5 Fakta Dampak Buruk Deforestasi, Bikin Ekosistem Terganggu!

Apa tanggapanmu jika ditanya terkait deforestasi? Dilansir Earth Observatory, deforestasi merupakan suatu kegiatan pembabatan hutan dalam skala besar untuk menciptakan kawasan non hutan, dengan cara penebangan hutan maupun pembakaran hutan.
Faktanya, deforestasi yang terjadi di berbagai negara tidak hanya merusak dari segi kuantitas, tetapi juga kualitas. Seperti apakah dampak signifikannya bagi kehidupan di Bumi ini? Yuk, disimak bersama pembahasannya, agar kamu semakin paham pentingnya melindungi hutan dari deforestasi.
1. Terganggunya ekosistem hutan hujan tropis

Buat kaum dendrophile, pasti cukup akrab dengan jenis hutan ini, bukan? Hutan hujan tropis merupakan daerah yang memiliki tanah rendah nutrisi mineral, namun sarat akan manfaat.
Daerah ini menjadi rumah bagi 80 persen flora dan fauna, sumber penghidupan bagi 1,2 miliar penduduk, pemasok 20 persen oksigen, 70 persen obat-obatan penyakit kanker, dan 25 persen obat-obatan modern, serta dapat menyimpan empat kali lipat karbon lebih besar dari hutan tropis lainnya. Faktanya, kerusakan satu lapisan saja dari hutan ini dapat merangsang gangguan bagi tiga lapisan lainnya.
Buktinya, tahun 2020 lalu, deforestasi di hutan hujan Amazon yang mengakibatkan adanya kerusakan lapisan bawah kanopi. Hal ini telah menghambat siklus distribusi unsur hara bagi seluruh lapisan lainnya. Kehilangan pelindung untuk daerah dengan intensitas cahaya yang cenderung sedikit, mengakibatkan kehidupan bibit muda cenderung terbakar di musim panas, dan berdampak pula pada menurunnya kualitas tanah.
Sehingga perkembangan jutaan pohon dan tumbuhan melamban. Lebih parah lagi, hutan hujan primernya lenyap kira-kira lebih dari 2 juta hektare.
2. Berisiko munculnya penyakit menular

Tahukah kamu bahwa munculnya penyakit menular, berkaitan erat dengan dampak kerusakan lingkungan? Rusaknya sebuah lingkungan hidup, terutama karena deforestasi, menyebabkan berbagai gangguan yang berakibat pada ketidakstabilan rantai ekosistem kehidupan.
Faktanya, dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa kerusakan hutan akibat deforestasi merupakan pemicu utama timbulnya penyakit menular ke muka bumi. Hal ini berarti, selama deforestasi masih terus dilakukan, ada kemungkinan besar kita akan dihadapkan pada berbagai penyakit menular di masa depan nantinya.
Penelitian juga menyebutkan bahwa penyakit seperti chingkungunya, demam berdarah, ebola, malaria, zika, hingga pandemik COVID-19 merupakan bukti nyata bahwa kemunculan penyakit menular tidak terlepas dari dampak pengalihfungsian lahan hutan.
Tanpa disadari, deforestasi untuk pembukaan lahan baru, justru membuat interaksi antara keanekaragaman hayati yang kompleks dalam ekosistem hutan sebagai rantai utama kemunculan dan penyebaran virus ke luar hutan.
Bahayanya, jika virus itu sudah memasuki kawasan perkotaan yang padat penduduknya dengan kualitas lingkungan yang buruk, maka, hal ini akan mendorong perkembangbiakan virus sehingga manusia pun semakin rawan tertular.
3. Rusaknya ekosistem leuser

Ekosistem antik ini terbentang dari provinsi Aceh hingga provinsi Sumatra Utara, Indonesia dengan luas 6,5 juta hektare. Berkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan keberadaan hutan hujan dataran rendah seluas 2,6 juta hektare, kawasan ini mendapat julukan 'jantung hutan hujan Asia' dan 'rumah orang utan dunia'.
Tempat ini sangat eksotis dan bersejarah, sebab, merupakan ekosistem tertua dengan tiga lahan gambut istimewa yang menjadi habitat bagi spesies langka dunia yakni 17 spesies tumbuhan endemik, 21 spesies burung endemik, dan 15 spesies mamalia endemik, khususnya megafauna, seperti harimau, orang utan, gajah dan badak.
Wah, sungguh kaya, ya? Namun, faktanya, sejak tahun 2011 hutan hujan dataran rendah yang terletak di Sumatra, dikategorikan sebagai warisan dunia United Nation Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) yang terancam punah dengan luas tersisa 1,8 juta hektare pada tahun 2019.
Sedangkan empat megafauna di sana juga telah masuk redlist satwa langka International Union for Conservation of Nature (IUCN). Apabila pembukaan lahan kelapa sawit atau pertanian terus dilakukan di ekosistem ini, kita mungkin akan kehilangan aset pertiwi dan dunia yang sangat berharga.
4. Mempersulit terwujudnya perjanjian iklim Paris

Seperti yang kita ketahui bersama, 6 tahun lalu komitmen perjanjian iklim Paris menetapkan target penurunan suhu 1,5 derajat celsius atau di bawah 2,0 derajat celsius untuk mencegah akibat fatal pemanasan global beberapa tahun ke depan.
Perjanjian ini secara tersirat mengharuskan segala produktivitas manusia, terutama korporasi-korporasi besar industri dunia agar mengurangi emisi berlebihan ke atmosfer setiap tahunnya. Namun, kenyataannya, totalitas implementasi dari kesepakatan yang telah dibuat belum maksimal terlaksana.
Salah satu kegiatan yang menjadi kontributor terbesar kedua terhadap peningkatan pemanasan global, yakni deforestasi masih mengalami peningkatan di tahun 2020 terutama di beberapa daerah vital. Seperti hutan tropis Amazon di Amerika Selatan, hutan tropis di Lembah Congo, dan beberapa di kawasan Asia Tenggara, meliputi Kamboja, Laos, dan Myanmar.
Sementara itu, baru-baru ini laporan National Aeronautics and Space Administration (NASA), menyebutkan bahwa pemanasan telah meningkat di atmosfer dan telah melampui 2 derajat fahrenheit.
5. Kehilangan penyimpanan karbon alami terbaik

Rupanya, lahan gambut yang memiliki luas tidak lebih dari 3 persen di dunia ini berperan penting! Lahan gambut termasuk golongan lahan basah yang terdistribusi lebih dari seratus negara dengan model lanskap dengan kedalaman yang berbeda-beda.
Lahan gambut alami dapat menyimpan hampir 550 gigaton karbon, atau mencapai lebih dua kali lipat penyimpanan karbon hutan dunia, dan lima kali lipat karbon hutan tropis. Selain itu, lahan ini turut berperan aktif dalam mencegah bencana alam, menjaga kualitas air yang sehat, dan menjadi sumber penghasilan masyarakat sekitar.
Ketika deforestasi merusak areanya yang sensitif dan diikuti pengeringan gambut, akibatnya, terjadi kebakaran yang sukar padam, penipisan gambut sekitar 5 sentimeter per tahun, pelepasan 10 persen gas rumah kaca. Hingga, menimbulkan kematian lebih dari 6,5 juta jiwa setiap tahunnya.
Fatalnya, hingga saat ini, dunia cukup banyak kehilangan dari dua kali lipat, atau lima kali lipat penyimpanan yang ditawarkan oleh lahan gambut untuk mendukung upaya penghematan emisi karbon. Kedalaman lahan gambut yang krusial dihancurkan sekejap, padahal pembentukan lahan gambut membutuhkan waktu ribuan tahun, bahkan, ada yang mencapai 10.000 tahun lamanya.
Nah, itu dia beberapa dampak terburuk deforestasi yang terjadi saat ini. Kalau menurut kamu, apalagi dampak terburuk lainnya yang bisa berpengaruh bagi Bumi?