Kenapa Perlu Sidang Isbat untuk Menetapkan Lebaran?

Masyarakat Indonesia tentu tak asing dengan sidang isbat yang kerap digelar oleh pemerintah jelang Lebaran atau Hari Raya Idul Fitri. Dalam pelaksanaannya, sidang isbat melibatkan banyak lembaga serta organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam, seperti MUI, NU, Muhammadiyah, dan lainnya. Tak hanya itu, sidang isbat juga melibatkan berbagai pakar astronomi dan ilmu falak dari beberapa universitas ternama Tanah Air.
Biasanya, sidang isbat penetapan Lebaran atau 1 Syawal digelar 2 hari sebelum tanggal Hari Raya Idul Fitri ditetapkan dalam kalender Masehi. Hasil keputusan sidang isbat ini jelas dinanti-nantikan oleh umat muslim di seluruh Indonesia. Saking pentingnya, berikut penjelasan kenapa sidang isbat perlu dilakukan untuk menentukan Lebaran 1445 Hijriah.
1. Sejarah sidang isbat

Sidang isbat merupakan sidang yang rutin digelar oleh Kementerian Agama (Kemenag) RI jelang penetaoan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. Mengutip laman resmi Kemenag RI, menilik dari sejarahnya, sidang tersebut sudah berlangsung sejak tahun 1950-an dan adapula sumber yang menyebut sejak tahun 1962. Dalam pelaksanaannya, sidang isbat diisi dengan paparan para ulama atau ahli serta pendapat organisasi-organisasi Islam.
Berdasarkan buku Agenda Kementerian Agama 1950 - 1952 yang diterbitkan oleh Bagian Publikasi dan Redaksi Djawatan Penerangan Jalan Pertjetakan Negara, Jakarta, dijelaskan dalam Bab Keputusan Kemenag Tentang Hari-Hari Besar bahwa metode yang dilakukan untuk menetapkan Hari Raya Idul Fitri dalam sidang isbat yakni rukyat (pengamatan) hilal secara nasional. Dalam perkembangan selanjutnya, MUI menerbitkan Keputusan Fatwa Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penetapan Awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.
Dalam fatwa tersebut diputuskan bahwa penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab oleh pemerintah dan Kemenag. Ini berlaku secara nasional atau di seluruh wilayah Tanah Air.
2. Sidang isbat jadi forum diskusi para ahli, terutama bagi Indonesia yang bukan negara Islam

Sidang isbat penting dilakukan di Indonesia lantaran negara kepulauan tersebut bukanlah negara Islam maupun sekuler. Hal ini dijelaskan oleh Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Urais-Binsyar) Ditjen Bimas Islam, Adib. Ia menjelaskan bahwa Indonesia tidak bisa menyerahkan urusan agama sepenuhnya kepada orang per orang atau golongan.
Dalam prosesnya, sidang isbat menjadi forum musyawarah para ulama, pakar astronomi, hingga ahli ilmu falak dari berbagai ormas Islam. Selain itu, dilibatkan pula para ahli atau pakar dari berberapa instansi dan universitas di Indonesia, seperti BRIN, BMKG, dan perwakilan Bosscha Institut Teknologi Bandung (BRIN). Kemudian, pemerintah juga mengundang para duta besar negara sahabat, perwakilan Mahkamah Agung, serta Ketua Komisi VII DPR RI untuk menghadiri sidang isbat.
3. Terdapat banyak ormas Islam di Indonesia dan sidang isbat bisa mempertemukan mereka untuk mencapai mufakat

Berkaitan dengan penjelasan sebelumnya, Indonesia memiliki banyak ormas Islam. Oleh sebab itu, sidang isbat penting digelar sebagai forum musyawarah untuk menentukan keputusan bersama. Dilansir laman Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, setidaknya ada lebih dari 100 ormas Islam yang bersifat organisasi massa di Indonesia. Jumlah pendukung atau anggota ormas-ormas tersebut bisa mencapai jutaan orang.
Biasanya, pemerintah mengundang perwakilan pakar ilmu falak dari ormas-ormas Islam untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan sidang isbat. Menurut penjelasan Adib, dalam sidang isbat, pemerintah hanya sebatas fasilitator ormas-ormas Islam serta pihak lainnya untuk bermusyawarah. Hasil sidang isbat kemudian diterbitkan dalam bentuk Keputusan Menteri Agama supaya memiliki kekuatan hukum yang dapat dipedomani masyarakat.
Diketahui, sidang isbat penetapan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah tak hanya dilakukan di Indonesia saja. Negara-negara Arab juga menggelar sidang tersebut usai mendapat laporan rukyat dari lembaga resmi pemerintah atau perseorangan yang sudah terverifikasi dan dinyatakan sah oleh Majelis Hakim Tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa sidang isbat sangat penting dilakukan untuk menetapkan awal Ramadan, Syawal, dan Zulhijah.