Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

4 Hewan dengan Mekanisme Pertahanan Kimia Alami

ilustrasi ulat (unsplash.com/Pixabay)
ilustrasi ulat (unsplash.com/Pixabay)
Intinya sih...
  • Kumbang semprot mengeluarkan semprotan panas dan berbau kuat untuk menakuti predator
  • Sigung menyemprotkan cairan berbau menyengat yang sulit hilang dan bisa menyebabkan iritasi
  • Semut api memiliki racun yang menyebabkan rasa terbakar dan iritasi, serta digunakan sebagai sinyal serangan koloni lainnya
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Pertahanan diri di alam bukan hanya bergantung pada kecepatan, kekuatan, atau kemampuan menyamar, namun juga pada mekanisme kimiawi yang sangat efektif. Beberapa hewan telah berevolusi dengan mekanisme unik yang memungkinkan mereka untuk bisa mengeluarkan zat tertentu dalam menakuti predator.

Pada banyak kasus, pertahanan kimia bukan hanya sekedar alat untuk bertahan hidup, namun juga menjadi faktor penting dalam keseimbangan ekosistem. Berikut ini merupakan beberapa hewan yang dikenal memiliki mekanisme pertahanan kimia alami yang menakjubkan.

1. Kumbang semprot

Kumbang semprot dikenal sebagai salah satu hewan dengan mekanisme pertahanan kimia yang paling terkenal di dunia serangga. Pada saat merasa terancam, ia akan mengeluarkan semprotan panas yang berasal dari reaksi kimia di dalam tubuhnya, bahkan suhunya bisa hampir mendidih.

Cairan kimia dikeluarkan bersifat menjengkelkan dan berbau kuat, sehingga membuat predator pun enggan mendekat kembali. Mekanisme ini membuktikan betapa efektifnya kombinasi antara reaksi kimia dan kemampuan mengarahkan semprotan untuk memproteksi diri dari serangan.

2. Sigung

Sigung
ilustrasi sigung (unsplash.com/Bryan Padron)

Sigung dikenal karena kemampuan menyemprotkan cairan berbau menyengat dari kelenjar khusus di dekat ekornya. Cairan ini mengandung senyawa sulfur yang membuat baunya sangat kuat dan sulit sekali hilang.

Predator yang pernah terkena semprotan biasanya akan menjaga jarak di kemudian hari. Selain baunya yang sangat menyengat, cairan itu juga bisa menyebabkan iritasi pada bagian mata dan hidung, sehingga sangat dihindari oleh predatornya.

3. Semut api

ilustrasi semut (pexels.com/Macro Photography)
ilustrasi semut (pexels.com/Macro Photography)

Semut api memiliki racun yang sangat menyengat yang memang dikeluarkan melalui sengatannya sebagai bentuk pertahanan diri. Racun tersebut mengandung alkaloid yang bisa menyebabkan rasa terbakar dan iritasi pada kulit.

Pada saat mereka merasa terganggu, maka akan cenderung menyerang secara berkelompok dengan cepat dan juga agresif. Selain rasa sakit yang ditimbulkan, ternyata racun kimia dari semut api berfungsi sebagai sinyal untuk mengoordinasikan serangan koloni lainnya.

4. Ulat bulu

ilustrasi ulat (pexels.com/Pixabay)
ilustrasi ulat (pexels.com/Pixabay)

Ada beberapa jenis ulat bulu yang ternyata memiliki rambut atau duri yang mengandung racun kimia. Pada saat tertentu, racun tersebut bisa menyebabkan iritasi, rasa terbakar, hingga reaksi alergi pada manusia atau pun predator lainnya.

Struktur duri ini menjadi lapisan pelindung alami yang membuat hewan lain berpikir dua kali sebelum menyentuh ulat tersebut. Racun ini berkembang sebagai bagian dari strategi bertahan hidup karena memang ulat merupakan mangsa yang paling mudah di alam liar.

Hewan dengan mekanisme pertahanan kimia alami menunjukkan betapa beragamnya strategi bertahan hidup di alam bebas. Dari serangga kecil hingga mamalia ternyata masing-masing memiliki cara unik untuk proteksi diri tanpa harus bertarung. Cara ini seolah membuat dunia fauna terlihat sangat beragam!

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Achmad Fatkhur Rozi
EditorAchmad Fatkhur Rozi
Follow Us

Latest in Science

See More

5 Misteri Roti Mengembang Saat Dipanggang di Oven, Penasaran?

15 Des 2025, 19:49 WIBScience