Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Alasan Kucing Tidak Boleh Diberi Paracetamol, Bisa Fatal Akibatnya

ilustrasi memberikan obat pada kucing (hillspet.com)

Kucing adalah salah satu hewan yang paling banyak dijadikan peliharaan. Selain diberi makan, minum, dan tempat tinggal yang layak, pemilik juga harus memberikan perhatian terhadap status kesehatan mereka. Seperti halnya manusia, kucing pun juga bisa sakit.

Namun, tidak jarang pemilik kucing mencoba mengobati sendiri dengan memberikan obat-obatan manusia. Alih-alih menyembuhkan, tindakan malah membuat mereka keracunan. Salah satu obat yang paling fatal dampaknya adalah paracetamol.

Mengapa paracetamol tidak boleh diberikan kepada kucing? Simak alasannya berikut!

1.Kucing tidak memiliki enzim yang bisa memproses paracetamol dengan baik

ilustrasi hewan kucing (pexels.com/Anel Rossouw)

Dilansir At Dove, paracetamol yang masuk ke dalam tubuh akan diproses di hati oleh enzim yang disebut glucoronyl transferase. Hal ini bisa menghasilkan zat non-toksik yang dibuang bersama dengan urine.

Vetlexicon melansir, sebaliknya, ketika terjadi defisiensi glucoronyl transferase, tubuh tidak bisa memproses paracetamol dan justru menghasilkan racun yang disebut dengan N-acetyl-para-benzoquinoneimine (NAPQI). Zat ini dapat merusak sel darah merah dan berbagai organ lain.

Celakanya, seperti dilansir MSD Vet, kucing sangat sensitif terhadap paracetamol karena secara alami mereka tidak memiliki enzim glucoronyl transferase yang cukup. Kapasitas untuk memproses paracetamol pun kurang dan berakhir menjadi racun.

2.Limit dosis paracetamol yang bisa ditoleransi kucing sangat kecil

ilustrasi hewan kucing (unsplash.com/Anton Lochov)

Dilansir MSD Vet, keracunan paracetamol pada kucing dapat terjadi ketika mereka mendapat dosis 10-40 mg/kg. Sementara itu, paracetamol yang ada untuk manusia adalah sebesar 500 mg.

Bisa dibayangkan meskipun yang diberikan hanya sedikit, kemungkinan sudah melebihi ambang batas dosis yang bisa ditoleransi kucing. Hal ini kemudian akan membuat mereka keracunan.

VCA Hospitals melansir, gejala keracunan paracetamol pada kucing bisa muncul sekitar 1-4 jam setelah pemberian. Proses tersebut akan berkembang cepat dan menimbulkan efek yang fatal.

3.Paracetamol bisa menyebabkan sel darah merah kucing rusak

ilustrasi hewan kucing (unsplash.com/Caleb Woods)

Dilansir Vetlexicon, NAPQI, zat toksik dari paracetamol akan menyebabkan kerusakan hemoglobin. Akibatnya, darah kucing pun tidak mampu membawa oksigen. Peristiwa ini disebut methemoglobinemia.

VCA Hospitals melaporkan, methemoglobinemia dapat menyebabkan jaringan kehilangan pasokan oksigen dan fungsi organ menurun. Tandanya dapat dilihat dari area sekitar mata dan gusi yang berubah warna menjadi kebiruan, atau disebut dengan cyanosis.

Biasanya, cyanosis mulai terlihat dalam kurun waktu 4-12 jam setelah pemberian paracetamol. Jika sudah begini, kucing akan mulai mengalami sesak napas, laju detak jantung yang tinggi, dan depresi.

4.Kucing bisa menderita kerusakan hati yang parah

ilustrasi hewan kucing (pexels.com/Vadim B)

NAPQI tidak hanya bersifat toksik terhadap sel darah merah, tetapi juga terhadap sel-sel hati yang disebut dengan hepatosit. Zat tersebut akan merusaknya sehingga kucing mengalami kerusakan hati. 

Namun, seperti yang dilaporkan oleh VCA Hospitals, kerusakan hati bisa tertunda hingga seminggu. Hal ini tergantung kondisi setiap kucing. Namun kerusakan yang terjadi perlahan umumnya sulit dideteksi dan berakibat fatal.

5.Kucing akan mengalami kematian

ilustrasi kucing menutup muka (pexels.com/Pixabay)

Setelah menderita kerusakan sel darah merah dan hati yang hebat, fase terakhir dari keracunan paracetamol adalah kematian. Kegagalan organ dalam menjalankan fungsi normal membuat mereka sulit untuk bertahan hidup. Jika ini terjadi, tentu tak ada lagi yang bisa diusahakan.

Itulah alasan medis di balik pelarangan pemberian paracetamol pada kucing. Jika kucingmu menunjukkan gejala demam dan sakit, sebaiknya segera periksakan atau konsultasikan ke dokter hewan terdekat agar mendapatkan penanganan yang tepat, ya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Izza Namira
EditorIzza Namira
Follow Us