5 Fakta Trenggiling Sunda, Hampir Punah Karena Perdagangan Ilegal

Trenggiling Sunda (Manis javanica) merupakan salah satu dari delapan spesies trenggiling yang ada di famili Manidae. Mamalia ini umumnya bisa tumbuh hingga panjang total 122 cm. Terdiri dari 40-65 cm panjang kepala dan badan serta 35-57 cm panjang ekor.
Sesuai dengan namanya, trenggiling Sunda merupakan salah satu hewan endemik Indonesia yang memiliki habitat alami di negara ini. Hewan ini juga tersebar di beberapa negara tetangga, seperti Malaysia dan Brunei Darussalam. Yuk, kenalan lebih lanjut dengan trenggiling Sunda dengan menyimak fakta-fakta menariknya di bawah ini.
1. Hanya bisa ditemukan di Asia Tenggara

Wilayah persebaran trenggiling Sunda hanya meliputi beberapa negara di Asia Tenggara saja. Hal ini menjadikannya sebagai trenggiling endemik bagi hampir seluruh wilayah Asean. Adapun negara-negara yang ditinggali oleh trenggiling Sunda antara lain Indonesia, Malaysia, Vietnam, Singapura, Myanmar, Kamboja, Laos, Thailand, dan Brunei Darussalam.
Spesies trenggiling ini menjadi yang paling banyak tersebar di wilayah Asia Tenggara. Meski jangkauan persebarannya tumpang tindih dengan wilayah persebaran trenggiling Cina (Manis pentadactyla), Manis javanica bisa dengan mudah dikenali karena baris sisik di punggungnya memiliki jumlah yang lebih sedikit dibanding milik trenggiling Cina.
Selain itu, trenggiling Sunda juga memiliki kaki yang lebih pendek, ekor yang lebih panjang, dan gaya hidup yang lebih aboreal.
2. Memiliki pendengaran dan penciuman yang sangat tajam

Trenggiling Sunda adalah hewan nokturnal yang bertahan hidup dengan memakan serangga. Makanan utama mereka adalah semut dan rayap. Dengan minimnya cahaya di malam hari, trenggiling Sunda memanfaatkan indra pendengaran serta penciumannya yang tajam untuk bisa menemukan sarang rayap atau semut.
Menariknya, mamalia ini bisa memakana ribuan semut setiap harinya, lho! Dilansir World Land Trust, trenggiling Sunda memakan sekitar 200.000 semut atau rayap setiap hari. Mereka menggunakan lidah panjang dan lengket miliknya untuk memburu para semut dan rayap sebagai santapan sehari-hari. Sebagai informasi, lidahnya bisa memiliki panjang hingga 25 cm, lho. Terlebih lagi, mereka juga bisa memanjat pohon untuk mencapai sarang semut atau rayap yang ada di sana. Menakjubkan, bukan?
3. Hanya melahirkan satu anak

Trenggiling Sunda betina umumnya mencapai usia matang memasuki ujung tahun pertamanya. Setelahnya mereka akan mulai mencari pasangan saat musim kawin tiba. Masa mengandung trenggiling Sunda betina berlangsung sekitar enam hingga tujuh bulan dan akan melahirkan di sarang yang terletak di lubang pohon besar.
Setelahnya, sang betina akan merawat anak-anaknya selama kurang lebih empat bulan. Menariknya, di masa merawat ini, trenggiling betina akan menggendong anaknya di pangkal ekornya saat ia pergi untuk mencari makan.
4. Jadi korban perdangangan ilegal

Disebutkan Global Conservation, trenggiling Sunda merupakan salah satu hewan yang paling banyak diperdagangkan di pasar gelap. Diperkirakan ada setidaknya satu juga trenggiling yang telah diburu di alam liar sejak tahun 2000. Di tahun 2019 sendiri, lebih dari 80 ton sisik trenggiling berhasil disita.
Mamalia ini banyak diburu untuk diambil sisik dan dagingnya. Sisik trenggiling dipercaya dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Di sisi lain, dagingnya diambil untuk disajikan sebagai hidangan mewah di berbagai restoran di Tiongkok dan Asia Tenggara.
5. Sangat terancam punah

Karena menjadi korban perburuan dan perdagangan ilegal, populasi dari trenggiling Sunda tiap tahun kian menurun. Mamalia ini bahkan mendapat label sangat terancam punah (CR) dari IUCN Redlist. Selain perburuan dan perdagangan yang melibatkan trenggiling Sunda, keberadaannya juga terus menurun karena beberapa hal lain. Salah satunya adalah hilangnya habitat alami karena ulah manusia.
Hingga kini, pihat berwenang masih berupaya untuk menjaga populasi serta menghentikan perburuan pada trenggiling endemik Asia Tenggara ini. Akan sangat sayang sekali apabila mamalia yang hanya bisa ditemukan di Asia Tenggara ini harus punah dan tidak bisa kita temukan di alam liar.