling penting.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Zaid Malbar
EditorZaid Malbar
Follow Us