Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Cara Suku Maya Kuno Memprediksi Gerhana

unsplash.com/Taylor Smith
unsplash.com/Taylor Smith

Gerhana Matahari total cincin atau gerhana matahari ring of fire baru saja terjadi pada 14 Oktober 2023 kemarin. Meski kita yang berada di Indonesia tak bisa menyaksikannya secara langsung, kita tetap bisa melihat fenomena langit tersebut melalui akun YouTube NASA.

Berbicara mengenai gerhana, mungkin kamu bertanya mengenai bagaimana cara orang zaman dulu untuk memprediksi fenomena langit tersebut, termasuk Suku Maya Kuno yang terkenal punya keahlian di bidang astronomi. Pada zaman sebelum ada teleskop dan teknologi tersebut, lantas bagaimana cara Suku Maya Kuno memprediksi gerhana?

Mampu berikan prediksi yang cukup akurat

ilustrasi peradaban suku Maya (unsplash.com/Marv Watson)
ilustrasi peradaban suku Maya (unsplash.com/Marv Watson)

Melansir IFLScience, seorang archaeoastronomer dari Universitas Tepeyac, Ismael Arturo Montero García, menjelaskan bahwa “Suku Maya memiliki pengetahuan yang mendalam tentang mekanika langit dan memiliki keakuratan yang tinggi dalam memprediksi gerhana.” 

Montero García memperkirakan bahwa suku Maya mampu memprediksi gerhana dengan tingkat akurasi sekitar 55 persen. Perlu dicatat bahwa angka tersebut masih cukup mengesankan mengingat kurangnya teknologi modern seperti teleskop dan sebagainya.

Menurut Allen Christenson, seorang profesor seni komparatif dan sastra serta pakar budaya Maya, menjelaskan bahwa meskipun suku Maya tidak dapat memprediksi hari pasti terjadinya gerhana, mereka dapat memprediksi musim gerhana dengan mencatat kapan Venus terbit di atas cakrawala tepat sebelum matahari terbit. Hasil riset dari Birmingham Young University mengatakan bahwa suku Maya percaya bahwa planet-planet adalah dewa mereka, dan akibatnya mereka memantau pergerakan mereka dengan cermat.

Gunakan perhitungan pergerakan benda langit

ilustrasi benda langit (unsplash.com/Benjamin Voros)
ilustrasi benda langit (unsplash.com/Benjamin Voros)

Montero García menjelaskan cara yang digunakan oleh Suku Maya Kuno adalah dengan menggunakan perhitungan pergerakan benda langit. “Kenapa mereka bisa memprediksinya? Karena tidak mungkin terjadi gerhana matahari kecuali pada saat Bulan Baru, dan tidak dapat terjadi gerhana bulan kecuali pada saat Bulan Purnama,” jelasnya.

"Atas dasar tersebut, prediksi pada tingkat tertentu dapat dibuat, dengan mempertimbangkan perbedaan yang memerlukan penyesuaian, seperti yang ditunjukkan dalam Kodeks Dresden,” lanjut Montero García.

Kodeks Dresden sendiri merupakan manuskrip Maya kuno yang berasal dari abad ke-11 atau ke-12. Kodeks tersebut berisi serangkaian tabel astronomi yang digunakan untuk melacak pergerakan benda-benda langit.

Salah satu tanda gerhana dapat ditemukan di halaman 54 Kodeks Dresden, dan terdiri dari pita langit, Matahari, dua tulang paha, dan bidang hitam putih yang menyerupai sayap kupu-kupu. Dalam bahasa Maya, peristiwa seperti itu disebut sebagai Pa'al K'in, yang berarti “Matahari yang pecah”.

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, kita mengetahui bahwa Matahari tidak terlahap atau rusak selama gerhana matahari. Ia hanya tertutup saat Bulan Baru melintasi bidang orbit Bumi. Siklus ini biasanya terjadi setiap 177 hari, sebuah periode yang dikenal sebagai musim gerhana.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Achmad Fatkhur Rozi
EditorAchmad Fatkhur Rozi
Follow Us