Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Kerajaan Tertua di Suriah, Punah dan Hampir Dilupakan Dunia

Benteng Aleppo, saksi sejarah para kerajaan kuno di Suriah (pixabay.com/DianneKet78)
Benteng Aleppo, saksi sejarah para kerajaan kuno di Suriah (pixabay.com/DianneKet78)

Di samping segala konflik yang masih bergentayangan sampai detik ini, Suriah tentu tidak berlebihan apabila disebut sebagai negara terpenting di Timur Tengah. Faktanya, Suriah adalah salah satu negara tertua di Timur Tengah karena menjadi pusat pertumbuhan beragam kebudayaan purba yang kemudian menyebarkan pengaruh ke kawasan-kawasan lain. 

Daratan Suriah merupakan pusat budaya, agama, bahasa, dan politik paling kuno dan terbesar pada masanya. Sejumlah kerajaan muncul dan beberapa di antaranya sukses menjadi penguasa besar, misalnya Kekaisaran Assyria dan Kekaisaran Babilonia.

Akan tetapi, terdapat banyak kerajaan sebelum dua kekaisaran besar tersebut yang belum mendapat perhatian cukup. Mari kita kulik lebih lanjut!

1. Kerajaan Ebla

reruntuhan kota kuno Ebla (commons.wikimedia.org/Mappo)
reruntuhan kota kuno Ebla (commons.wikimedia.org/Mappo)

Sebagai salah satu pemukiman atau kota tertua di kawasan Mesopotamia—sekarang mayoritas wilayah Irak dan Suriah—Ebla diketahui berkembang menjadi suatu kerajaan sejak abad ke-30 SM. Kerajaan pertama di Mesopotamia ini sempat memperluas wilayah mulai dari Lebanon di barat sampai sebagian besar wilayah Suriah pada puncak kejayaannya. Berdasarkan temuan-temuan berupa prasasti, Ebla diyakini sebagai salah satu asal mula bahasa tertulis pertama di Suriah.

Penduduk Ebla mayoritas beragama politeisme kuno dan kemungkinan berbahasa Kanaan atau Sumeria. Mereka dipercaya maju dalam bidang agrikultur, peternakan, manufaktur, dan mampu berdagang dengan banyak negara sekitar—misalnya Mesir Kuno dan bangsa Sumeria—sehingga cepat memakmurkan Kerajaan Ebla. Kain damask, sejenis kain katun yang telah diproduksi secara masal pada periode ini, merupakan salah satu komoditas perdagangan andalan Ebla yang masih selamat sampai sekarang dan menjadi bagian dari warisan budaya Suriah. 

Kejayaan Ebla ternyata menarik perhatian suatu bangsa atau calon kerajaan besar nantinya, yaitu Dinasti Akkad. Kerajaan Akkad sempat menyerang negeri ini pada abad ke-23 SM, tetapi pihak yang benar-benar mengakhiri kekuasaan Kerajaan Ebla adalah bangsa Amori pada abad ke-17 SM. Kota Ebla lambat laun mulai ditinggalkan dan kini tersisa puing-puing yang masih dapat dilihat di area utara Suriah, dekat dengan Kota Aleppo.

2. Kerajaan Mari

suatu mural peninggalan Kerajaan Mari (dok. Louvre Museum, Paris)
suatu mural peninggalan Kerajaan Mari (dok. Louvre Museum, Paris)

Kerajaan Mari bermula dari sebuah kota purba—sekarang bernama Tell Hariri—di pinggir Sungai Efrat di ujung timur Suriah yang berkembang menjadi suatu kerajaan pada abad ke-26 SM. Negara yang bertetanggaan dengan Kerajaan Ebla ini sempat melebarkan sayap ke Danau Assad di bagian barat Suriah.

Negara ini memperoleh kemerdekaan yang tidak utuh dan berulang kali dijajah oleh bangsa asing, yaitu Dinasti Akkad pada abad ke-23 SM dan kemudian bangsa Amori. Pada zaman pemerintahan Amori, kisah Kerajaan Mari semakin diketahui berdasarkan banyaknya temuan prasasti. Diketahui bahwa sistem irigasi, militer, dan produksi barang-barang dagangan meningkat pesat pada periode ini. Selain itu, Mari merupakan salah satu bukti kemajuan pengetahuan penduduk kuno Suriah dalam hal sistem drainase, konstruksi, dan tata kota yang cukup kompleks namun efektif dalam menghadapi segala permasalahan yang mungkin, seperti banjir dari luapan Sungai Efrat atau serangan kerajaan lain.

Pada abad ke-18 SM, seorang raja Babilonia yang bernama Hammurabi, bekas sekutu Mari dalam melawan negara-negara lain, melakukan pengkhianatan dan menjajah Kerajaan Mari. Sistem pertahanan Kota Mari berhasil dirontokkan, sehingga kota ini hancur dan sejak saat itu ditinggalkan, menyisakan beberapa patung, prasasti, dan lukisan yang selamat untuk diangkut ke museum-museum di Suriah modern.   

3. Kerajaan Qatna

reruntuhan "istana" Qatna di Provinsi Homs (commons.wikimedia.org/Bertramz)
reruntuhan "istana" Qatna di Provinsi Homs (commons.wikimedia.org/Bertramz)

Kerajaan Qatna didirikan oleh bangsa Amori pada sekitar tahun 2000 SM dan menempati sebagian besar wilayah barat Suriah modern. Beribukotakan di Kota Qatna, kerajaan ini diapit oleh kerajaan-kerajaan besar yang lainnya, seperti Mari dan Yamhad. Qatna terkadang beraliansi dengan Kerajaan Mari, tetapi sangat bermusuhan dengan Kerajaan Yamhad yang berada tepat di sebelah utara.

Pada masa keemasan, Kerajaan Qatna makmur berkat wilayah negara dan lokasi ibukotanya yang sangat strategis dalam hal perdagangan karena berhubungan langsung dengan Mediterania (barat), Mesopotamia (timur), Mesir, Palestina (selatan), dan Turki (utara). Namun, lokasi yang berada di tengah negara-negara besar juga membawa kerugian serius, yang terlihat dari kalah bersaingnya Qatna dengan Yamhad, serta dominasi Mesir dan sebuah kerajaan baru (Mitanni) yang semakin menjatuhkan kedaulatan Qatna. 

Kerajaan ini sepenuhnya berakhir ketika penguasa Mitanni kemungkinan menjajah dan menghancurkan bangunan-bangunan pemerintah di ibukota Qatna pada sekitar tahun 1340 SM. Di sisi lain, ada teori yang mengatakan bahwa Qatna sebenarnya hancur oleh penjajahan bangsa Het dari Turki. Namun, satu hal yang pasti adalah Kota Qatna kini hanyalah reruntuhan di dekat Al-Mushrifah, Provinsi Homs, Suriah. 

4. Kerajaan Yamhad

Kuil Hadad di Benteng Aleppo, Suriah (commons.wikimedia.org/Orf3us)
Kuil Hadad di Benteng Aleppo, Suriah (commons.wikimedia.org/Orf3us)

Kerajaan Yamhad adalah suatu negara besar ciptaan bangsa Amori lainnya yang menguasai wilayah utara Suriah dan selatan Turki. Kerajaan yang kemungkinan ada sejak abad ke-19 SM atau abad ke-18 SM ini berpusat di Kota Halab—sekarang Aleppo—dan bertetanggaan dengan Qatna tepat di selatan. 

Sejak pemerintahan Raja Yarim-Lim I, Dinasti Yamhad semakin maju setelah sukses menguasai jalur perdagangan secara masif di kawasannya (Mesopotamia) dan menduduki Kerajaan Qatna pada abad ke-17 SM. Sayangnya, Yamhad jatuh mulai abad selanjutnya ketika Halab dijajah oleh bangsa Het pimpinan Mursili I. Kerajaan Yamhad akhirnya harus bertekuk lutut secara total ketika Kerajaan Mitanni menyerang dan menghancurkan Halab.

Salah satu peninggalan arkeologi Dinasti Yamhad di Kota Halab (Aleppo) tidak lain adalah Kuil Hadad di dalam kompleks Benteng Aleppo. Hal ini memberikan bukti yang cukup bahwa penduduk Yamhad menganut agama politeisme Amori atau Kanaan yang menyembah Hadad, sesosok dewa badai dan hujan.

5. Kerajaan Mitanni

segel silinder (kiri) dan pecahan keramik Mitanni (kanan) (metmuseum.org)
segel silinder (kiri) dan pecahan keramik Mitanni (kanan) (metmuseum.org)

Kerajaan Mitanni yang berkembang pesat sejak abad ke-15 SM didirikan oleh bangsa Indo-Iran yang berbahasa Hurri. Beribukotakan di Washukanni, kerajaan ini nantinya akan bertumbuh dengan cepat dan menguasai sebagian besar tanah Suriah, wilayah tenggara Turki, dan utara Irak.

Pada era keemasan, negeri strategis ini adalah penguasa utama perdagangan di Mesopotamia karena menduduki sungai-sungai besar (Tigris, Efrat, dan Khabur) dan sejumlah kota 'metropolis' misalnya Aleppo, Qatna, dan Asyur. Agrikultur Mitanni cepat berkembang berkat banyaknya wilayah perairan dan pusat ekonomi tersebut. Di sisi lain, Kerajaan Mitanni adalah penemu kereta kuda perang yang paling lebih superior di kawasannya pada masa kejayaan. 'Buku manual' untuk pelatihan kuda terkuno di dunia juga diciptakan oleh kerajaan ini berdasarkan prasasti dari abad ke-14 SM. 

Negara adikuasa yang sempat dibanding-bandingkan dengan Mesir Kuno dan Babilonia ini akhirnya tidak lagi berjaya saat terjadi penjajahan oleh Kekaisaran Assyria pada pertengahan abad ke-13 SM. Penduduk Mitanni seakan-akan lenyap dari Bumi dan ratusan kota besar Mitanni telah dihancurkan, tetapi meninggalkan cukup banyak sisa-sisa fisik seperti gerabah atau segel.  

Lima kerajaan tua yang sudah diulas di atas merupakan bukti keragaman penduduk purba Suriah yang mungkin sudah tinggal kenangan, tetapi masih meninggalkan warisan material atau non-material yang menjadi budaya historis bersama penduduk Suriah modern. 

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Debby Utomo
EditorDebby Utomo
Follow Us