5 Fakta Harimau Putih, si Kucing Besar yang Bernasib Tragis

Harimau putih (Panthera tigris) merupakan salah satu hewan yang populer karena karakteristiknya eksotis. Mereka juga dianggap sebagai harimau terbesar di dunia, setelah harimau Siberia. Namun tragis, daya tarik harimau putih yang unik ini justru dieksploitasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Lantas, apa yang menyebabkan kucing besar ini berwarna putih, dan kenapa mereka dieksploitasi? Berikut lima fakta sebenarnya tentang harimau putih!
1. Ciri khas dan habitat harimau putih

Harimau putih memiliki ciri khas yang tidak biasa, yaitu bulu putih dengan garis belang berwarna hitam atau cokelat tua, dan mata berwarna biru. Panjang tubuh harimau putih sekitar 2,4–3,3 meter dengan berat mencapai 140–300 kg. Kucing besar ini juga bisa berlari dengan kecepatan 60 mil/jam.
Habitat harimau putih awalnya dapat ditemukan di seluruh anak benua India. Tepatnya di hutan tropis, rawa bakau, dan hutan basah yang memiliki tumbuhan lebat serta sumber air tawar. Namun karena perburuan ilegal untuk perdagangan hewan peliharaan, populasi harimau putih menjadi semakin langka di alam liar. Jika hidup di penangkaran, rentang usia harimau putih rata-rata bisa mencapai 12 tahun lebih.
2. Hasil mutasi genetik

Sejatinya harimau putih bukanlah spesies harimau yang terpisah. Dilansir Britannica, pigmen warna pada harimau putih berasal dari mutasi genetik atau hibrida antara dua subspesies, yaitu harimau Bengal dan harimau Siberia yang disebut leucism. Leucism pada harimau putih dicirikan dengan warna bulu putih, garis-garis cokelat tua atau hitam, dan mata biru.
Umumnya spesies harimau memiliki pigmen melanin pheomelanin yang menghasilkan warna bulu merah, jingga, dan kuning. Sedangkan harimau putih kekurangan pigmen melanin tersebut dan hanya memiliki pigmen eumelanin, yaitu pigmen yang menghasilkan warna unik pada mata dan garis-garis bulunya.
3. Bukan albino

Harimau putih juga bukan albino. Mutasi genetik yang menghasilkan leucism berasal dari perkawinan sedarah dua induk harimau yang memiliki gen resesif. Gen resesif inilah yang menghasilkan leucism atau bulu putih pada keturunannya.
Leucism adalah kondisi yang mengakibatkan hilangnya sebagian pigmentasi pada hewan. Sedangkan albinisme merupakan kelainan genetik yang membuat tubuh tidak memproduksi melanin sama sekali. Dan harimau putih masih membawa beberapa pigmen seperti warna jingga asli pada bulu putihnya, sehingga tidak disebut sebagai harimau albino.
Uniknya, warna bulu harimau putih juga menjadi lebih gelap saat terpapar udara dingin. Namun sayangnya, akibat dari perkawinan sedarah tersebut sebagian besar harimau putih lahir dengan kelainan bentuk tubuh, kelainan bentuk tulang belakang, organ tubuh rusak, hingga kematian, sehingga harapan hidupnya sangat pendek.
4. Hewan langka

Mutasi warna langka atau leucism juga terjadi pada banyak hewan lain. Pada harimau putih, kemungkinan hanya ada 1 dari 10.000 kelahiran di alam liar. Maka tidak heran jika kucing besar ini disebut sebagai hewan langka. Selain itu, kedua induknya juga harus membawa gen resesif agar dapat melahirkan bayi harimau berwarna putih.
Harimau putih terakhir kali terlihat di alam liar sekitar tahun 1950-an. Populasi hewan mamalia ini pun diperkirakan sangat rendah karena mereka tidak bisa berkamuflase dengan baik sehingga mengurangi kemampuannya untuk bertahan hidup. Namun di penangkaran atau kebun binatang, harimau putih yang hidup justru dikembangbiakkan dengan cara perkawinan sedarah untuk dieksploitasi hingga mengalami tingkat kematian tinggi, seperti perdagangan ilegal, hiburan, dan pertunjukan hewan demi mencari keuntungan.
5. Bukan spesies terancam punah

Perkawinan sedarah harimau putih merupakan hal yang umum di penangkaran. Namun harimau putih bukanlah spesies yang terancam punah, melainkan hasil mutasi genetik langka yang tidak membutuhkan konservasi. Hidupnya di penangkaran hanyalah perlindungan semu. Pengembangbiakkan harimau, khususnya harimau putih di penangkaran justru menjadi ancaman bagi populasi harimau di alam liar. Sebab, tindakan dari penangkaran tersebut hanya memanfaatkan hewan mamalia ini demi meraup keuntungan, bukan untuk tujuan konservasi.
Harimau putih yang dikategorikan sebagai spesies “terancam punah” merupakan sebuah kekeliruan. Status konservasi tersebut hanya motif untuk mengambil keuntungan dari keunikan karakteristik harimau putih yang ditangkap di penangkaran, namun hal tersebut tidak memberikan manfaat apapun bagi konservasi harimau liar di dunia. Maka dari itu, perlunya kesadaran manusia agar tidak mengeksploitasi kucing besar ini, apalagi sampai dibiakkan secara kejam. WWF pun telah menyerukan pemerintah untuk menghentikan peternakan dan memberlakukan larangan terhadap perdagangan ilegal harimau, khususnya harimau putih, baik di alam liar maupun di penangkaran.