Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

3 Faktor Penentu Kemajuan Ilmu Pengetahuan Dinasti Abbasiyah

ilustrasi seseorang serang berdoa (pexels.com/Rehman Mirzakhel)

Puncak kejayaan peradaban Islam diyakini sejarawan terjadi pada masa Dinasti Abbasiyah tahun 750-1258 M. Hal ini dibuktikan oleh fakta sejarah adanya perkembangan, khususnya di bidang ilmu pengetahuan. Namun, pada masa tersebut perkembangan ilmu pengetahuan lebih banyak terjadi pada kajian tentang ilmu- ilmu agama, yakni peninjauan yang terinspirasi dari Al-Qur’an dan sunah.

Perkembangan dalam aspek budaya pada sektor ilmu pengetahuan baru mampu dicapai pada masa kekhalifahan Dinasti Abbasiyah. Menurut keterangan jurnal karya Vita Ery Oktaviyani berjudul Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Dinasti Abbasiyah Periode Pertama, hasil yang dicapai tersebut bukan berasal dari perjalanan singkat, melainkan melalui proses panjang yang melibatkan segenap elemen yang terdiri dari, para khalifah, akademisi, aristokrasi, dan lain-lain. Berikut penjelasan singkat mengenai faktor-faktor yang melatarbelakangi  kemajuan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah. 

1. Kepedulian terhadap ilmu pengetahuan

ilustrasi seseorang sedang membaca buku (pexels.com/Mikhail Nilov)

Barangkali, mungkin inilah fondasi awal yang menjadi alasan mengapa  kemajuan pesat pada bidang iptek dapat diraih oleh Bani Abbasiyah. Perlu diketahui, para pendiri awal Dinasti Abbasiyah seperti khalifah Abu Ja’far al-Manshur merupakan pengagum ilmu sehingga akselerasi dorongan bagi perkembangan ilmu pengetahuan niscaya terjadi. Seiring beralihnya tongkat estafet pemerintahan dari satu khalifah ke khalifah yang lain, kecintaan terhadap ilmu pengetahuan di kalangan para khalifah seolah tidak ada hentinya. Setidaknya, situasi semacam ini berlangsung selama periode awal berdirinya Bani Abbasiyah yang dikenal sebagai masa keemasan Islam. Sejumlah khalifah yang paling besar jasanya dalam berpartisipasi memajukan aspek sosioedukasi di antaranya yaitu, Khalifah Abu-Ja'far Al-Manshur, Khalifah Harun Ar-Rasyid, dan Khalifah Abdullah Al-Makmun.

Di sisi lain, terdapat pula komunitas lain yang tercatat paling intens kontribusinya dalam memajukan bidang ilmu pengetahuan. Mereka adalah golongan Mawali yang merupakan penduduk dari etnis Persia. Sebagaimana diketahui, sebelum Islam masuk ke kawasan Persia, bangsa ini telah lebih dahulu mengenal tradisi keilmuan yang lebih maju daripada bangsa Arab. Hal ini dikarenakan kawasan Persia sejak dahulu merupakan lembah kehidupan bagi beberapa peradaban besar seperti Mesopotamia dan Babilonia. Berkat peran aktif bangsa Persia tersebut, kemajuan di sektor ilmu dan pengetahuan sukses mencapai taraf tertinggi pada masa itu. oleh karena itu, tidak mengherankan bila nama-nama ulama hebat yang menghiasi daftar akademisi Islam sebagian besar merupakan orang keturunan non Arab seperti, imam Al-Ghazali (teolog), imam Hanafi (fikih), imam Bukhari (hadis), dan masih banyak lagi. 

2. Gerakan penerjemahan

ilustrasi seseorang sedang menulis (pexels.com/PNW Production)

Faktor berpengaruh lain yang ikut melandasi keberhasilan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dapat dilihat dari upaya berskala besar yang terwujud pada aksi menerjemahkan teks-teks berbahasa asing ke dalam bahasa Arab. Gerakan ini dilaksanakan setelah kekuatan politik dinasti Abbasiyah mengalami penguatan. Tiga khalifah yang paling berjasa dalam menjalankan misi tersebut yaitu, Abu Ja’far Al-Manshur, Harun Al-Rasyid, serta Abdullah Al-Makmun.  Kecintaan terhadap ilmu merupakan dasar yang mempengaruhi para khalifah dalam melakukan reformasi terkait pengembangan ilmu dan pengetahuan. Pada proses pelaksanaannya, awalnya para khalifah mengirimkan sejumlah utusan ke Konstantinopel dengan mengemban tugas membawa pulang karya-karya ilmiah yang meliputi, filsafat, kedokteran, matematika, astronomi, musik, geografi, dan sejarah. Dari pihak khalifah Al-Makmun sendiri, tercatat pernah meminta Raja romawi agar memberikan buku berisi pengetahuan klasik. Setelahnya, sang khalifah memerintahkan para penerjemah untuk menerjemahkan kumpulan naskah kuno tersebut ke dalam bahasa Arab.

Bukan hanya karya-karya yang berasal dari Yunani dan Romawi, gerakan ini juga dilakukan terhadap karya-karya ilmiah berbahasa Sanksekerta ( asal India) dan Persia kuno (Syiri’a). Kegiatan penerjemahan tersebut melibatkan banyak pihak yang tergabung ke dalam sebuah dewan. Pada sektor yang bertugas menerjemahkan buku-buku berbahasa Persia kuno itu sendiri terdiri dari, keluarga Nubracht, Hasan bin Sahal, Wazir besar Abdullah Al-Ma’mun, dan Baladhuri (sejarawan pengarang Futuh Al-Buldan). Peran rakyat juga turut menghiasi dinamika penerjemahan, khususnya dari golongan ekonomi atas di mana sebagian besar golongan ini giat menyumbangkan dana guna memajukan penelitian yang dilakukan di forum-forum ilmiah. Alhasil, berkat adanya gerakan ini banyak bermunculan sarjana-sarjana hebat dan berpengaruh yang diwujudkan dengan kegiatan keilmuan seperti melakukan revisi, memberikan komentar, serta melakukan penelitian lanjut terhadap karya-karya tersebut. Setidaknya, pada periode pertama pemerintahan Dinasti Abbasiyah, terdapat empat tokoh paling populer yang berperan dalam kegiatan penerjemahan teks-teks pengetahuan ke dalam bahasa Arab. Mereka ini di antaranya yaitu, Hunayn bin Ishaq, Wa’qub bin Ishaq, Thabit bin Qurra, dan Umar bin Al-Farrakhan.

3. Keberadaan Bait Al-Hikmah dan Darul Hikmah sebagai pusat penelitian

ilustrasi seseorang sedang berada di perpustakaan (pexels.com/Pixabay)

Era kemajuan kebudayaan Islam tidak dapat terlepas dari peran sentral khalifah kelima Dinasti Abbasiyah, Harun Al-Rasyid. Khalifah ini merupakan konseptor utama bagi berdirinya institut pengembangan Ilmu pengetahuan pada era Dinasti Abbasiyah. Bait Al-Hikmah merupakan buah hasil kecemerlangan ide sang khalifah di mana melalui lembaga penelitian tersebut perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dapat tercapai. Di lembaga itu, tersimpan berbagai macam buku-buku karya ilmiah baik dari bidang agama maupun ilmu umum karena memang awalnya berfungsi sebagai perpustakaan. Seiring berjalannya waktu, baik Al-hikmah mengalami perluasan fungsi yang digunakan untuk beragam aktivitas meliputi, diskusi, membaca, dan menulis. selain itu, rumah ilmu ini juga banyak dimanfaatkan oleh para sarjana sebagai tempat untuk menerjemahkan karya-karya berbahasa asing terutama pada beberapa disiplin ilmu seperti, filsafat, matematika, kimia, astronomi, serta ilmu-ilmu alam lainnya.

Bait Al-Hikmah juga memberi dampak besar dalam mencetak golongan ahli ilmu dan sastrawan yang menjadi pilar utama dalam melakukan aktivitas peninjauan ilmiah yang berguna bagi kemajuan pada bidang akademis. Di samping itu, para pejabat negara seperti wazir (menteri-menteri) dan para pegawai negara lainnya juga turut ambil bagian dalam memberikan perlindungan terhadap keberlangsungan kegiatan-kegiatan bersifat ilmiah. Tidak hanya itu, sebagian dari kalangan negarawan tersebut tercatat pernah mengadakan pertemuan-pertemuan bersifat akademis guna membahas sesuatu seputar ilmu pengetahuan.

Demikian penjelasan tentang berbagai faktor penentu kemajuan kebudayaan yang diraih umat muslim khususnya dalam aspek ilmu pengetahuan. Dapat disimpulkan bahwa sikap peduli ilmu oleh para pemimpin dinasti yang diwujudkan dengan gerakan penerjemahan teks-teks ilmiah berbahasa asing. Serta pendirian rumah-rumah pustaka menjadi sarana penting yang menopang bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Dinasti Abbasiyah. Dari sana, dapat diambil pelajaran bahwa kemajuan pesat pada bidang ilmiah yang pernah diraih umat muslim di masa lalu, dapat terwujud karena ada niatan dan usaha keras dari tiap individu yang ikut terlibat. Bila mereka tidak memiliki dua hal tersebut, maka bisa jadi kondisi dunia tempat tinggal manusia saat ini tidak akan pernah dapat menghasilkan temuan-temuan teknologi canggih yang banyak membawa kemanfaatan bagi umat manusia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Merry Wulan
EditorMerry Wulan
Follow Us