7 Fakta Unik Hunter’s Moon, Bulan Purnama Super yang Bikin Langit Dramatis!

- Puncak Hunter's Moon pada 6 Oktober 2025, terbit lebih cepat dari biasanya dan tampak lebih besar
- Hunter's Moon adalah supermoon yang terang, cocok untuk astrofotografi dan memantau perubahan cahaya bulan
- Asal nama dari tradisi pemburu dan panen, serta berbagai nama lain di berbagai budaya
Langit malam Oktober 2025 akan jadi panggung megah bagi Hunter’s Moon, bulan purnama yang bukan cuma terang, tapi juga supermoon—alias tampak lebih besar dan memesona dari biasanya. Fenomena langka ini selalu membawa cerita kuno, mitos, dan sains yang berkelindan di antara cahaya perak dan bayangan malam.
Dalam kalender astronomi, Hunter’s Moon dikenal sebagai penanda pergantian musim: dari masa panen ke masa berburu, dari kelimpahan menuju persiapan menghadapi dingin. Namun, tahun ini, Hunter’s Moon hadir dengan keunikan tersendiri—gabungan antara mitologi, keindahan visual, dan sains orbit yang memukau. Yuk, kita telusuri tujuh fakta uniknya!
1. Puncaknya di 6 Oktober 2025, dan terbit lebih cepat dari biasanya

Berdasarkan data dari BBC Sky at Night Magazine, Hunter’s Moon tahun ini mencapai puncak iluminasi pada 6 Oktober pukul 03:47 UTC, dan mulai terbit di langit sekitar 17:20 UTC. Artinya, di Indonesia kamu bisa menikmati purnama penuh di malam 6—7 Oktober dengan tampilan paling sempurna.
Menariknya, fenomena ini disebut ‘fast-rising moon’, karena waktu terbitnya dari malam ke malam tidak berselisih jauh. Biasanya, bulan muncul sekitar 50 menit lebih lambat setiap harinya, tapi saat Hunter’s Moon, selisihnya hanya 20 sampai 30 menit—dilansir dari laman EarthSky.
Efeknya? Beberapa malam berturut-turut terasa diterangi sinar bulan penuh—seolah malam enggan beranjak. Itulah mengapa peradaban kuno menyebutnya ‘bulan pemburu’, saat manusia bisa berburu hingga larut dengan bantuan cahaya alam.
2. Nggak cuma indah, tapi juga supermoon yang lebih terang!

Menurut ABC News, Hunter’s Moon kali ini juga tergolong supermoon, karena berada pada jarak terdekat dengan Bumi, sekitar 357.000 km saja. Itu berarti, ukurannya tampak lebih besar 7—13% dan lebih terang hingga 30% dibanding bulan purnama biasa.
Fenomena supermoon terjadi ketika bulan berada di titik perigee—titik orbit terdekatnya dari Bumi. Karena jaraknya lebih dekat, cahaya bulan yang dipantulkan tampak jauh lebih intens dan memesona bagi pengamat langit.
Jika kamu menyukai astrofotografi, inilah momen terbaik untuk memotret bulan dengan siluet pepohonan, menara, atau laut yang berkilau. Kombinasi estetika dan ilmu langit ini menjadikan Oktober 2025 malam paling ‘fotogenik’ tahun ini.
3. Asal nama dari tradisi pemburu dan panen

Secara tradisional, Hunter’s Moon adalah bulan purnama setelah Harvest Moon—bulan yang menandai akhir masa panen besar. Menurut The Old Farmer’s Almanac, setelah panen selesai, para pemburu memanfaatkan cahaya bulan ini untuk mencari hewan yang keluar mencari makan di ladang kosong.
Namun, di 2025 posisi kalender membuat Harvest Moon dan Hunter’s Moon terjadi di bulan yang sama, sehingga keduanya sering dianggap identik. Secara astronomi, istilah ini lebih bersifat tradisional daripada ilmiah, tapi punya akar budaya yang kuat di banyak masyarakat agraris.
Dalam masyarakat kuno, setiap fase bulan membawa simbol. Hunter’s Moon berarti saat mempersiapkan diri menghadapi dingin dan kelaparan musim dingin—semacam pengingat bahwa alam punya ritme dan manusia harus menyesuaikannya.
4. Bulan yang terbit cepat, bikin malam lebih terang

Menurut penjelasan EarthSky, salah satu ciri khas Hunter’s Moon adalah fenomena ‘low angle ecliptic’, yaitu posisi jalur bulan terhadap cakrawala yang lebih landai di musim gugur. Hal ini membuat waktu terbit bulan hanya selisih beberapa menit dari matahari terbenam, sehingga langit malam langsung dipenuhi cahayanya.
Dampaknya, malam menjadi terang selama beberapa hari berturut-turut. Bahkan di zaman dahulu, para petani memanfaatkan cahaya ini untuk menyelesaikan panen terakhir atau berburu di malam hari tanpa obor.
Fenomena sederhana ini memperlihatkan betapa orbit dan kemiringan bumi memainkan peran penting dalam kehidupan manusia, bahkan jauh sebelum sains modern memahaminya secara matematis.
5. Disebut juga sanguine moon dan migrating moon

Hunter’s Moon punya banyak nama tergantung budaya. Di kalangan penduduk asli Amerika, ia juga dikenal sebagai ‘sanguine moon’ atau ‘blood moon’, karena cahayanya sering tampak merah keemasan akibat posisi rendah di cakrawala—dilansir dari kanal calendarr.com.
Sementara masyarakat Asia Timur mengenalnya sebagai ‘drying rice moon’ atau ‘falling leaves moon’, menandai masa ketika hasil panen dikeringkan dan dedaunan berguguran. Dalam mitologi Eropa Utara, bulan ini juga dikaitkan dengan dewi berburu, Artemis—simbol kesiapan dan ketenangan menghadapi perubahan musim.
Keberagaman penamaan ini menunjukkan bahwa astronomi tidak hanya tentang teleskop dan angka, tapi juga tentang cerita, mitos, dan makna eksistensial manusia terhadap langit.
6. Dulunya jadi penuntun para pemburu

Sebelum era listrik, Hunter’s Moon punya fungsi praktis yang vital. Menurut catatan NASA Science Earth's Moon, cahaya bulan purnama ini membantu para pemburu menemukan hewan liar yang berkeliaran mencari sisa biji-bijian di ladang.
Hewan seperti rusa, rubah, dan kelinci lebih mudah terlihat di bawah cahaya terang bulan, menjadikan malam sebagai waktu berburu yang efektif. Setelah panen selesai, bulan ini menandai ‘musim persiapan’ sebelum musim dingin tiba.
Dari sisi budaya, Hunter’s Moon bukan hanya tentang berburu hewan, tapi juga berburu waktu—momen manusia memanfaatkan setiap detik sebelum gelap dan dingin datang. Sebuah metafora tentang keuletan dan adaptasi terhadap alam.
7. Awal dari tiga supermoon berturut-turut

Fenomena 2025 makin menarik karena Hunter’s Moon kali ini menjadi yang pertama dari tiga supermoon berturut-turut (Oktober, November, dan Desember). Fakta ini dikonfirmasi oleh Good Morning America yang mencatat bahwa jarak orbit bulan tetap dekat dengan Bumi selama tiga bulan berturut-turut.
Artinya, penggemar langit bisa menikmati ‘triple spectacle’ langit malam—bulan yang tampak besar, bulat sempurna, dan menyala perak setiap bulan hingga akhir tahun.
Fenomena ini menjadi penutup indah bagi kalender astronomi 2025, mengingatkan kita bahwa alam semesta selalu punya ritme visual yang menggetarkan hati dan penuh harmoni.
Hunter’s Moon bukan sekadar fase bulan—ia adalah pengingat bahwa langit dan manusia terhubung oleh siklus waktu dan makna. Dari ladang panen kuno hingga layar ponsel modern, cahaya bulan ini tetap membuat manusia menengadah dan merasa kecil di hadapan semesta.
Fenomena Hunter’s Moon 2025 menyatukan mitos, sains, dan keindahan alam dalam satu momen yang bisa kita saksikan bersama. Jadi, saat bulan itu terbit di langit Oktober nanti, berhentilah sejenak—mungkin di sanalah kamu akan menemukan kembali rasa kagum yang jarang muncul di bawah lampu-lampu kota.