Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Satwa Endemik Kalimantan dengan Status Konservasi Terancam Punah

Bekantan (Nasalis larvatus), satwa endemik pulau Kalimantan yang terancam punah
Bekantan (Nasalis larvatus), satwa endemik pulau Kalimantan yang terancam punah (commons.wikimedia.org/Ulik 79)
Intinya sih...
  • Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) statusnya Kritis (Critically Endangered) karena hilangnya habitat dan perburuan.
  • Bekantan (Nasalis larvatus) masuk kategori Appendix I CITES, dilindungi oleh hukum Indonesia, namun populasi sulit bertambah.
  • Rangkong Gading (Rhinoplax vigil) terancam punah akibat perburuan liar untuk diambil paruhnya yang bernilai tinggi.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pulau Borneo atau Kalimantan adalah pulau terbesar ketiga di dunia, yang dihuni oleh tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Bagian Indonesia dari pulau Kalimantan meliputi wilayah seluas 544.150 km persegi, termasuk pulau-pulau yang berdekatan. Kalimantan juga merupakan sebuah pulau yang kaya akan keanekaragaman hayati, yang sebagian besarnya ditutupi oleh hutan hujan lebat dan memiliki beragam flora dan fauna.

Pulau yang dikenal sebagai paru-paru dunia ini kini tengah menghadapi ancaman nyata dan menyakitkan. Di tengah rimbunnya hutan tropis yang semakin menyusut, puluhan spesies satwa endemik sedang berjuang keras melawan kepunahan.

Siapa saja mereka? Mari kita kenali lebih dekat satwa endemik Kalimantan dengan status konservasi terancam punah!

1. Orangutan Kalimantan

Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), satwa endemik pulau Kalimantan yang terancam punah
Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), satwa endemik pulau Kalimantan yang terancam punah (commons.wikimedia.org/cuatrok77)

Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) adalah satwa endemik pulau Kalimantan yang statusnya kini berada dalam kondisi sangat mengkhawatirkan. Menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature), status orangutan Kalimantan adalah Kritis (Critically Endangered). Status ini diberikan sejak tahun 2016, yang menandakan bahwa spesies ini menghadapi risiko kepunahan sangat tinggi di alam liar.

Dilansir Britannica, populasi orangutan Kalimantan diperkirakan lebih dari 200.000 pada awal tahun 1970-an, tetapi telah menurun lebih dari 50 persen karena hilangnya habitat dan perburuan. Kelangsungan hidup primata ini terancam karena penebangan hutan untuk pemukiman manusia, perkebunan kayu, dan pembangunan jalan. Selain itu, kebakaran hutan, perdagangan hewan ilegal, dan perburuan liar juga berkontribusi terhadap penurunan populasi orangutan Kalimantan. 

Menurut kajian PHVA (Population and Habitat Viability Assessment), saat ini diperkirakan terdapat 57.350 individu orangutan Kalimantan di habitat seluas 16.013.600 hektar. Populasi tersebut tersebar di 42 kantong populasi, dan hanya sekitar 18 individu di antaranya diprediksi akan lestari dalam 100-500 tahun ke depan. Hasil PHVA 2016 menjadi acuan utama untuk menyusun Strategi dan Rencana Aksi Konservasi (SRAK) orangutan Indonesia 2019-2029.

Dilansir Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN), orangutan Kalimantan memiliki jarak antar-kelahiran yang sangat lama, yaitu berkisar antara 6-8 tahun. Artinya, mereka hanya melahirkan satu bayi dalam setiap kelahiran. Hal ini juga dipengaruhi oleh siklus hutan, di mana kondisi hutan yang sehat dengan pasokan buah yang melimpah akan mendukung kesehatan, energi, dan keberhasilan reproduksi orangutan.

2. Bekantan

Bekantan (Nasalis larvatus), satwa endemik pulau Kalimantan yang terancam punah
Bekantan (Nasalis larvatus), satwa endemik pulau Kalimantan yang terancam punah (commons.wikimedia.org/Satwika02)

Bekantan (Nasalis larvatus), alias monyet Belanda menjadi satwa endemik pulau Kalimantan yang berstatus Terancam Punah (Endangered) dan keberadaannya menghadapi ancaman serius. Sementara dalam CITES, Bekantan masuk ke dalam kategori Appendix I, yang artinya mereka merupakan spesies dilindungi yang tidak boleh dibunuh dan diperjualbelikan. Padahal, maskot provinsi Kalimantan Selatan ini merupakan indikator kesehatan ekosistem hutan.

Taman Safari menyebutkan bahwa ancaman terbesar bagi kelangsungan hidup primata ini adalah hilangnya habitat alami akibat penggundulan hutan, perburuan ilegal, dan perubahan iklim. Dilansir WWF Indonesia, bekantan dilindungi oleh hukum Indonesia dalam UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta dalam PP Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, yang menyebutkan bahwa bekantan merupakan spesies dilindungi dan dilarang untuk dilukai, dibunuh, dan diperjualbelikan. Jika terjadi pelanggaran, maka pelakunya akan dikenakan hukuman penjara maksimal lima tahun kurungan dan denda maksimal Rp 100 juta.

Dilansir Radar Tarakan, sepanjang tahun 2025, pelestarian bekantan di Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan di Kota Tarakan mengalami kenaikan populasi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tercatat, populasinya saat ini mencapai 40 ekor, angka tersebut bertambah 10 ekor dari yang sebelumnya hanya 30 ekor. Namun, peningkatan jumlah populasi ini kurang signifikan setiap tahunnya karena upaya pelestarian yang cukup sulit, mengingat beberapa kali bekantan yang lahir adalah bekantan jantan, sehingga tidak menciptakan penambahan populasi berkelanjutan.

3. Rangkong Gading

Rangkong Gading (Rhinoplax vigil), satwa endemik pulau Kalimantan yang terancam punah
Rangkong Gading (Rhinoplax vigil), satwa endemik pulau Kalimantan yang terancam punah (commons.wikimedia.org/Ian Dugdale)

Dilansir Rangkong Indonesia, ada 62 jenis burung rangkong yang tersebar di dunia, yakni 30 jenis di Afrika dan 32 jenis di Asia. Di Indonesia, persebaran rangkong terbanyak ada 9 jenis di Pulau Sumatera, 8 jenis di Pulau Kalimantan, dan 3 jenis di Pulau Jawa. Sementara di Kawasan Wallacea dan Papua memiliki 4 jenis rangkong, dengan tiga di antaranya termasuk spesies endemik, yaitu Julang Sumba (Rhyticeros everetti), Julang Sulawesi (Rhyticeros cassidix), dan Kangkareng Sulawesi (Rhabdotorrhinus exarhatus).

Seluruh jenis rangkong di Indonesia termasuk dalam daftar satwa yang dilindungi. Menurut Daftar Merah IUCN, dari 13 jenis rangkong yang tersebar, satu di antaranya terancam punah. Ialah Rangkong Gading (Rhinoplax vigil), dengan status Kritis (Critically Endangered), yang merupakan satu tingkat sebelum punah di alam liar. Rangkong Gading juga masuk dalam daftar Appendix I CITES, yang berarti dilarang dari segala bentuk perdagangan internasional.

Kelangsungan hidup burung yang mempunyai paruh berbentuk tanduk sapi ini terancam akibat maraknya perburuan liar untuk diambil paruhnya (balung) yang estetik dan bernilai jual tinggi, serta hilangnya kawasan hutan. Dibandingkan jenis rangkong lainnya, reproduksi rangkong gading terjadi secara lambat, dengan siklus yang membutuhkan waktu sekitar 150 hari untuk menghasilkan satu anak.

4. Gajah Kalimantan

Gajah Kalimantan (Elephas maximus borneensis), satwa endemik pulau Kalimantan yang terancam punah
Gajah Kalimantan (Elephas maximus borneensis), satwa endemik pulau Kalimantan yang terancam punah (commons.wikimedia.org/shankar s.)

Gajah Kalimantan atau Gajah Borneo (Elephas maximus borneensis), merupakan subspesies gajah Asia terkecil yang Terancam Punah (Endangered) berdasarkan Daftar Merah IUCN. Status ini disematkan karena populasinya terus menurun drastis akibat hilangnya habitat, perburuan liar, dan konflik dengan manusia.

WWF-Indonesia melaporkan bahwa populasi gajah Kalimantan yang ditemukan di Sabah, Malaysia berkisar 1.500-2.000 individu, sementara di Kalimantan Utara berkisar 30-80 Individu. Pada tahun 2017 lalu, WWF-Indonesia dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara bekerja sama dalam berbagai inisiatif konservasi, seperti Evaluasi Dokumen Strategi & Rencana Aksi Konservasi Gajah Kalimantan (SRAK-GK) 2011-2017 dan Rencana Penyusunan Dokumen SRAK-GK untuk periode 2018-2028. Disampaikan oleh Human-Elephant Conflict Mitigation Officer WWF-Indonesia, meskipun target konservasi gajah Kalimantan belum maksimal, tetapi hewan terancam punah ini populasi dan habitatnya di Kalimantan Utara masih bisa diselamatkan melalui kolaborasi dengan berbagai mitra, salah satunya survei dan monitoring habitat.

5. Pesut Mahakam

Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris), satwa endemik pulau Kalimantan yang terancam punah
Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris), satwa endemik pulau Kalimantan yang terancam punah (commons.wikimedia.org/Stefan Brending)

Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) menjadi salah satu mamalia air tawar paling terancam punah di pulau Kalimantan. Pesut Mahakam diklasifikasikan sebagai Kritis (Critically Endangered) oleh IUCN. Dilansir Kantor Berita Kalimantan, berdasarkan pemantauan terbaru dari Yayasan Konservasi RASI (Rare Aquatic Species of Indonesia) dan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan), populasi pesut Mahakam di habitat alaminya diperkirakan hanya tersisa 62 ekor.

Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan populasi drastis pesut Mahakam sebagian besar berasal dari aktivitas manusia di sepanjang Sungai Mahakam, seperti terjerat jaring insang nelayan, tabrakan dengan kapal–terutama kapal tongkang–pencemaran air, dan polusi suara. Selain itu, laju reproduksi hewan terancam punah ini juga sangat rendah, di mana pesut betina akan mencapai kematangan reproduksi pada usia 3-6 tahun, dengan masa kehamilan yang berlangsung selama 14 bulan, dan hanya bisa melahirkan satu anak setiap 2-3 tahun. Kondisi inilah yang membuat penurunan populasi sangat cepat, karena setiap kematian tidak dapat digantikan dengan mudah oleh kelahiran baru.

Keanekaragaman hayati pulau Kalimantan menghadapi ancaman yang signifikan, terutama dari aktivitas manusia. Dilansir Britannica, ancaman utama meliputi hilangnya habitat, degradasi habitat, deforestasi, eksploitasi berlebihan, polusi, perubahan iklim, dan keberadaan spesies non-asli yang mengalahkan spesies asli untuk mendapatkan sumber daya, sehingga mengganggu ekosistem. Oleh karena itu, perlunya upaya konservasi yang mencakup berbagai bentuk, meliputi:

  1. Kerjasama Internasional seperti Dana Kemitraan Ekosistem Kritis yang menyatukan pemerintah dan kelompok konservasi untuk mendukung upaya konservasi lokal
  2. Perserikatan Bangsa-Bangsa mendorong negara-negara untuk melestarikan lebih dari 200.000 kawasan lindung di seluruh dunia
  3. Mengatasi deforestasi sebagai upaya untuk memperlambat kerusakan hutan tropis, yang mencakup strategi politik, ilmiah, dan pengelolaan
  4. Strategi konservasi berfokus pada pencegahan kepunahan spesies, perlindungan habitat, dan penciptaan koridor konservasi

Dengan demikian, upaya konservasi ini diharapkan dapat mewujudkan kehidupan yang harmonis antara manusia dan satwa liar, di mana kelestarian ekologis menjadi dasar bagi pembangunan berkelanjutan di pulau Kalimantan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ane Hukrisna
EditorAne Hukrisna
Follow Us

Latest in Science

See More

5 Fakta Desert Flame, Tanaman 'Tahan Banting' untuk Berbagai Musim

18 Okt 2025, 17:42 WIBScience