Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apakah Bekas Tambang Bisa Dipulihkan? Ini 5 Jawabannya

ilustrasi bekas tambang (unsplash.com/Mooz L.)
ilustrasi bekas tambang (unsplash.com/Mooz L.)
Intinya sih...
  • Ilmu reklamasi membuka jalan untuk pemulihan ekosistem
  • Kebijakan pemerintah menentukan arah pemulihan bekas tambang dalam jangka panjang
  • Peran komunitas lokal mempengaruhi keberhasilan pemulihan bekas tambang

Bekas tambang kerap menjadi sorotan karena meninggalkan jejak panjang pada lanskap dan lingkungan. Setelah proses penambangan selesai, banyak wilayah berubah drastis; lahan jadi tandus, air tercemar, dan ekosistem terganggu. Hal ini memicu pertanyaan besar di kalangan ilmuwan, pemerintah, hingga masyarakat yakni mungkinkah bekas tambang dipulihkan seperti semula?

Tantangan teknis dan ekologis yang muncul memang tak sedikit, tetapi upaya pemulihan tetap terus dicoba dengan berbagai pendekatan. Proses rehabilitasi lahan bekas tambang bukan sekadar menanam pohon atau meratakan tanah melainkan usaha menyeluruh yang melibatkan banyak sektor. Berikut lima penjelasan yang membantu menjawab apakah bekas tambang bisa dipulihkan atau justru meninggalkan dampak bagi lingkungan.

1. Ilmu reklamasi membuka jalan untuk pemulihan ekosistem

ilustrasi reklamasi (unsplash.com/Dmytro Oz)
ilustrasi reklamasi (unsplash.com/Dmytro Oz)

Pemulihan bekas tambang tak bisa dilepaskan dari peran ilmu reklamasi yakni sebuah cabang ilmu yang fokus untuk memulihkan fungsi ekologi lahan yang rusak. Melalui pendekatan biologis, kimia, dan fisik, reklamasi berupaya menormalkan kembali struktur tanah, keseimbangan nutrisi, dan keberadaan vegetasi. Namun proses ini tidak instan. Dibutuhkan waktu bertahun-tahun hingga lahan mulai menunjukkan tanda-tanda pulih, dan itu pun belum tentu kembali seperti kondisi awal. Misalnya, jenis tanaman yang ditanam di awal pemulihan biasanya merupakan spesies perintis yang tahan kondisi ekstrem. Setelah tanah stabil, barulah bisa diperkenalkan spesies lokal agar ekosistem asli perlahan tumbuh kembali.

Meski terdengar cukup menjanjikan, efektivitas reklamasi sangat bergantung pada kondisi awal kerusakan lahan dan jenis tambang yang pernah beroperasi. Tambang batu bara dengan kontaminasi asam tambang, misalnya, membutuhkan perlakuan berbeda dari tambang emas yang meninggalkan residu logam berat. Di sinilah tantangan terbesar berada menerapkan satu metode pada semua kondisi hampir mustahil. Maka dari itu, pendekatannya harus disesuaikan dengan karakteristik lokal dan didukung riset lapangan yang mendalam. Dengan kata lain, ilmu reklamasi bisa jadi kunci, tapi bukan solusi tunggal.

2. Kebijakan pemerintah menentukan arah pemulihan bekas tambang dalam jangka panjang

ilustrasi pemerintah (unsplash.com/Dino Januarsa)
ilustrasi pemerintah (unsplash.com/Dino Januarsa)

Upaya reklamasi tak akan berjalan baik tanpa kerangka hukum yang jelas dan pengawasan yang konsisten. Pemerintah memiliki peran sentral dalam menetapkan regulasi, menetapkan standar keberhasilan reklamasi, serta menjatuhkan sanksi bagi perusahaan tambang yang lalai. Dalam banyak kasus, lemahnya penegakan hukum membuat reklamasi hanya sebatas formalitas. Lahan ditanami bibit pohon secara massal tanpa pemeliharaan lanjutan, yang akhirnya mati dan kembali gersang. Di sisi lain, regulasi yang terlalu permisif juga bisa dimanfaatkan oleh pelaku industri untuk lolos dari tanggung jawab.

Di beberapa negara, termasuk Indonesia, muncul dorongan untuk memperkuat instrumen pengawasan, seperti sertifikasi keberhasilan reklamasi, audit independen, dan partisipasi masyarakat sekitar. Namun tantangannya tetap besar. Banyak wilayah bekas tambang berada di lokasi terpencil dengan akses terbatas, sehingga pengawasan lapangan tidak maksimal. Apalagi jika pelaku tambang sudah tidak aktif atau mengalami kebangkrutan, maka upaya pemulihan sering terhenti begitu saja. Di sinilah pentingnya kebijakan negara yang tidak hanya reaktif, tetapi juga antisipatif dan berpihak pada keberlanjutan.

3. Peran komunitas lokal mempengaruhi keberhasilan pemulihan bekas tambang

ilustrasi bekas tambang (unsplash.com/Noah Ridge)
ilustrasi bekas tambang (unsplash.com/Noah Ridge)

Pemulihan bekas tambang tidak akan bertahan jika hanya dilakukan dari luar tanpa melibatkan masyarakat yang hidup di sekitar area tersebut. Komunitas lokal sering kali memiliki pengetahuan tradisional mengenai lingkungan setempat, yang bisa menjadi sumber informasi penting dalam proses rehabilitasi. Selain itu, keterlibatan mereka menciptakan rasa kepemilikan terhadap hasil pemulihan, sehingga lebih terjaga dalam jangka panjang. Misalnya, jika lahan bekas tambang tadi disulap menjadi lahan pertanian atau kawasan wisata ekologi, maka masyarakat juga akan punya andil untuk ikut merawatnya.

Namun pelibatan ini butuh pendekatan yang etis dan partisipatif, bukan sekadar melibatkan sebagai tenaga kerja atau simbol keterwakilan. Tanpa akses informasi dan hak suara, partisipasi masyarakat menjadi semu dan justru memperburuk ketimpangan. Maka penting untuk merancang program pemberdayaan berbasis dialog dan kesetaraan. Selain itu, pemulihan yang melibatkan masyarakat juga harus memperhatikan kebutuhan sosial dan budaya mereka bukan hanya orientasi ekonomi. Tujuannya bukan sekadar memulihkan lahan, tetapi memperkuat relasi antara manusia dan lingkungan yang sempat rusak oleh eksploitasi industri.

4. Teknologi baru menawarkan alternatif lebih efisien

ilustrasi bioremediasi (commons.wikimedia.org/ENERGY.GOV)
ilustrasi bioremediasi (commons.wikimedia.org/ENERGY.GOV)

Kemajuan teknologi membuka peluang baru dalam mempercepat proses pemulihan bekas tambang. Saat ini, tersedia berbagai metode inovatif seperti fitoremediasi (menggunakan tanaman untuk menyerap logam berat), bioremediasi (melibatkan mikroorganisme), hingga penggunaan drone dan citra satelit untuk memantau perkembangan vegetasi secara real time. Teknologi ini tidak hanya meningkatkan efisiensi, tapi juga memperkecil dampak lanjutan dari proses rehabilitasi yang bersifat mekanis dan mahal. Namun, pemanfaatannya masih terbatas di beberapa wilayah karena biaya investasi awal yang tinggi.

Selain itu, tantangan lainnya adalah memastikan teknologi yang digunakan benar-benar sesuai dengan kondisi ekologi setempat. Tidak semua metode bisa diterapkan secara universal, dan dalam beberapa kasus, pendekatan teknologi tinggi malah gagal karena tidak memperhitungkan karakteristik lokal. Oleh sebab itu, keberhasilan inovasi tetap membutuhkan integrasi antara pengetahuan teknis dan konteks sosial-ekologis. Teknologi bukan pengganti, tapi pelengkap dari upaya pemulihan yang lebih besar. Jika digunakan dengan bijak, teknologi bisa mempercepat pemulihan sekaligus meminimalkan risiko kegagalan.

5. Faktor ekonomi dan investasi jadi penentu utama keberlanjutan

ilustrasi investasi (unsplash.com/PiggyBank)
ilustrasi investasi (unsplash.com/PiggyBank)

Mau tidak mau, setiap program pemulihan lahan membutuhkan dana besar. Biaya untuk memulihkan tanah, menanam vegetasi, membersihkan limbah, hingga monitoring jangka panjang tidak sedikit. Karena itulah, keterlibatan investor dan pelaku industri sangat penting, apalagi jika bekas tambang berada di area luas dengan tingkat kerusakan tinggi. Namun, ini sering menjadi masalah. Banyak perusahaan tambang mengabaikan tanggung jawab finansial setelah kegiatan eksploitasi selesai, terutama jika tidak ada regulasi yang mengharuskan mereka menyisihkan dana pemulihan sejak awal.

Skema yang bisa diterapkan antara lain adalah pembentukan dana jaminan reklamasi yang dikunci sejak izin tambang diterbitkan. Ini akan memastikan bahwa proses pemulihan tetap bisa berjalan meski perusahaan sudah tidak aktif. Di sisi lain, pendekatan berbasis ekonomi hijau juga mulai dilirik bekas tambang bisa dijadikan kawasan wisata alam, agroforestry, atau pusat riset lingkungan. Konsep ini memungkinkan lahan tetap produktif sambil tetap menjaga prinsip konservasi. Tanpa dukungan ekonomi yang memadai, pemulihan hanya akan jadi wacana di atas kertas.

Bekas tambang bisa dipulihkan, tetapi prosesnya tidak sederhana dan butuh kolaborasi dari banyak pihak. Dari ilmu reklamasi hingga regulasi pemerintah, dari partisipasi komunitas hingga inovasi teknologi, semuanya saling terkait. Jika dijalankan secara konsisten dan terencana, pemulihan bekas tambang bukan mustahil melainkan sebuah tantangan yang bisa diatasi dengan ilmu, etika, dan komitmen.

Referensi:

"Reclamation." California Department of Conservation. Diakses pada Juni 2025.

"Revegetation of mined land." Conservation Evidence. Diakses pada Juni 2025.

"Indonesia Expedites Restoration of 800,000 Ha of Former Mining Sites." BritCham Indonesia. Diakses pada Juni 2025.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us