Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

11 Fakta Lawrence of Arabia, Pejuang Inggris di Pemberontakan Arab

Thomas Edward Lawrence (Lawrence of Arabia) (commons.wikimedia.org/Imperial War Museums)

Seorang arkeolog Inggris yang menjadi pejuang kemerdekaan dengan ciri khas sorbannya, yakni Thomas Edward Lawrence, rupanya menginspirasi banyak film, termasuk film biografi berjudul Lawrence of Arabia (1962) yang banyak dipuji kritikus. Film ini dibintangi oleh Peter O'Toole. Lawrence, yang dijuluki "Lawrence of Arabia" (Lawrence dari Arabia) oleh media setelah bergabung dengan pemberontak Arab untuk melawan Turki Ottoman, adalah seorang laki-laki yang fasih dalam 7 bahasa.

Lawrence of Arabia merupakan seorang arkeolog sekaligus pilot pesawat tempur, perwira intelijen, diplomat, dan ahli strategi militer. Bakatnya bisa dibilang luar biasa, tetapi hidupnya tak pelak dari kontroversi. Di samping itu, autobiografinya yang berjudul The Seven Pillars of Wisdom (1926), menjadi buku best seller dan membuat nama Lawrence of Arabia tenar di kancah internasional. Adapun, sisi gelapnya ia sembunyikan sangat rapi sampai ia wafat dalam sebuah kecelakaan sepeda motor pada usia 46 tahun.

Meskipun Lawrence of Arabia suka berpetualang, Lawrence tidak suka mencari perhatian. Sebab, saat ia ditawari gelar bangsawan dan Victoria Cross untuk keberaniannya di hadapan musuh, Lawrence menolaknya. Ia memilih untuk bergabung dengan Royal Air Force sebagai seorang tamtama dengan nama samaran.

Namun Lawrence of Arabia yang terkenal sebagai pemberani, hanyalah segelintir cerita tentang kehidupannya. Lebih dari itu, banyak sisi gelap dan tragedi yang pernah menghampiri hidupnya. Seperti apa?

1. Saat kecil, Lawrence of Arabia sering mendapat kekerasan fisik dari ibunya

Sarah Lawrence, ibu dari Thomas Edward Lawrence, dan anak-anaknya, termasuk Thomas Edward Lawrence (commons.wikimedia.org/Potatius)

Ayah Thomas Edward Lawrence (Lawrence of Arabia) adalah bangsawan Irlandia bernama Thomas Chapman. Namun, ayahnya pernah menikah lalu meninggalkan istri serta dua putrinya karena selingkuh dengan pengasuh anaknya dari Skotlandia bernama Sarah Junner. Ayahnya dan Sarah Junner kemudian memilih nama Lawrence dan hidup dengan memakai nama itu sebagai suami istri. Mereka dikaruniai 5 anak laki-laki, salah satunya Thomas Edward Lawrence yang lahir pada 16 Agustus 1888 di Wales.

Kemudian, keluarganya pindah ke Oxford, Inggris. Thomas Edward Lawrence sendiri tumbuh sebagai seorang anak laki-laki yang punya rasa keingintahuan yang tinggi dan sangat cerdas. Sayangnya, masa kecilnya tak sempurna kelihatannya.

Sarah Lawrence (ibu Thomas Edward Lawrence) adalah seorang ibu yang sangat disiplin dan teliti. Itu sebabnya, pola asuhnya tidak jauh dari kekerasan. Sarah merupakan seorang Kristen yang taat, tetapi ia tidak rela menerima kenyataan bahwa dia dan Thomas Chapman tidak menikah secara resmi. Akibatnya, dia sering melampiaskan ketidakadilan ini dengan membenci anak-anaknya.

Terlepas dari motifnya, adik laki-laki Thomas Edward Lawrence yang bontot, bernama Arnold, pernah bilang kalau masa kecil mereka sangat tidak menyenangkan karena sering mendapat kekerasan fisik dari ibunya. Namun, Sarah menyimpan harapan besar kepada Thomas Edward Lawrence. Nah, akibatnya, Lawrence tidak pernah merasa puas. Ia tidak puas dengan prestasinya yang gemilang, dia bertekad untuk selalu menjadi sempurna. Akhirnya, Lawrence, pindah dari rumah keluarganya dan memilih tinggal sendiri.

2. Lawrence of Arabia kehilangan dua saudara kandungnya karena bertempur dalam Perang Dunia I

saudara kandung Thomas Edward Lawrence pada 1910, dari kiri ke kanan: T. E. Lawrence (Ned), Frank, Arnold, Bob dan Will (commons.wikimedia.org/Potatius)

Thomas Edward Lawrence adalah anak kedua dari lima bersaudara yang lahir dari pasangan Thomas Chapman dan Sarah Junner. Meski begitu, kedua orangtuanya tidak menikah secara resmi sehingga masa kecilnya tidak tenang. Namun, seperti yang ditunjukkan oleh artikel Historynet, Thomas Edward Lawrence berhasil menjadi seorang pelajar yang berprestasi. Ia bahkan menempuh pendidikan di Universitas Oxford dan mengambil jurusan sejarah. Disinilah ia menulis tesisnya tentang kastil-kastil Tentara Salib.

Ketika Perang Dunia I meletus, Thomas Edward Lawrence sedang melakukan penggalian arkeologi di Suriah. Namun, Angkatan Darat Inggris menugaskannya untuk bekerja di departemen pembuatan peta di Kairo, Mesir. Di tempat ini, nama Lawrence tenar berkat prestasinya. Sebab, ia cerdas dan pengetahuannya luas.

Namun, bekerja diruangan tidak menarik bagi Thomas Edward Lawrence yang punya jiwa petualang. Ia ingin melakukan lebih banyak hal, terutama setelah saudara kandungnya, Will dan Frank, tewas dalam pertempuran di garis depan Barat. Kehilangan Will dan Frank menjadi salah satu motivasi utamanya untuk bergabung dengan Pemberontakan Arab melawan pasukan Turki pada 1919.

Ia merasa sangat bersalah karena dua saudara kandungnya rela mengorbankan hidup mereka demi kebebasan dan ingin menjadi bagian dari sejarah, bukan sekadar menjadi saksi sejarah. Nah, dengan menjadi tangan kanan Pangeran Emir Faisal (Faisal I dari Irak), Lawrence bisa mendapatkan apa yang diinginkannya dan lebih dari itu.

3. Lawrence dari Arabia menulis memoar dan menjadi tenar

Thomas Edward Lawrence (commons.wikimedia.org/Lowell Thomas)

Pada 1916, orang-orang Arab yang tinggal di wilayah Hejaz (yang sekarang menjadi Arab Saudi), melancarkan pemberontakan terhadap penindasan yang dilakukan Kekaisaran Ottoman. Di sisi lain, Kekaisaran Ottoman memihak Jerman. Itulah sebabnya, Inggris memihak orang-orang Arab dan mengirim Thomas Edward Lawrence ke zona konflik sebagai seorang perwira penghubung bagi Pangeran Faisal, putra Sharif Hussein dari Mekkah.

Dikutip Christian Science Monitor, Thomas Edward Lawrence berbaur dengan komunitas Arab. Ia mengubah penampilannya dengan memakai jubah dan sorban kepala keffiyeh khas Timur Tengah untuk memimpin sekelompok pejuang. Ia menciptakan serangkaian taktik gerilya.

Di lain sisi, kepahlawanan Thomas Edward Lawrence di medan perang, menarik perhatian jurnalis Amerika bernama Lowell Thomas. Thomas memfilmkan kegiatan Thomas Edward Lawrence di lokasi perkemahan Faisal I dan menjadikan rekaman itu sebagai gulungan film yang ditayangkan perdana di New York dan London. Namun, Thomas Edward Lawrence menuduh Lowell Thomas mengeksploitasi citranya.

Thomas Edward Lawrence semakin tenar ketika ia menerbitkan memoarnya yang berjudul The Seven Pillars of Wisdom, pada 1926. Media dan publik memburunya. Ia bak selebritas di usia 30 tahun. Setelah menghabiskan masa mudanya dengan berpetualang dan mendapat perhatian, Lawrence akhirnya masuk ke Angkatan Udara Kerajaan dan korps tank sebagai seorang tamtama dengan nama samaran.

4. Taktik perang ala Lawrence of Arabia

Thomas Edward Lawrence dan Pemberontakan Arab pada 1916—1918 (commons.wikimedia.org/Imperial War Museums)

Di satu sisi, ratusan bahkan ribuan tentara dan rekan senegara Arab menganggap Thomas Edward Lawrence sebagai sosok yang menginspirasi dan punya jiwa petarung bak seorang pahlawan. Sosok Thomas Edward Lawrence bahkan diajarkan kepada anak-anak sekolah yang tumbuh di Inggris dan Amerika pada 1920-an hingga 1930-an. Jadi, saat itu Lawrence dikenal sangat pemberani, gagah, dan brilian.

Di sisi lain, Thomas Edward Lawrence tidak menerima pelatihan tempur sebelum bergabung dengan Pangeran Faisal I dalam pertempurannya melawan Turki Ottoman, akan tetapi Lawrence mampu menunjukkan kehebatannya sebagai ahli strategi militer yang licik dan kejam. Di sisi lain, Lawrence memeluk budaya Arab, menyingkirkan jas khas Inggrisnya demi jubah dan sorban kepala fettiyeh.

Commonweal Magazine melansir kabar bahwa Thomas Edward Lawrence memandang orang Arab lebih rendah darinya. Dalam beberapa hal, dia adalah seorang kolonialis, yang menganggap orang Arab abad ke-20 itu tidak rasional dan orang Arab kota tidak layak untuk mendapatkan ketenaran. Lawrence menulis dalam memoarnya bahwa orang Arab tidak layak untuk dikenal dunia.

Selain itu, Thomas Edward Lawrence memiliki banyak taktik perang gerilya untuk melawan Turki yang jauh lebih kuat. Nah, salah satunya adalah alat peledak rakitan atau improvised explosive devices (IED) dan merusak jalur komunikasi secara strategis dan sistematis. Taktik perang ini rupanya masih digunakan hingga saat ini, khususnya dalam konflik Timur Tengah. Artinya, Lawrence berhasil membantu orang Arab melawan Turki Ottoman dengan taktik yang cukup modern pada masanya.

5. Thomas Edward Lawrence terpaksa mengeksekusi salah satu pasukannya sendiri

tenda Emir Feisal bin Husain al-Hashimi di Nakhl Mubarak, dekat Yenbo, saat Pemberontakan Arab (commons.wikimedia.org/Imperial War Museums)

Pada Januari 1917, Thomas Edward Lawrence, yang saat itu telah bergabung dengan suku Badui (suku bangsa Arab yang hidup di padang pasir), menjadi pemimpin Pemberontakan Arab. Bulan itu mereka melakukan penyerbuan yang membuahkan hasil terhadap tentara Turki Ottoman. Lawrence dan 35 suku Badui bersenjata berhasil menangkap dua tentara Turki Ottoman dan membawa mereka ke kamp untuk diinterogasi.

Namun, Thomas Edward Lawrence terpaksa mengeksekusi seorang anggota milisinya sendiri untuk mencegah pertumpahan darah. Pembunuhan itu menghantui Lawrence sepanjang hidupnya. Selama masa itu pula, Lawrence sakit parah. Ia berjuang melawan bisul, disentri, dan malaria.

6. Lawrence of Arabia kehilangan seorang teman baik

Thomas Edward Lawrence dan L. Woolley di Carchemish saat melakukan penggalian arkeologi. (commons.wikimedia.org/𐰇𐱅𐰚𐰤)

Dalam memoarnya yang berjudul The Seven Pillars of Wisdom, Thomas Edward Lawrence memuji seorang laki-laki bernama Selim Ahmed, yang dijuluki Dahoum. Dalam bahasa Arab berarti "si kecil yang gelap." Dikutip PBS, Lawrence bertemu Dahoum saat melakukan penggalian arkeologi di Carchemish, yang sekarang menjadi perbatasan Turki/Suriah.

Thomas Edward Lawrence terkesan dengan kecerdasan pemuda itu. Ia pun mengajari Dahoum bahasa Inggris dan matematika. Sebagai balasannya, Dahoum mengajari Lawrence bahasa Arab. Keduanya tidak terpisahkan selama beberapa tahun. Mereka melakukan ekspedisi bersama dan memicu rumor bahwa hubungan mereka lebih dari itu 

Pada Juni 1914, Thomas Edward Lawrence meninggalkan Dahoum di Carchemish untuk bertugas sebagai penghubung antara Angkatan Darat Inggris dan pemberontak Arab yang melawan pasukan Turki Ottoman. Empat tahun kemudian, saat Lawrence bersiap untuk bertempur di Damaskus, ia mendengar kabar kalau Dahoum meninggal karena tifus selama masa paceklik, yang juga merenggut ribuan nyawa pada 1916—1917.

Saat semua pertempuran berakhir dan Thomas Edward Lawrence kembali ke negara asalnya, Inggris, ia mendedikasikan The Seven Pillars of Wisdom untuk "S. A.", yang menurut sebagian besar cendekiawan adalah Selim Ahmed. Lawrence mengawali buku itu dengan sebuah puisi yang menyatakan bahwa tugasnya sebagai seorang prajurit selalu dimotivasi oleh cintanya kepada "S. A." Ia menulis, "Aku mencintaimu, jadi aku menarik gelombang manusia ini ke tanganku dan menuliskan keinginanku di atas bintang-bintang untuk memberimu Kebebasan."

7. Lawrence of Arabia merasa bersalah karena telah mengkhianati sekutu Arabnya

Konferensi Perdamaian di Versailles, Emir Faisal bersama, dari kiri ke kanan, Mohammed Rustum Bey Haidar dari Baalbek, Brigadir Jenderal Nuri Pasha Said, Kapten Pisani, Thomas Edward Lawrence dan Kapten Hassan Bey Kadri. (commons.wikimedia.org/Imperial War Museums)

Hampir sejak awal Pemberontakan Arab terhadap Turki Ottoman, Thomas Edward Lawrence punya kekhawatiran tentang akhir konflik ini dan bagaimana pendapat teman-teman Arabnya, begitu Inggris dan Prancis terlibat. Di samping itu, Lawrence akhirnya menghadiri perundingan damai Paris pada 1919 dan konferensi Kairo pada 1921—keduanya diselenggarakan salah satunya untuk menegosiasikan kemerdekaan Arab.

Lawrence sangat kecewa dengan hasil diskusi tersebut. Alih-alih menyelesaikan rincian perjanjian damai dengan orang Arab dengan itikad baik, pejabat tinggi Inggris dan Prancis hanya membagi Timur Tengah di antara mereka. Ejekan diplomasi ini kemudian dikenal sebagai perjanjian Sykes-Picot.

Thomas Edward Lawrence, yang masih berniat mendukung perjuangan Arab, akhirnya bekerja dengan Winston Churchill pada 1920 untuk memberikan pengaruh kepada Churchill. Namun, tindakannya sia-sia. Nah, Churchill berpendapat kalau persatuan Arab ini merupakan "gagasan orang gila."

Sekitar waktu ini pula, seorang laki-laki asal Skotlandia mengaku kepada surat kabar London Sunday Times bahwa Lawrence mempekerjakannya untuk melakukan sadomasokis (tindakan melakukan kekerasan yang bersifat seksual). Nah, apakah perilaku sadomasokis ini didasarkan pada rasa bersalah dan ketidakberdayaan Lawrence dalam menghadapi kekaisaran Inggris dan Prancis, atau apakah itu murni kelainan seksualnya?Rupanya, hal ini masih menjadi misteri dan masih spekulasi.

8. Setelah terlibat dalam pemberontakan Arab, Lawrence of Arabia hampir meninggal dalam kecelakaan pesawat

potret di lapangan terbang di Amman, kiri ke kanan T.E. Lawrence (Lawrence dari Arabia, 1888-1935), Sir Herbert Samuel (1870-1963), dan Emir Abdullah (Abdullah I dari Yordania, 1882-1951) (commons.wikimedia.org/American Colony)

Pada Mei 1919, Thomas Edward Lawrence pergi ke Kairo dari Paris untuk mengumpulkan catatan-catatannya agar ia bisa menulis memoar The Seven Pillars of Wisdom. Perjalanan itu membawanya ke Bandara Centocelle Italia. Namun, sebelum sampai di landasan pacu, pesawat yang ditumpangi Lawrence jatuh karena badai. Kecelakaan itu menewaskan satu pilot di tempat dan penumpang lainnya meninggal di rumah sakit, di antaranya Letnan Frederick George Prince dan Letnan Sydney Spratt.

Thomas Edward Lawrence sendiri cukup beruntung. Ia selamat dan hanya mengalami patah tulang belikat dan patah dua tulang rusuknya. Meskipun begitu, cedera tulang rusuknya dirasakan selama sisa hidupnya. Kemudian, ia mengirim uang sebesar 10 Euro atau setara dengan Rp184 ribu kepada seorang penyintas lainnya, yaitu anggota kru F. J. Daw, sebagai ucapan terima kasih karena telah membantunya keluar dari pesawat tanpa cedera serius.

9. Rahasia gelap Lawrence of Arabia

patung Thomas Edward Lawrence dan Dahoum (Selim Ahmed) (commons.wikimedia.org/Pinkpasty)

Thomas Edward Lawrence awalnya bekerja sebagai arkeolog, menggali barang antik Timur Tengah dari peradaban kuno untuk British Museum. Kemudian, ia bergabung dengan tentara Inggris sebagai perwira intelijen. Pekerjaan itu membawanya ke medan perang, bersama para raja, pangeran, dan suku, untuk mengalahkan penguasa Turki Ottoman. Sejauh ini, kehidupannya terbilang sangat mengagumkan. Terutama sangat maskulin, setidaknya dalam pemahaman di era Victoria.

Namun, yang tidak diketahui banyak orang adalah, bahwa Thomas Edward Lawrence kemungkinan seorang homoseksual. Dalam memoarnya, The Seven Pillars of Wisdom, ia bercerita panjang lebar tentang sahabatnya yang bernama Selim Ahmed, yang punya sebutan sayang "Dahoum," atau "si kecil yang gelap." Lawrence mengaku sangat senang ditemani olehnya.

Thomas Edward Lawrence bisa dibilang tidak malu menulis hal tersebut. Ia pun berhasil menyembunyikan seksualitasnya dari publik hingga kematiannya pada 1935. Bahkan sekarang, apakah ia gay atau mungkin aseksual masih menjadi perdebatan.

10. Pensiunnya Thomas Edward Lawrence dari Royal Air Force

foto resmi Angkatan Darat Inggris Thomas Edward Lawrence (commons.wikimedia.org/Fountain Posters)

Kembali dari medan perang dan setelah mendapatkan ketenarannya, Thomas Edward Lawrence menarik diri dari media. Pada 1922, ia masuk Angkatan Udara Kerajaan (Royal Air Force) dengan nama samaran, John Hume Ross. Namun, Lawrence hanya menghabiskan beberapa bulan sebagai pilot. Media menjulukinya sebagai Lawrence of Arabia. Media juga bilang kalau Lawrence mungkin bekerja sebagai mata-mata di India, dan ia dikeluarkan dari dinas Angkatan Udara Kerajaan. 

Aksi Thomas Edward Lawrence tidak sampai disitu. Ia masuk Korps Tank Kerajaan, lagi-lagi dengan nama samaran. Kali ini ia memilih Thomas Edward Shaw, untuk menghormati penulis drama asal Irlandia sekaligus teman baiknya yang bernama George Bernard Shaw. Setelah itu, Lawrence dikeluarkan dari korps tank.

Pada 1925, ia mendaftar ulang di  Royal Air Force (RAF). Sepuluh tahun kemudian, ia pensiun. Saat itu, ia tinggal di sebuah pondok kecil yang sederhana di Dorset. Namun, ia tidak punya waktu untuk menikmati kebebasannya. Beberapa bulan setelah pensiun, ia tewas dalam kecelakaan sepeda motor karena ngebut di jalan.

11. Lawrence of Arabia meninggal dalam kecelakaan sepeda motor

Thomas Edward Lawrence membawa sepeda motornya pada tahun 1925 atau 1926 (commons.wikimedia.org/Jbarta)

Thomas Edward Lawrence adalah penggemar berat sepeda motor. Seperti yang dijelaskan The Telegraph, ia memiliki 8 sepeda motor Brough Superior yang mahal dan canggih. Namun, pada pagi hari, tepatnya pada 13 Mei 1935, Lawrence melaju kencang di Dorset. Sayangnya, ia tiba-tiba berpapasan dengan dua bocah laki-laki yang sedang bersepeda. 

Nah, untuk menghindari tabrakan, Thomas Edward Lawrence sempat membelokan sepeda motornya, tetapi menyenggol salah satu dari bocah tersebut. Benturan itu membuat Lawrence terpelanting. Setelah dirawat selama 6 hari, Lawrence tidak mampu bertahan lagi dan meninggal dunia karena luka-luka yang dideritanya. Ia meninggal di usia 46 tahun. Rupanya, karena kematian inilah, ilmuwan mulai meneliti tentang pelindung kepala dan terciptalah helm yang kita kenal sekarang.

Pada 1935, Thomas Edward Lawrence sempat menulis sepucuk surat yang ia tulis untuk kepala departemen publisitas Angkatan Udara Kerajaan, yang ditemukan beberapa dekade setelah kematiannya. Beberapa pakar bertanya-tanya, apakah kecelakaan itu disengaja oleh Lawrence. Pasalnya dalam surat itu, Lawrence menulis bahwa, saat menghadapi masa pensiun dari RAF, ia berharap ingin mati saja. Ia juga mengungkapkan rasa kecewanya karena harus mencari pekerjaan lain. Ia tahu media akan mengikutinya ke mana pun ia pergi dan merusak peluangnya untuk sukses. Ia mengakhiri surat itu dengan bilang kalau ia tidak ingin menjadi tua.

Ironi yang tragis dari semua ironi, keinginan Thomas Edward Lawrence memang terpenuhi. Namun, siapa sangka, ada fakta yang masih misterius tentang kehidupannya. Di saat yang sama pula, dunia kehilangan salah satu tokoh paling legendaris. Tentu saja, tidak ada yang lebih melegenda dan menarik selain kehidupan Thomas Edward Lawrence. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Izza Namira
EditorIzza Namira
Follow Us