Benarkah Pemandu Sorak Korut di Olimpiade Jadi Budak Seks?

PyeongChang, IDN TIMES - Kehidupan ratusan pemandu sorak dari Korea Utara yang memeriahkan Olimpiade Musim Dingin PyeongChang 2018 ternyata tidaklah se-imut penampilan mereka saat berada di Korea Selatan.
Di balik keceriaan dan pesona yang ditebarkan oleh mereka selama penyelenggaraan Olimpiade yang akan berakhir hari Minggu ini, mereka menjadi budak seks oleh para politisi top saat berada di negaranya. Setidaknya inilah pengakuan dari seorang pembelot dari Korea Utara yang sempat bertugas sebagai musisi di kemiliteran negara yang sangat tertutup tersebut.
1. Diungkapkan oleh seorang pembelot mantan anggota musisi militer Korea Utara
Dalam wawancaranya dengan televisi Bloomberg, Lee So-yeon yang berhasil membelot ke Korea Selatan tahun 2008 mengungkapkan bahwa bukan saja mereka bertugas mempromosikan propaganda Kim Jong-Un, mereka juga harus mendatangi pesta dan menyediakan layanan seksual, demikian dilansir dari South China Morning Post.
Menurutnya pesta tersebut dilangsungkan setiap hari yang diselenggarakan oleh anggota dari Politburo Pusat negara tersebut, dan saat menghadiri pesta tersebut mereka harus melepaskan pakaian mereka.
Klaim dari Lee So-yeon yang kini banyak membantu para pembelot Korea Utara dalam menyesuaikan kehidupan barunya di Korea Selatan menurut Business Insider sangat ekstrim jika dibandingkan dengan laporan yang beredar selama ini mengenai perlakukan kepada wanita di negara tersebut, namun sejalan dengan laporan mengenai kontrol dan pemaksaan yang dipraktekkan di negara tersebut.
2. Konon, nasib atlet Korea Utara juga serupa
Selama ini diketahui bahwa para anggota pemandu sorak ini diseleksi melalui proses yang sangat hati-hati, tidak mendapatkan bayaran dan dijaga selama 24 jam sehari serta bisa menghadapi hukuman penjara jika melakukan kesalahan. Konon, nasib serupa juga dialami oleh para atlet yang berlaga di Olimpiade kali ini dimana mereka diikuti sampai ke toilet dan mendapatkan pengawalan setiap saat guna menghindari kemungkinan membelot.
Pengakuan serupa disampaikan oleh ayah dari seorang atlet ski bernama Kim Hyung-soo yang membelot ke Korea Selatan tahun 2009 dimana dia menyatakan bahwa para atlet khususnya atlet wanita merupakan budak dari Kim Jong-Un meskipun tidak sampai mengklaim mengenai praktek perbudakan seks.
3. Beberapa kriteria ketat sebelum dipilih menjadi anggota pemandu sorak

Menurutnya para anggota pemandu sorak dipilih dari keluarga yang memiliki kemungkinan kecil untuk membelot dan memiliki latar belakang yang setia kepada regim ini. Kedua hal ini merupakan faktor yang paling krusial dalam memilih seorang anggota pemandu sorak.
Pembelot lainnya memberikan informasi bahwa kriteria lainnya adalah tinggi minimal mereka yang sebagian besar merupakan mahasiswi di Universitas elite Kim Il-Sung harus 163 cm.
Dengan akan berakhirnya Olimpiade PyeongChang 2018 tentu saja para anggota pemandu sorak yang sudah menarik simpati banyak orang akan kembali ke negaranya, dan jika menurut klaim dari mantan musisi militer tersebut di atas, mereka harus kembali menjalani kehidupan yang cukup mengerikan: menjadi objek pemuas nafsu petinggi partai negara tersebut.