6 Fakta Banteng Jawa, Sapi Liar Endemik Jawa yang Terancam Punah

Banteng jawa merupakan spesies sapi liar endemik Pulau Jawa, dan dapat pula ditemukan di Madura dan Bali. Hewan dengan nama ilmiah Bos javanicus javanicus ini memiliki habitat di wilayah terbuka dan kering seperti di padang rumput atau semak belukar yang lebat. Ketika musim hujan, banteng cenderung bermigrasi ke area hutan dengan tutupan yang lebih lebat atau hutan bambu.
Banteng dapat bertahan hidup tanpa air dalam waktu yang cukup lama saat musim kemarau. Hewan ini masuk ke dalam kategori endangered atau terancam punah berdasarkan IUCN. Hal ini diakibatkan populasinya telah menurun lebih dari 50% dalam beberapa dekade terakhir. Mari berkenalan lebih lanjut dengan banteng jawa melalui fakta-fakta berikut ini!
1. Jantan dan betina dapat dibedakan dengan jelas

Banteng jawa memiliki ciri khas berupa corak putih pada bagian bokong dan kaki yang menyerupai seperti kaos kaki. Corak putih ini terdapat pada individu jantan dan betina. Namun, secara keseluruhan, banteng jawa jantan dan betina dapat dibedakan dengan jelas melalui ciri fisiknya atau disebut juga dimorfisme seksual.
Banteng jawa jantan memiliki warna tubuh hitam kecokelatan, dengan arah tumbuh tanduk ke atas. Ukuran tubuh serta tanduk banteng jawa jantan jauh lebih besar dibandingkan dengan betina. Individu betina memiliki tubuh berwarna cokelat kemerahan dengan arah tumbuh tanduk ke belakang kepalanya.
2. Bersifat diurnal

Banteng jawa merupakan hewan yang bersifat diurnal atau aktif di siang hari. Namun banteng juga dapat aktif di malam hari jika berada di wilayah yang bersinggungan dengan manusia. Banteng hidup di dalam kelompok yang terdiri dari 2–40 individu. Umumnya dalam suatu kelompok, hanya terdapat satu banteng jantan dominan. Banteng jawa dapat berkomunikasi menggunakan vokalisasi, terutama ketika musim kawin tiba.
3. Sering menjilati garam

Banteng jawa merupakan herbivora pemakan rumput, daun, bunga, hingga buah. Hewan ini akan mencari makanannya di area yang terbuka seperti padang rumput. Banteng memang dapat bertahan hidup tanpa minum air ketika kekeringan, tetapi mereka akan minum air secara rutin ketika memungkinkan dan tersedia. Banteng jawa juga sering menjilati garam untuk memenuhi kebutuhan nutrisi mereka. Ketika berada di alam liar, banteng akan meminum air laut sebagai pengganti garam.
4. Sistem perkawinan poligami

Banteng jawa memiliki sistem perkawinan poligami, yaitu satu individu jantan dapat kawin dengan beberapa individu betina. Individu betina akan mengalami periode kehamilan selama kurang lebih 9,5 bulan dan umumnya melahirkan satu anak. Induk banteng akan merawat dan menjaga anaknya selama 6–9 bulan lamanya. Setelahnya banteng dapat hidup mandiri dan akan mencapai usia matang kelamin ketika berumur 2–3 tahun.
5. Domestikasi banteng

Banteng jawa sudah didomestikasi sejak ribuan tahun yang lalu. Hasil domestikasi dari banteng jawa merupakan sapi bali. Sapi bali ini lebih dapat bertahan di cuaca panas dan lembap. Umumnya, hasil domestikasi banteng jawa ini juga dapat tumbuh dengan baik walau dengan pakan berkualitas buruk.
6. Terancam punah

Berdasarkan data IUCN Red List, populasi banteng di alam liar diperkirakan hanya tersisa sekitar 5.000-8.000 individu saja. Hal ini diakibatkan perburuan liar, hilangnya habitat akibat alih fungsi lahan, serta rentan terhadap penyakit. Banteng dapat menjadi inang bagi beberapa spesies endoparasit seperti cacing hati dan cacing usus, yang dapat menyebabkan kerusakan organ pada banteng. Banteng juga rentan terhadap penyakit kulit hingga diare yang dapat berujung pada kematian.
Banteng merupakan hewan yang penting bagi ekosistem. Mereka berperan dalam siklus nutrien yang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Banteng dapat menyebarkan biji dan menghasilkan feses yang menjadi pupuk bagi berbagai tumbuhan. Pada akhirnya, tumbuhan tersebut juga menjadi makanan bagi para banteng dan berbagai hewan lainnya. Keren juga ya bagaimana mekanisme siklus nutrien di alam yang melibatkan banteng!