Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Fakta Burung Raja Udang Perak, Unik dan Persebarannya Terbatas!

potret imut raja udang perak (commons.wikimedia.org/Kirkamon Cabello)
potret imut raja udang perak (commons.wikimedia.org/Kirkamon Cabello)

Burung raja udang, cekakak, atau kingfisher (famili Alcedinidae) terkenal sebagai kelompok burung dengan tubuh kecil, tetapi punya kepala dan paruh berukuran besar yang seolah tidak proporsional. Total ada sekitar 118 spesies burung raja udang berbeda yang tersebar di seluruh dunia. Kali ini, kita akan membahas satu spesies dengan persebaran relatif terbatas, yakni raja udang perak (Ceyx argentatus).

Penampilan spesies raja udang ini mirip seperti kerabat yang lain. Hanya saja, warna bulu mereka cenderung berwarna biru tua dan pucat dengan sedikit warna putih pada area leher dan perut. Sementara itu, paruh dan kaki raja udang perak cenderung berwarna jingga yang membuat dua bagian itu tampak sangat menonjol ketimbang bagian tubuh lain.

Soal ukuran, panjang tubuh raja udang perak sekitar 14 cm, rentang sayap 18—23 cm, dan bobot 11—15 gram saja. Ada beberapa fakta menarik dari burung mungil yang satu ini dan akan kita kupas satu per satu. Kalau penasaran dan ingin berkenalan dengan mereka, simak pembahasan di bawah ini sampai tuntas, ya!

1. Peta persebaran dan habitat alami

ilustrasi peta persebaran raja udang perak (commons.wikimedia.org/Robloxitsfree)
ilustrasi peta persebaran raja udang perak (commons.wikimedia.org/Robloxitsfree)

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, raja udang perak termasuk spesies burung dengan persebaran terbatas. Malahan, mereka jadi salah satu burung endemik satu negara saja, yakni Filipina. Dilansir Data Zone by Birdlife, burung ini terdapat di pulau Dinagat, Siargao, Mindanao, dan Basilan saja. Kalau ditotal, luas area yang jadi persebaran raja udang perak diperkirakan sekitar 180 ribu km persegi saja.

Mereka bukan termasuk burung yang bermigrasi sehingga akan selalu berada di tempat yang sama sepanjang tahun. Sementara itu, pilihan habitat raja udang perak berupa sumber air alami yang ada di sekitar hutan tropis atau padang rumput, semisal sungai, kolam, atau danau yang ada di dataran rendah. Rata-rata ketinggian yang dipilih burung ini berkisar antara 0—1.000 meter di atas permukaan laut.

2. Makanan favorit dan cara memperolehnya

raja udang perak di sekitar perairan (commons.wikimedia.org/Kirkamon)
raja udang perak di sekitar perairan (commons.wikimedia.org/Kirkamon)

Sama seperti kerabat yang lain, raja udang perak termasuk burung predator di habitat alami. Mereka mengonsumsi berbagai spesies serangga air, ikan kecil, sampai krustasea. Cara berburu mereka terbilang unik karena mengombinasikan kemampuan terbang menukik dan menyelam ke dalam air disaat yang bersamaan.

My Bird Buddy melansir, ketika berburu, raja udang perak mula-mula akan terbang di atas permukaan air untuk mencari keberadaan mangsa. Setelah mengidentifikasi calon mangsa, mereka akan terbang menukik ke bawah dengan cepat dan langsung menyambar target dengan paruh besar mereka. Raja udang perak juga akan mengais-ngais sekitar perairan yang dangkal jika menemukan sumber makanan yang mudah ditangkap. Oh iya, burung ini termasuk hewan diurnal sehingga aktivitas berburu ini dilakukan selama Matahari masih terbit.

3. Punya sarang yang unik dan kebiasaan teritorial

raja udang perak yang sedang memanggil pasangan (commons.wikimedia.org/Kirkamon)
raja udang perak yang sedang memanggil pasangan (commons.wikimedia.org/Kirkamon)

Berbeda dengan kebanyakan spesies burung yang membangun sarang dengan material tanaman dan diletakkan di atas tanaman, raja udang perak punya pendekatan lain soal cara membangun sarang. Dilansir My Bird Buddy, burung yang satu ini selalu mencari tanah di sekitar pinggiran sungai atau sumber air yang jadi rumah mereka. Nantinya, induk burung ini akan menggali tanah yang cenderung lembek sampai menjadi terowongan yang berfungsi sebagai sarang.

Ukuran lubang sarang raja udang perak termasuk cukup dalam sampai-sampai menyediakan suhu yang pas dan perlindungan maksimal dari predator pemakan telur. Kedalamannya sekitar 100—120 cm dengan diameter 3,8—4,5 cm. Selain soal sarang, keunikan lain dari mereka adalah cara hidup. Meski berukuran kecil, ternyata raja udang perak termasuk burung soliter yang sangat teritorial.

Mereka tak segan untuk menyerang individu lain yang coba masuk ke dalam wilayah tersebut. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi perebutan makanan di sekitar sumber air yang jadi rumah bagi satu individu. Namun, perilaku agresif ini akan memudar ketika musim kawin datang. Sebab, pasangan raja udang perak terbilang kompak dalam konstruksi sarang maupun merawat anak-anak.

4. Sistem reproduksi

raja udang perak muda yang menawan (commons.wikimedia.org/Kirkamon Guapo Cabello)
raja udang perak muda yang menawan (commons.wikimedia.org/Kirkamon Guapo Cabello)

Musim kawin bagi raja udang perak berlangsung antara bulan Juli—September. Proses terbentuknya pasangan melibatkan berbagai jenis suara vokal dan tarian yang dilakukan jantan guna menarik perhatian betina. Burung ini termasuk hewan monogami dalam satu musim kawin yang artinya pasangan yang terbentuk akan selalu bersama sepanjang musim kawin.

Dilansir My Bird Buddy, raja udang perak betina dapat menghasilkan 3—4 butir telur dalam satu musim kawin. Telur-telur yang diletakkan di sarang berbentuk lubang itu akan menjalani masa inkubasi selama 18—22 hari sebelum menetas. Baik induk jantan maupun betina sama-sama menjaga telur dan merawat anak begitu sudah menetas. Hebatnya, anak raja udang perak sudah bisa hidup mandiri setelah berusia 3 minggu. Sementara itu, di alam liar, burung ini diketahui mampu bertahan hidup antara usia 6—8 tahun.

5. Status konservasi

potret imut raja udang perak (commons.wikimedia.org/Kirkamon Cabello)
potret imut raja udang perak (commons.wikimedia.org/Kirkamon Cabello)

Berdasarkan catatan IUCN Red List, saat ini raja udang perak masuk dalam kategori hewan yang hampir terancam punah (Near Threatened). Tren populasi mereka cenderung menurun tiap tahunnya dan diperkirakan kalau saat ini hanya tersisa sekitar 1.500—7.000 individu dewasa di alam liar. Selain karena persebaran yang terbatas, ada beberapa masalah lain yang dihadapi raja udang perak yang menyebabkan populasi kian memburuk.

Animalia melansir bahwa deforestasi di sekitar peta persebaran burung ini jadi masalah utama yang mengganggu keberadaan mereka. Pembukaan lahan besar-besaran demi penebangan atau penambangan liar masih terus terjadi sampai saat ini yang tak hanya membuat lahan terbuka hijau semakin sedikit, tetapi juga tercemar. Sebenarnya, sudah ada upaya konservasi serius untuk menghadapi masalah populasi mengkhawatirkan dari raja udang perak ini.

Misalnya saja, sejumlah tempat persebaran burung ini di Filipina sudah dijadikan area yang dilindungi sehingga para perusak alam di sana dapat dihukum secara maksimal. Selain itu, upaya mengembalikan hutan sampai membersihkan polusi yang terjadi turut dilakukan supaya raja udang perak dan berbagai hewan lain memperoleh tempat tinggal yang layak dan sesuai. Semoga saja upaya-upaya tersebut membuahkan hasil agar tak hanya raja udang perak saja yang lestari, tetapi keseluruhan ekosistem alam di Filipina, ya!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Izza Namira
EditorIzza Namira
Follow Us

Latest in Science

See More

[QUIZ] Apakah Kamu Lebih Pintar dari Anak Kelas 3 SD?

08 Nov 2025, 13:10 WIBScience