Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Alasan Albert Einstein Tak Terlibat dalam Proyek Manhattan

potret Albert Einstein (commons.wikimedia.org/Herman Mishkin)

Pada Agustus 1939, Albert Einstein mengirim surat penting kepada Presiden Amerika Serikat, Franklin D Roosevelt. Pada saat menulis surat tersebut, Einstein dibantu temannya sekaligus sesama fisikawan bernama Leo Szilard. Di sisi lain, Einstein sudah dikenal karena rumus E = mc2. Albert Einstein pun berhasil memenangkan Hadiah Nobel Fisika pada 1921.

Dalam surat tersebut, Albert Einstein memperingatkan, "Saya bisa membayangkan bahwa bom jenis baru yang sangat kuat dapat dibuat."

Dua bulan kemudian, pada Oktober, Presiden Amerika Serikat, Franklin D Roosevelt, membahas surat yang ditulis Albert Einstein dengan temannya sekaligus penasihat bernama Alexander Sachs. Alexander Sachs adalah orang pertama yang membahas tentang Proyek Manhattan, yang nantinya akan menghasilkan senjata nuklir pertama di Amerika. Pertanyaannya, mengapa Albert Einstein tidak menjadi bagian dari Proyek Manhattan? Padahal, jelas-jelas dia yang pertama kali menulis surat kepada Presiden Amerika dan mengatakan ada bom jenis baru yang mahadahsyat.

 

1. Albert Einstein menjadi target Nazi

Anggota Partai Nazi dari kanan: Franz Pfeffer von Salomon (Franz von Pfeffer), Adolf Hitler, Gregor Strasser, Rudolf Hess, dan Heinrich Himmler. (commons.wikimedia.org/Unknown Photographer)

Saat Albert Einstein menjadi kanselir Jerman pada 30 Januari 1933, terjadilah penganiayaan kejam terhadap orang Yahudi dan jutaan lainnya. Albert Einstein pun menjadi target utama karena pandangannya yang blak-blakan tentang Nazi dan keyakinannya pada pasifisme. Nazi membekukan rekening bank keluarga Albert Einstein dan menggeledah tempat tinggal mereka. Albert Einstein akhirnya melepaskan kewarganegaraan Jermannya dan melarikan diri ke pedesaan Inggris.

"Saya akan menjadi orang Inggris yang dinaturalisasi segera setelah surat-surat saya bisa diselesaikan," menurut Albert Einstein dalam sebuah artikel TIME, yang diadaptasi dari buku Einstein on the Run: How Britain Saved the World's Greatest Scientist oleh Andrew Robinson.

Namun, pada tahun yang sama (1933), Albert Einstein pindah ke Amerika Serikat. Ia mulai bekerja di Institute for Advanced Study di Princeton, New Jersey. Lalu, ia menjadi warga negara AS pada 1940.

Meskipun Albert Einstein berkewarganegaraan Amerika, berkontribusi terhadap ilmu pengetahuan, dan memberi peringatan keras kepada Presiden AS, Franklin D Roosevelt, pemerintah AS justru mengucilkan Albert Einstein. Di sisi lain, J Edgar Hoover, kepala FBI yang terkenal sangat otokratis dan paranoid, menyimpan dokumen tentang Albert Einstein sejak 1932. Dokumen ini mencapai 1.427 halaman.

Sayangnya, Albert Einstein meninggal pada 1955. Hingga kematiannya, Hoover masih memandang Einstein sebagai sosok yang menentang rasisme dan kapitalisme. Hoover curiga dan menganggap Einstein sebagai seorang komunis atau seorang radikal ekstrem.

2. Albert Einstein dan gerakan hak-hak sipil

Albert Einstein berbicara di Jerman. (commons.wikimedia.org/Georg Pahl)

Saat menyangkut rasisme di negara angkatnya (Amerika Serikat), Albert Einstein menentangnya. Hal ini dibuktikan saat ia memberi bantuan kepada penyanyi opera Afrika-Amerika bernama Marian Anderson di sebuah hotel di Princeton, New Jersey. Hotel ini tidak mau memberikan kamar kepada penyanyi opera Afrika-Amerika tersebut. Einstein dan istrinya, Elsa, akhirnya mengajak Anderson untuk menginap bersama mereka.

Selain itu, Albert Einstein juga menjadi anggota organisasi hak-hak sipil The National Association for the Advancement of Colored People (NAACP). Pada 1946, Einstein menjadi pembicara di Black Lincoln University. Ia membahas tentang segregasi. "Ini [segregasi] adalah penyakit orang kulit putih," ungkap Albert Einstein. 

Albert Einstein berteman baik dengan penyanyi dan aktivis Afrika-Amerika Paul Robeson. Di samping itu, Einstein ikut memimpin gerakan American Crusade Against Lynching (ACAL), yang didirikan Paul Robeson sendiri. Einstein juga menawarkan diri untuk bersaksi atas nama penulis dan aktivis hak-hak sipil WEB Du Bois saat tersandung kasus hukum.

3. Izin keamanan Albert Einstein ditolak dalam proyek pemerintah AS

Balasan surat Franklin Delano Roosevelt untuk Albert Einstein tertera dalam buku Albert Einstein – Derrière l'image oleh Ze'ev Rosenkranz. (commons.wikimedia.org/Franklin Delano Roosevelt)

Pada 19 Oktober 1939, Presiden AS, Franklin D Roosevelt, membalas surat Albert Einstein dan mengatakan kepada fisikawan terkenal itu bahwa dia (FDR) telah membentuk sebuah komite yang terdiri dari perwakilan sipil dan militer untuk mempelajari uranium atau pendahulu Proyek Manhattan. Pada Juli 1940, kantor Intelijen Angkatan Darat AS tidak mengizinkan Albert Einstein untuk menjadi bagian dari Proyek Manhattan karena keyakinan politik dan sosialnya. Pemerintah AS tidak saja menolak keterlibatan Einstein, tetapi juga melarang ilmuwan mana pun yang mengerjakan proyek tersebut untuk berkonsultasi dengan Albert Einstein.

Albert Einstein tidak mau ambil pusing dengan penolakan tersebut. Namun, Einstein menyesal atas surat yang dikirimnya pada 1939. Dia mengatakan kepada Newsweek, "Saya tahu Jerman tidak akan berhasil mengembangkan bom atom. Saya pun tidak akan melakukan apa pun."

Setelah pemboman Hiroshima, Albert Einstein menjadi aktivis antinuklir. Einstein mengatakan, "Kekuatan atom yang dilepaskan telah mengubah segalanya, kecuali cara berpikir kita. Dengan demikian, kita terjerumus ke dalam bencana yang tak tertandingi."

Albert Einstein mendapat pujian karena mendorong AS untuk mulai mengembangkan program senjata nuklir. Akan tetapi, Einstein tidak menjadi bagian dari program tersebut. Pemerintah di Amerika Serikat justru menganggap bahwa Einstein menganut kepercayaan yang berbahaya sampai akhirnya Amerika tidak melibatkan Albert Einstein lagi pada proyek-proyek pemerintahan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Amelia Solekha
EditorAmelia Solekha
Follow Us